Tes Gen Picu Kehebohan Jelang Kejuaraan Dunia Atletik

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Sabtu, 23 Agu 2025 14:04 WIB
Jakarta -

"Filosofi kami di World Athletics adalah melindungi dan menjaga integritas olahraga perempuan," jelas Presiden Federasi Atletik Dunia, Sebastian Coe. "Kami mengatakan: Di level elite, seseorang hanya boleh bertanding di kategori perempuan jika secara biologis adalah perempuan."

Federasi dunia menjelaskan bahwa itulah alasan diberlakukannya tes jenis kelamin wajib bagi atlet perempuan. Atlet-atlet ini harus menjalani tes untuk gen SRY, yang bertujuan memverifikasi jenis kelamin biologis dan dilakukan melalui pengambilan sampel dari bagian dalam pipi menggunakan kapas swab pada pipi atau pengambilan darah.

Aturan ini mulai berlaku pada 1 September dan mencakup semua kompetisi yang masuk dalam peringkat dunia, termasuk Kejuaraan Dunia di Tokyo, Jepang (13–21 September).

Mihambo: "Sumber daya besar untuk masalah yang sangat kecil"

Penerapan mendadak tes genetik ini, hanya sekitar tiga minggu sebelum Kejuaraan Dunia, menimbulkan kegaduhan besar di dunia atletik — dan kritik dari para atlet.

"Saya melihat kebijakan ini secara kritis," kata pelompat jauh Malaika Mihambo kepada Sport-Informations-Dienst (SID). Peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2021 dan juara dunia dua kali itu merasa kebijakan yang diumumkan pada akhir Juli ini tidak proporsional.

"Untuk masalah yang sangat kecil, digunakan sumber daya yang sangat besar, sementara isu-isu penting seperti doping, pelecehan, dan kekerasan dalam olahraga masih terus terjadi. Jika kita berbicara tentang integritas, maka kita juga harus bertindak tegas terhadap masalah-masalah tersebut," ujar atlet berusia 31 tahun itu.

Mihambo menyebut kebijakan yang diumumkan itu "diragukan secara hukum, rumit secara etika, dan disederhanakan secara ilmiah." Atlet-atlet lain dari Asosiasi Atletik Jerman (DLV) juga mengungkapkan kebingungannya.

"Saya merasa aneh, bahwa kita sebagai perempuan sekarang harus membuktikan bahwa kita memang perempuan," ujar pelempar cakram Kristin Pudenz kepada Mrkische Allgemeine Zeitung. Tapi dia sadar: "Kami harus menerima ini. Tidak ada pilihan lain jika kami ingin ikut bertanding."

Tantangan moral, etika, dan logistik

Asosiasi Atletik Jerman (DLV) juga menyatakan sikap kritis terhadap kebijakan ini. "Isu tes genetik untuk verifikasi jenis kelamin sangatlah sensitif, terutama di olahraga profesional. Penerapannya yang begitu mendadak menimbulkan tantangan besar — secara moral, etika, dan logistik — bagi para atlet maupun federasi," kata dokter kepala DLV, Karsten Hollander.

Pemicu dari diskusi ini adalah kasus seperti atlet Caster Semenya, peraih emas Olimpiade dua kali, yang diklasifikasikan sebagai orang dengan "perbedaan perkembangan seksual (DSD)".

Perhatian juga tertuju pada juara tinju Olimpiade Paris, Imane Khelif, dari Aljazair. Partisipasinya di Olimpiade memicu perdebatan sengit. Federasi Tinju Dunia kini juga memberlakukan tes jenis kelamin wajib dalam cabang tinju.

Caster Semenya menang sebagian

World Athletics sebelumnya juga sudah mewajibkan para atlet perempuan untuk menurunkan kadar testosteron mereka melalui obat-obatan agar bisa bertanding di kompetisi internasional.

Semenya menggugat aturan testosteron ini hingga ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR), dan pada akhirnya hanya dikabulkan sebagian pada putusan pertengahan Juli lalu.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Rizki Nugraha

width="1" height="1" />




(ita/ita)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork