Reformasi UU Pemilihan Umum di Hong Kong diyakini akan semakin menyudutkan posisi kelompok pro-demokrasi, yang saat ini pun sudah merasakan tajamnya UU Keamanan Nasional yang baru.
"UU ini akan memicu gempa yang menggoyang kepentingan politik lokal," kata seorang pejabat yang terlibat dalam penyusunan naskah Undang-undang.
Amandemen itu dikabarkan bakal diperkenalkan pada pertemuan tahunan Kongres Rakyat Nasional yang dimulai Jumat (5/3). Pekan lalu seorang pejabat senior China, Xia Baolong, sudah mengisyaratkan bahwa Beijing akan melakukan perubahan sistematis, dan hanya akan mengizinkan kaum "patriot" untuk memangku jabatan politik di Hong Kong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam transkrip pidatonya yang dipublikasi oleh majalah pro-Beijing, Bauhinia, Xia mengatakan sistem pemilu di Hong Kong harus "didesain" ulang untuk menyesuaikan dengan situasi teranyar. Menurutnya pemilu harus mengucilkan "penghasut anti-China" yang hanya akan membawa kerusakan dan teror, katanya merujuk pada kelompok pro-demokrasi.
Xia enggan merinci reformasi yang dimaksud. Namun rencana itu disinyalir akan berdampak pada parlemen Hong Kong, dan komposisi anggota komite yang berwenang memilih kepala eksekutif, tutur seorang pejabat lain yang enggan disebut namanya.
Kekhawatiran kaum pro-Beijing
Tak ayal, rencana itu disambut penolakan. "Reformasi ini menghancurkan sejentik harapan bagi demokrasi di masa depan," kata Lee Cheuk-yan, bekas anggota parlemen pro-demokrasi.
"Satu-satunya konsep yang diajukan Xia Baolong adalah bahwa Partai Komunis China menguasai Hong Kong dan hanya mereka yang setia kepada partai yang bisa memegang peran."
Lee mendengar kabar ihwal rencana reformasi oleh China pada pekan lalu, di tengah proses persidangannya dalam kasus dugaan subversi menyusul aksi protes pada Agustus 2019.
"Suara rakyat tidak lagi menentukan," kata dia kepada Reuters di sela-sela sidang. "Ini adalah kekuasaan satu partai, secara total."
Asimilasi politik antara China dan Hong Kong bahkan ikut memancing kekhawatiran sejumlah individu pro-Beijing. Mereka mengkhawatirkan manuver China pada akhirnya akan melukai kepentingan Hong Kong.
"Jangan berlebihan dan membunuh pasiennya," kata Shiu Sin-por, seorang politisi pro-China dan bekas Kepala Kepolisian Hong Kong, seusai bertemu Xia, pekan lalu. Menurutnya perlawanan oposisi sudah berhasil dipadamkan oleh UU Keamanan Nasional.
Dua politisi pro-Beijing senior lain mengatakan kepada Reuters, reformasi sistem pemilu akan semakin membebani reputasi internasional Hong Kong, terutama menyusul gelombang penggerebekan pasca pemberlakuan UU Keamanan Nasional.
"Sangat menyedihkan melihat Hong Kong jatuh ke level ini," kata salah seorang politisi mengomentari reformasi pemilu. "Kita menyerahkan Hong Kong ke generasi selanjutnya dalam kondisi yang lebih buruk."
"Tidak ada lagi yang normal," kata salah seorangnya. "Ini adalah abnormalitas yang baru."
Meski demikian, pemerintah Hong Kong bersikeras pihaknya tetap memprioritaskan pelaksanaan prinsip "patriot menguasai Hong Kong" melalui reformasi pemilihan umum, demikian menurut keterangan pers yang dilansir Reuters.
rzn/hp (rtr, afp)
Simak juga '47 Aktivis Hong Kong Dituduh Subversif':