Gempa Bengkulu
Mengais Untung Saat Bencana
Selasa, 18 Sep 2007 16:08 WIB
Bengkulu - Ketika sebuah bencana terjadi, biasanya orang akan saling tolong-menolong. Namun nyatanya tidak semua orang demikian. Masih ada saja orang yang mencoba meraup keuntungan, seperti saat bencana gempa bumi di Bengkulu."Hari pertama gempa, lampu rumah saya banyak yang putus. Lalu, saat listrik menyala, saya membeli lampu di toko. Harganya naik 100 persen," kata Husni, petugas Media Centre Sartkolak Bencana Bengkulu, kepada detik detikcom Selasa (18/9/2007). "Ditawar pun tidak mau. Katanya, mau beli oke, tidak juga oke. Benar-benar bingung, saat orang susah masih banyak yang cari keuntungan," lanjutnya. Sementara di Kabupaten Mukomuko, sehari setelah bencana, para pengecer minyak yang berjualan di sepanjang jalan menuju kota Mukomuko menjual bensin menjadi Rp 7.000 per liter. Padahal bensin sendiri belum langka. Di SPBU sendiri, puluhan motor pengecer bensin antre. Lalu, memasuki hari keempat dan kelima pascagempa, bensin naik menjadi Rp 10.000 per liter. "Saya bingung. Lagi ada bencana, semua mencari keuntungan. Padahal kita mau bantu mereka, kita yang diperas. Saya tidak mengerti," kata seorang wartawan asal Palembang.Kekesalan yang sama dikatakan seorang wartawan asal Jakarta. Dia kesal ketika makan untuk buka puasa di Mukomuko. Bayangkan untuk makan semangkok mie rebus tanpa telor, secangkir kopi susu, dia harus membayar Rp 15.000. "Saya betul-betul bingung. Saat makan, si pemilik warung juga minta tolong diberitakan kalau dirinya dan sebagian keluarganya belum menerima bantuan," kata si wartawan. Lalu, harga barang juga turut naik. Misalnya tenda plastik yang berukuran 4 x 6 meter yang biasanya dijual Rp 75 ribu naik menjadi Rp 100 ribu. Begitupun harga pakaian. Bahkan, air mineral isi ulang yang biasa dijual Rp 3.000 per galon naik menjadi Rp 10.000 per galon. Memang, secara teori pasar, kian langka suatu barang maka kian mahal harga jual dan belinya. Yang menjadi persoalan, itu terjadi di tengah bencana alam yang sewaktu-waktu dapat merengut nyawa si penjual dan si pembeli. "Coba kalau makanan dan barang-barang di toko mereka disapu tsunami, kan sia-sia. Dalam kondisi ini coba berlomba memberi bantuan," kata Husni.
(tw/djo)