Rupat - Orang akit atau orang akik merupakan kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan Rupat, Riau. Seperti apa kehidupan mereka di salah satu pulau terluar RI itu?
Foto
Menelusuri Jejak Sejarah Suku Asli di Pulau Rupat

Dua orang anak tampak bermain di kawasan Desa Titi Akar, Rupat Utara, Bengkalis, Riau.
Pulau Rupat yang berada di Bengkalis, Riau, itu diketahui menjadi tempat tinggal bagi orang akit atau orang akik.
Dilansir dari situs web resmi Pemerintah Kabupaten Bengkalis, orang akit atau orang akik merupakan kelompok sosial yang berdiam di daerah hutan panjang kecamatan Rupat yang berada di Kabupaten Bengkalis.
Sebutan 'akit' diberikan karena masyarakat ini sebagian besar kegiatan hidup mereka berlangsung di atas rumah rakit. Rakit tersebut digunakan sukut akit untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya seperti pantai laut maupun muara sungai. Β
Pada masa sekarang mereka berdiam disekitar kepenghuluan hutan panjang, kecamatan Rupat di pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis.
Berdasarkan cerita turun temurun dari orang tua mereka, nenek moyang orang Akit berasal dari semenanjung Malaka (sekarang Malaysia) atau bisa disebut Sultan Siak. Awalnya mereka adalah anak suku bangsa Kit yang menghuni daratan Asia belakang. Entah karena peperangan, bencana alam atau wabah penyakit, maka mereka telah mengembara ke selatan sampai ke tepi ombak yang berdebur, tempat kepiting merangkak dan penyu bertelur.
Orang akit terutama hidup dari hasil berburu, menangkap ikan dan mengolah sagu yang banyak tumbuh secara liar di pulau Rupat. Mereka berburu babi hutan, kijang atau kancil dengan menggunakan sumpit bertombak, panah dan kadangkala menggunakan perangkap.Β Β
Diketahui,pPerawakan orang akit ini memiliki bentuk tubuh tegap dan lebih tinggi dari pada umumnya orang-orang Melayu yang berdiam di sekitar wilayah mereka. kulit mereka berwarna kecoklatan dibakar cahaya matahari dan cuaca perairan, sehingga menyembunyikan warna aslinya yang kekuning-kuningan. Dahi dan tulang pipinya tinggi seperti ras Mongoloid pada umumnya. tetapi mata mereka sipit dan rambutnya agak ikal.
Pada zaman Kesultanan Siak, suku bangsa ini sudah disegani, antara lain karena kemampuan mereka untuk bertahan hidup di perairan, pemberani dan berbahaya sekali dengan senjata sumpit beracunnya.Β
Oleh sebab itu mereka diajak bekerja sama memerangi Belanda yang pada zaman itu sering menangkapi orang akit untuk dijadikan budak. Gangguan orang akit pada zaman kolonial itu dicatat Belanda sebagai perompak laut yang sulit untuk ditumpas habis.
Di lingkungan Kesultanan Siak sendiri mereka akhirnya memiliki seorang batin, yaitu pemimpin masyarakat Akit yang diakui oleh sultan siak.
Salah satu kearifan budaya Suku Akit itu bernama Tradisi Bedekeh, sebuah metode pengobatan tradsional oleh dukun suku setempat yang dipercaya bisa mengobati semua penyakit.
Keberagaman kehidupan masyarakat di kawasan Rupat salah satunya terjadi akibat akulturasi budaya melalui perkawinan antara perempuan akit dengan pria keturunan Tionghoa.
Seiring berjalannya waktu, kehidupan orang akit di Rupat pun kian berkembang. Meski begitu, masyarakat di kawasan Rupat terus berupaya untuk menjaga dan melestarikan tradisi seni maupun budaya dari leluhur mereka.