Maroko - Dua tahun pascagempa, ribuan warga Maroko masih tinggal di tenda darurat. Mereka menuntut bantuan lebih besar di tengah gencarnya proyek stadion.
Foto
Dua Tahun Berlalu, Korban Gempa Maroko Masih Hidup di Tenda Darurat

Di pegunungan Atlas, Maroko, banyak korban gempa 2023 masih tinggal di tenda darurat. Seorang petani bernama Lahcen Abarda, 72 tahun, harus terus memperbaiki terpal plastik yang menjadi tempat tinggalnya bersama dua putrinya. REUTERS/Abdelhak Balhaki
Gempa berkekuatan 6,8 magnitudo itu merenggut hampir 3.000 jiwa dan merusak puluhan ribu rumah. Dua tahun berlalu, sebagian penyintas merasa bantuan rekonstruksi belum cukup untuk membangun kembali kehidupan mereka. REUTERS/Abdelhak Balhaki
Kekecewaan meningkat karena pemerintah gencar berinvestasi pada stadion dan infrastruktur untuk Piala Afrika 2025 serta Piala Dunia 2030. Bagi korban, prioritas itu kontras dengan lambatnya pemulihan pascagempa. REUTERS/Abdelhak Balhaki
Pada peringatan dua tahun gempa, puluhan penyintas berunjuk rasa di depan parlemen Rabat. Mereka membawa spanduk bertuliskan nama-nama desa yang hancur dan meneriakkan, βUang gempa, ke mana perginya? Ke festival dan stadion.β REUTERS/Abdelhak Balhaki
Pemerintah menyatakan sudah menyalurkan 4,6 miliar dirham untuk bantuan perumahan. Korban rumah runtuh total mendapat 140.000 dirham, sedangkan rumah rusak sebagian mendapat 80.000 dirham. Angka itu jauh di bawah lebih dari 20 miliar dirham yang dialokasikan untuk stadion. REUTERS/Abdelhak Balhaki
Data resmi menyebut dari 59.675 rumah yang rusak, lebih dari 51.000 sudah dibangun kembali dan seluruh tenda sudah dibongkar. Namun kelompok pendamping korban membantah, menyebut masih banyak warga tinggal di hunian darurat dan bantuan yang diterima tidak mencukupi. REUTERS/Abdelhak Balhaki
Sejumlah penyintas mengaku terpaksa menguras tabungan keluarga untuk menambah biaya pembangunan. Di desa Anerni, rumah bata sederhana berdiri, tetapi sebagian warga masih hidup di gubuk seng seadanya. REUTERS/Abdelhak Balhaki
Ketimpangan ini memperkuat kesan adanya βMaroko dua kecepatanβ antara kota modern dan desa miskin. Raja Mohammed VI sendiri mengakui kesenjangan itu dan menyerukan reformasi agar rakyat desa tidak terus tertinggal. REUTERS/Abdelhak Balhaki