Pertempuran sengit antara militer Pakistan dan pasukan Taliban Afganistan yang terjadi akhir pekan lalu, menjadi konflik paling mematikan antara kedua negara sejak Taliban kembali berkuasa di Kabul pada Agustus 2021.
Baik Pakistan maupun Taliban-Afganistan mengklaim telah menimbulkan kerugian besar terhadap pihak lawan.
Taliban mengatakan pada Minggu (12/10/2025) telah menewaskan 58 tentara Pakistan dalam operasi perbatasan. Namun, militer Pakistan menyebut jumlah lebih sedikit yakni 23 tentara yang tewas. Taliban turut mengklaim telah merebut 25 pos militer Pakistan.
Di lain pihak, militer Pakistan mengklaim telah menewaskan lebih dari 200 militan Afghanistan, sedang Taliban mengklaim hanya sembilan tentaranya yang tewas.
Klaim dari kedua belah pihak belum dapat diverifikasi secara independen dikarenakan akses ke wilayah perbatasan sangat dibatasi.
Mengapa Pakistan dan Taliban Afganistan saling serang?
Ketegangan antara kedua negara, yang dulunya adalah sekutu, meningkat setelah Islamabad menuntut Kabul menindak Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), kelompok separatis yang terafiliasi erat dengan Taliban Afganistan.
TTP berupaya memberlakukan interpretasi Islam garis keras, terutama di provinsi Khyber Pakhtunkhwa di barat laut Pakistan, yang berbatasan dengan Afganistan. Menurut pemerintah Pakistan, kelompok ini beroperasi dari wilayah Afganistan. Namun pihak Taliban Afganistan membantah tuduhan tersebut.
Militan TTP telah meningkatkan serangan terhadap pasukan keamanan Pakistan dalam beberapa tahun terakhir.
Sebuah laporan PBB tahun ini menyebut, TTP "menerima dukungan logistik dan operasional yang substansial dari pihak otoritas de facto," merujuk pada pemerintah Taliban di Kabul.
Lebih dari 500 orang, termasuk diantaranya 311 tentara dan 73 polisi, tewas dalam serangan sejak Januari hingga 15 September, menurut kantor berita AFP yang mengutip juru bicara militer Pakistan.
Pemerintah Pakistan menuding India telah mendukung Taliban dan kelompok pemberontak lain untuk mengguncang stabilitas Pakistan. India membantah tuduhan tersebut, dan balik menuduh justru Pakistanlah yang mendukung kelompok militan separatis beroperasi di wilayah Kashmir yang dikuasai India.
Situasi yang rawan di perbatasan
Pekan lalu, Taliban Afganistan menuduh Pakistan telah mengebom Kabul dan sebuah pasar di wilayah timur Afghanistan.
Pemerintah Pakistan tidak mengonfirmasi maupun membantah serangan tersebut. Namun Pakistan berulang kali menegaskan haknya untuk membela diri terhadap tindakan militansi lintas batas yang telah bereskalasi.
Pasukan Taliban Afganistan mengatakan serangan terhadap pasukan Pakistan pada Sabtu(11/10) malam sebagai tindakan "balasan atas serangan udara yang dilakukan oleh militer Pakistan di Kabul."
Michael Kugelman, analis Asia Selatan yang berbasis di Washington kepada DW mengatakan, bentrokan antara Pakistan dan Afganistan "disebabkan oleh kegagalan Islamabad menekan terorisme anti-Pakistan yang berbasis di Afganistan."
"Meski telah mencoba berbagai strategi, termasuk perundingan dan operasi militer terbatas di dalam ngeri, Pakistan sulit untuk berhasil," kata Kugelman. Ia menambahkan, "operasi kontra-terorisme yang diperkuat darinPakistan" terhadap target di Afganistan kini memicu respons Taliban, sehingga kian bereskalasi.
Meskipun pertempuran tampak mereda untuk saat ini, situasinya rawan dan ketegangan masih tinggi.
Pakistan menutup titik-titik perlintasan di sepanjang perbatasan sepanjang 2.600 kilometer, menyebabkan terhentinya arus perdagangan di perbatasan kedua negara.
Akankah TTP Meningkatkan Serangan?
Omar Samad, mantan duta besar Afganistan untuk Kanada dan peneliti senior Atlantic Council, mengatakan kepada DW, permusuhan antara kedua pihak "dapat meningkat menjadi kekerasan yang meluas dan aksi militer yang lebih besar dari yang terjadi sekarang" dan dapat merusak hubungan kedua negara secara permanen.
"Ketegangan antara institusi militer Pakistan dan pemerintah de facto Afganistan telah meningkat selama dua tahun terakhir, sebagian karena salah langkah, salah paham, dan salah kelola," kata Samad.
Kugelman berpendapat, salah satu konsekuensi krisis ini bisa berupa meningkatnya serangan balasan oleh TTP, "yang memiliki kehadiran kuat di Pakistan meskipun berbasis di Afganistan."
Ia mengatakan lebih lanjut, kekuatan militer Taliban Afganistan tidak sebanding dengan kekuatan militer Pakistan, meski Taliban mampu melancarkan operasi di pos-pos perbatasan.
"Serangan balasan TTP yang kemungkinan didukung oleh Taliban Afganistan — menjadi kekhawatiran utama bagi Pakistan ke depannya," ujarnya.
Imtiaz Gul, pakar keamanan dan direktur eksekutif Center for Research and Security Studies di Islamabad, memiliki pandangan serupa.
"Pakistan akan menghadapi ancaman yang semakin besar dari meningkatnya militansi TTP setelah bentrokan dengan Afganistan," katanya kepada DW. "Hal ini menuntut penguatan operasi kontra-terorisme dan kemampuan intelijen untuk menghadapi ancaman dan memberantas terorisme."
Apa upaya meredakan ketegangan?
Pemerintah Pakistan, Mei 2025 lalu mengumumkan akan meningkatkan hubungan diplomatik dengan Taliban Afganistan dengan menunjuk seorang duta besar untuk Kabul, meski Pakistan belum secara resmi mengakui pemerintahan Taliban.
Kedua negara juga memiliki ikatan sejarah, budaya, dan hubungan antarmasyarakat yang erat.
Jutaan warga Afganistan yang melarikan diri dari perang selama 40 tahun terakhir, sebelumnya telah menemukan tempat berlindung di Pakistan.
Namun, di tengah hubungan yang memburuk dengan Taliban Afganistan, pemerintah Pakistan memulai program besar-besaran untuk memulangkan sekitar 4 juta warga Afghanistan yang tinggal di Pakistan pada 2023 silam.
Sejak itu, Pakistan telah mendeportasi lebih dari 800.000 warga Afghanistan. Hal ini menambah ketegangan hubungan dengan Kabul.
"Waktunya kepemimpinan yang bijaksana"
Samad mengatakan, kedua belah pihak seharusnya mengadakan pembicaraan konstruktif untuk menyelesaikan masalah mereka, bukan mengadopsi taktik konfrontatif.
"Kedua negara memiliki kerentanan dan kekuatan yang unik yang saling bertolak belakang," ujar Samad. "Afganistan tidak mengkhawatirkan kerugian menghadapi kekuatan militer besar, sedang Pakistan rapuh dari dalam."
"Sekarang adalah waktunya untuk kepemimpinan yang bijaksana dan hati-hati serta dialog yang jujur," tambahnya. "Bukan waktunya untuk tipu daya, manipulasi, atau gertakan."
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Agus Setiawan
(haf/haf)