Perdana Menteri (PM) baru Selandia Baru Christopher Luxon pada Senin (27/11) mengumumkan bahwa pihaknya akan berencana untuk membatalkan undang-undang anti-merokok, warisan dari pemerintah sebelumnya.
Apa yang disebut "larangan merokok secara umum," adalah pelarangan penjualan rokok di masa depan kepada siapa pun yang lahir setelah 2008, aturan yang sebelumnya diresmikan oleh mantan PM Jacinda Ardern.
Luxon mengonfirmasi keputusan tersebut jelang upacara pelantikannya, dengan alasan adanya kekhawatiran bahwa larangan itu justru akan memicu berkembangnya penjualan di pasar gelap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa yang telah direncanakan sebelumnya?
Selandia Baru meloloskan undang-undang Larangan Merokok di bawah pemerintahan Jacinda Ardern, yang secara bertahap akan meningkatkan usia minimum untuk merokok pada 2022.
Pemerintahan Partai Buruh itu meyakini bahwa langkah tersebut akan menyelamatkan banyak nyawa dan miliaran dollar pada anggaran sistem kesehatan Selandia Baru, yang hanya akan dihabiskan untuk penyakit terkait dengan perilaku merokok.
Langkah-langkah lainnya juga turut disertakan, salah satunya yakni mengurangi jumlah legal nikotin dalam produk tembakau secara dramatis.
Undang-undang ini juga akan membatasi penjualan tembakau hanya di toko-toko yang telah ditetapkan, di mana ada pengurangan jumlah gerai yang sebelumnya dari 6.000 menjadi hanya 600 toko di seluruh negeri.
Namun, langkah-langkah tersebut baru direncanakan untuk diterapkan pada Juli 2024 mendatang.
Apa yang terjadi pada undang-undang tersebut?
Partai Nasional Luxon telah menyetujui untuk mencabut undang-undang tersebut, sebagai bagian dari kesepakatan koalisinya dengan partai populis New Zealand First.
Amandemen yang dicabut termasuk larangan merokok bagi generasi tertentu, pembatasan kadar nikotin, dan pengurangan gerai penjualan.
Luxon mengatakan bahwa aturan larangan merokok itu hanya akan menciptakan "peluang munculnya pasar gelap, yang sebagian besar tidak dikenai pajak."
Menteri Keuangan yang baru, Nicola Willis, mengatakan bahwa pendapatan yang berkelanjutan dari penjualan rokok akan berkontribusi pada pemotongan pajak yang diusulkan oleh koalisi. Namun pada Senin (27/11), Luxon menekankan bahwa alasan tersebut "bukanlah motivasi untuk mencabut larangan ini."
Sebelumnya, para aktivis anti-rokok dan pakar kesehatan sangat memuji langkah Selandia Baru atas undang-undang tersebut, di mana secara luas dipandang sebagai yang terdepan di dunia.
Bahkan, pemerintah konservatif Inggris baru-baru ini juga mengumumkan rencana kebijakan serupa dengan yang diluncurkan oleh mantan PM Ardern.
Kelompok anti-merokok Health Coalition Aotearoa, yang namanya diambil dari nama suku Maori di Selandia Baru, mengecam pembatalan kebijakan tersebut.
"Ini adalah kerugian yang sangat besar bagi kesehatan masyarakat kita, dan kemenangan besar bagi industri tembakau, di mana keuntungannya akan meningkat dengan mengorbankan nyawa warga Selandia Baru," kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
Janji untuk menekan inflasi yang membandel
Luxon mengambil alih jabatan perdana menteri Selandia Baru, enam minggu setelah Partai Nasional yang konservatif memenangkan pemilu nasional.
Pelantikan PM Luxon ini mengakhiri pemerintahan enam tahun Partai Buruh yang dipimpin oleh Ardern. Sebelumnya, Ardern mengumumkan pengunduran dirinya secara mengejutkan setelah menjabat selama lima tahun, dan mengatakan bahwa dia tidak lagi memiliki "cukup tenaga".
PM Luxon merupakan mantan direktur pelaksana maskapai penerbangan domestik Air New Zealand. Dia telah berjanji untuk mengatasi inflasi, sehingga pemerintahannya mampu menurunkan suku bunga Selandia Baru. Partainya juga membentuk koalisi tiga arah, yang juga mencakup partai konservatif ACT.
kp/rs (AFP, AP)
(ita/ita)