Berdasarkan data terakhir Paguyuban Warga Braga pada 15 Januari 2008, sebanyak 120 unit gedung berdiri sepanjang Jalan Braga. Dari jumlah itu, hanya 55 persen atau 60 gedung yang aktif sebagai tempat usaha, 40 unit atau 33,3 persen pasif atau kosong dan 14 unit atau 11,7 persen semi pasif.
Masih berdasarkan data tersebut, bangunan asli yang masih tersisa 88 unit atau 73,7 persen. Sementara gedung yang sudah tidak layak dan tidak mungkin direhabilitasi lagi ada 21 unit dan bangunan yang masih bisa dipertahankan sebanyak 7 unit. Saat ini, selain gedung tua yang masih bertahan di Jalan Braga, berdiri juga pusat pertokoan modern yaitu Braga City Walk dan juga apartemen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah kota selama ini hanya menyentuh kulitnya saja. Program-programnya masih sebatas perbaikan trotoar atau penanaman pohon. Tapi unsur-unsur ekonomi dan komunitinya tidak tersentuh, padahal itu yang paling penting," ujar David kepada detikcom.
Menurut dia, konsep Braga City Walk atau "ngabaraga" yang sekarang ditawarkan oleh Pemkot tidak akan berhasil jika hanya dilakukan secara parsial. "Seharusnya Pemda mengajak semua pihak, baik itu warga, LSM, pengusaha-pengusaha di Braga, untuk merumuskan bersama skenario besar untuk pembangunan Braga ini. Jadi ada visi-misi yang jelas, bukan hanya sebatas program yang buang-buang anggaran," tambah David yang juga merupakan anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) wilayah Bandung. (ern/asy)