Selain menjadi perhatian publik dan selebriti, isu perubahan iklim juga menangguk hadiah Nobel. Isu ini sekaligus membuat pusing para politisi dari segala jenjang.
Badan PBB untuk perubahan iklim atau Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah menyampaikan prediksi para pakar mereka. Antara lain, betapa mengerikannya akibat perubahan iklim. Keputusannya: pemanasan global adalah fakta. Manusia memikul tanggung jawab tak terelakkan sebagai kompensasi dari penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali.
Penyusutan gletser dan tertutupnya lapisan salju masih terjadi secara terus menerus. Semua itu berujung pada penderitaan bagi jutaan orang. Menurut IPPC, kekeringan, banjir, naiknya permukaan air laut dan angin topan, akan mengarah pada bencana kelaparan, penyakit dan kehilangan tempat tinggal. Tak ada negara yang luput dari kerusakan itu.
Pada Juni 2007, digelar pertemuan negara-negara besar yang tergabung dalam G8. Saat itu, Presiden AS George W Bush yang acapkali dituduh tidak peduli dengan isu ini bergabung dengan negara kaya lainnya untuk bersumpah mengurangi emisi karbon. Dia juga berjanji untuk serius mempertimbangkan tujuan Eropa yang akan mengendalikan pencemaran sebelum 2050. Demikian diberitakan AFP, Rabu (26/12/2007).
Pada Juli 2007, konser Live Earth yang digelar untuk ikut andil melambungkan isu perubahan iklim. Konser yang juga diramaikan grup musik Red Hot Chili Peppers ini mengusung tema menyelamatkan bumi dari pemanasan global.
Pada September 2007, Sekjen PBB Ban Ki-moon mengambil peran untuk isu perubahan iklim. Dia pun mengadakan sebuah konferensi yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Waktu untuk ragu-ragu sudah berlalu," kata Ban.
Pada pekan yang sama di bulan itu, Presiden Bush menggagas sebuah inisiatif yang diikuti 16 negara yang memiliki andil dalam 80 persen gas emisi global.
Pada November 2007, isu perubahan iklim menjulang dalam hadiah Nobel yang diraih mantan Wakil Presiden AS Al Gore. Gore dan IPPC dianugerahi Nobel Perdamaian 2007 atas usahanya membangun dan menyebarkan pengetahuan soal perubahan iklim.
Genderang isu perubahan iklim semakin kencang bertalu pada Desember 2007 di Bali. Di Pulau Dewata itu, 190 negara yang tergabung dalam forum PBB untuk perubahan iklim (UNFCCC) sepakat menggelar perundingan untuk kesepakatan baru. Utamanya, soal pemangkasan emisi dan upaya menolong negara miskin yang terkena dampak langsung dari pemanasan global.
Siapa Membayar?
Konferensi di Bali yang berlangsung selama 2 minggu itu juga membuka kebenaran yang tak mengenakkan tentang perubahan iklim. Setiap orang sepakat, perubahan iklim adalah suatu bahaya. Banyak pula pakar yang menyebut bencana akan datang lebih cepat dan lebih garang dari yang diduga.
Ada triliunan dolar yang harus dikeluarkan untuk mengekang pencemaran bahan bakar fosil dan mengganti dengan energi ramah lingkungan. Dana besar juga diperlukan untuk mendukung negara-negara berkembang dalam. Namun tidak ada pernyataan mutlak, siapa yang harus membayar semua ini.
Apakah sebaiknya negara-negara kaya, yang jadi sejahtera dengan mengisi pundi-pundinya dengan mengimpor minyak, gas dan batu bara murah? Atau justru Cina, India, dan negara berpenduduk besar lainnya yang akan bertanggung jawab atas masalah yang diprediksi semakin besar ini?
Bali, pada pokoknya, adalah sebuah negosiasi untuk memulai negosiasi. (fiq/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini