Menu berbahan tempe lainnya, seperti sayur tempe cabe ijo, juga tidak berbekas. Demikian juga masakan berbahan dasar tahu.
"Sekarang nggak ada tempe," ujar ibu penjual sarapan di pinggir halte Setiabudi, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (15/1/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
timun. Tapi kini orek tempe digantinya dengan sambal goreng kentang.
Penjual toge goreng juga mengurangi kelengkapan menunya yaitu tahu.
"Jangan marah ya kalau nggak nemuin tahu, sekarang nggak ada tahu lagi. Di pasar susah nyarinya," kata abang toge goreng yang sesekali mangkal di depan sebuah kantor di Jalan Buncit Raya.
Si abang mengaku biasa belanja bahan dagangannya di Pasar Minggu. Senin pagi dia mengaku kecewa tidak menemukan penjual tahu langganannya, pun penjual-penjual yang lain.
"Sebetulnya tadi ada satu orang yang nekat jualan, tapi teman-temannya yang mau demo marah. Tahunya langsung ditumpahin semua. Pedagang marah harga kedelai mahal," katanya.
Tahu putih potongan besar yang biasanya dibeli seharga Rp 1.000, kata dia, kini dipasarkan seharga Rp 2.000.
"Nggak cuma tahu, oncom aja susah dicari. Terpaksa bumbu toge goreng nggak pake oncom banyak-banyak. Abis oncom kan dibikin dari ampas tahu. Tapi dijamin tetap enaklah," katanya.
Meski tempe dan tahu lenyap di pasaran, bukan berarti kini tidak ada lagi orang yang menikmati makanan rakyat itu. Sejumlah masyarakat masih bisa menikmatinya karena mereka telah menyetok tempe atau tahu sejak jauh-jauh hari.
"Tadi pagi saya masih sarapan pake tempe, karena sempat nyetok. Karena sudah jarang dijual, rasanya nikmat banget makan tempe pagi ini," ujar Wati, karyawati yang berkantor di Pejaten.
Anehnya, meski kedelai yang mahal, toge yang berbahan dasar kacang ijo pun sempat lenyap. Di Pasar Cibinong, toge sempat susah dicari. Kalau pun ada, stok yang dijual tidak sebanyak biasanya. (umi/nrl)