Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota

Foto

Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota

Chelsea Olivia Daffa - detikNews
Minggu, 03 Mar 2024 16:05 WIB

Jakarta - Fenomena manusia gerobak marak terlihat di jalanan ibu kota. Beginilah cara mereka bertahan hidup di Jakarta dengan sebuah gerobak.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta.

Salah satunya keluarga Satur (53th), Pria yang tinggal di gerobak bersama istrinya Amel (32th) serta anak-anaknya Ikhsan (9th) dan Septi (8th). Hampir 2 tahunan sudah mereka tinggal di gerobak berwarna cokelat ini.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Gerobak inilah yang menjadi rumah sekaligus alat kerja mereka untuk mencari makan dengan memulung.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Mereka berkeliling untuk mencari barang bekas seperti kardus dan botol bekas untuk ditukarkan dengan uang. Untuk mengumpulkan barang-barang tersebut, biasanya mereka berkeliling sekitar Condet, PGC, Cawang.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Penghasilan yang didapatkan dari menjual kardus dan botol bekas dalam sehari, Satur biasa mengumpulkan sebanyak 6kg kardus bekas dengan upah 2.500/kg. Sedangkan botol-botol bekas yang ia kumpulkan 1.500/kg. Dari hasil penjualan barang bekas, ia dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Sebelumnya, Satur dan keluarga tinggal di sebuah kontrakan kecil. Namun, karena mengingat penghasilan sebagai pemulung tidaklah cukup untuk membayar kontrakan dan makan sehari-hari, ia lebih untuk tinggal di jalanan bersama keluarganya dengan bermodalkan gerobaknya tersebut.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Hal yang paling ditakutkan oleh Satur dan keluarga adalah kehadiran para petugas Satpol PP. Ia dan Istrinya sangat khawatir jika anaknya tertangkap satpol PP akan dibawa ke Panti Sosial. Jika itu terjadi, Satur dan istri harus menebus anaknya dengan uang sebesar 300ribu.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Dibalik pekerjaannya sebagai pemulung yang tinggal di gerobak, Satur beserta keluarga tetap merasakan bahagia. Dirinya berharap bisa terus bersama-sama dengan keluarganya.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Begitu juga dengan anaknya Ikhsan dan Septi yang ingin sekali merasakan duduk di bangku sekolah. Ikhsan menyempatkan untuk membuka buku untuk belajar menulis sendiri disaat ibu dan bapaknya sedang mengumpulkan barang bekas.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Fenomena manusia gerobak ini juga menjadi sebuah realita dan kondisi pendatang yang ingin mencari peruntungan di Jakarta, tapi tak dibekali dengan kemampuan yang matang untuk bersaing dan bertahan hidup.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta. Terlebih di sekitar kawasan perkantoran segitiga emas.

Jalan hidup yang dipilih ini bukan karena keinginan mereka, tapi keterpaksaan dan keadaanlah yang memaksa untuk bertahan dan menjalani hidup di sebuah gerobak.

Memasuki bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, sejumlah manusia gerobak mulai terlihat memadati pinggiran jalan Ibu Kota Jakarta.

Sebuah gerobak kayu dengan ukuran yang memprihatinkan itu dijadikan kendaraan sebagai β€˜alat kerja’ sekaligus rumah tempat tinggalnya. Di gerobak itulah mereka mengumpulkan barang bekas yang bisa dijual kembali.

Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota
Potret Manusia Gerobak Bertarung Hidup di Ibu Kota


Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads