"Pemerintah tidak berhasil menjembatani antara kelompok Ahmadiyah dan yang anti. Untuk itu, kita mendorong agar Bakor Pakem dibubarkan," kata Koordinator Riset HAM Imparsial, Bhatara Ibnu Reza, dalam jumpa pers di kantornya, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (18/4/2008).
Menurut Bhatara, dengan keputusan Bakor Pakem yang memberi peringatan keras atas keberadaan Ahmadiyah di Indonesia, justru membuka pintu pelanggaran HAM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebenarnya, lanjut Bhatara, dalam perselisihan ini pemerintah menjadi penengah, bukan memutuskan. "Kalau ada dialog, seharusnya pemerintah mengembalikan kepada masyarakat lagi, bukan dengan kekuasaan," ujarnya.
Sementara, Peneliti Bidang HAM Imparsial Gufron Mabruri menambahkan, keberadaan Bakor Pakem merupakan bentuk intervensi negara terhadap keyakinan dan agama yang seharusnya menjadi hak dan kewenangan individu. "Jadi Bakor Pakem itu harus dikaji ulang," imbuhnya.
Sedangkan Managing Director Imparsial Rusdi Marpaung menyatakan, Bakor Pakem dibentuk melalui SK Jaksa Agung No KEP-108/JA/5/1984 dengan dasar hukum UU No 1/PNPS/1965 yang dikeluarkan di era Orde Lama. Lembaga ini dinilai tidak sesuai lagi dengan semangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan HAM.
"Lembaga ini posisinya berada di bawah Kejagung yang melalui keputusan-keputusan selama ini justru menjadi kuburan bagi kebebasan beragama dan keyakinan di Indonesia," ucapnya. (zal/mly)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini