Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Hakim Konstitusi Arsul Sani tak terbukti melanggar kode etik. MKMK menyatakan Arsul Sani tak melakukan pemalsuan dokumen pendidikan doktoral.
Putusan itu dibacakan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang pembacaan putusan terhadap perkara aduan dugaan ijazah palsu Arsul Sani di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (11/12/2025). Arsul Sani hadir secara daring.
"Hakim Terduga tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam prinsip integritas dalam Sapta Karsa Hutama," kata Dewa saat membaca putusan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, Hakim MKMK, Ridwan Mansyur, mengatakan Majelis Kehormatan menemukan bahwa Arsul Sani mengikuti proses pendidikan doktoral secara sah. Berdasarkan penelusuran, MKMK meyakini dokumen ijazah sebagai bukti kelulusan Arsul Sani yang diberikan Collegium Humanum merupakan dokumen asli dan autentik.
"Dengan kata lain, dari perspektif dokumen ijazah sebagai objek persoalannya, Majelis Kehormatan tidak menemukan adanya pemalsuan dokumen berupa ijazah pendidikan doktoral yang dilakukan oleh Hakim Terduga maupun tindakan Hakim Terduga yang menggunakan dokumen (ijazah) palsu, seolah-olah asli, untuk memenuhi persyaratan dalam mencalonkan diri sebagai hakim konstitusi," ujarnya.
Sementara itu, Hakim MKMK Yuliandri, mengatakan Arsul Sani memulai proses pendudukan di Collegium Humanum pada Agustus 2025. Dia mengatakan Arsul Sani juga sudah pernah mengikuti program doktoral di Glasgow School for Business and Society, Glasgow Caledonian University (GCU) di Skotlandia pada September 2010.
"Akan tetapi, Hakim Terduga tidak berhasil menyelesaikan studinya dengan alasan kesibukan pribadi meski demikian, Hakim Terduga berhasil menyelesaikan sebagian studinya dan berhak mempertahankan nilai pada sebagian mata kuliah yang pernah diikutinya, termasuk gelar 'Professional Master' dari GCU," paparnya.
"Ketika muncul keinginan untuk melanjutkan studi doktoralnya, salah satu pertimbangan yang menjadi perhatian Hakim Terduga adalah apakah universitas dimaksud 'mengakui' nilai-nilai mata kuliah yang pernah diikutinya di GCU, sehingga Hakim Terduga tidak perlu lagi mengikuti kuliah-kuliah yang serupa," sambung dia.
Menurut MKMK, dari sisi kepraktisan yang menjadi pertimbangan Arsul Sani untuk melanjutkan studi doktor, tidak berbenturan dengan persoalan etika. Selain itu, MKMK menilai sebelum proses pendaftaran, Arsul Sani telah berhati-hati dalam menjatuhkan pilihannya dengan melakukan pemeriksaan reputasi kampus melalui internet.
"Langkah-langkah ini dalam pandangan Majelis Kehormatan pantas dinilai sebagai hal yang patut dilakukan," katanya.
Yuliandri mengatakan MKMK juga menemukan fakta selama proses pendidikan tersebut, Arsul Sani mengajukan penelitian disertasi dengan judul 'Re-examining the consideration of national security interests and human rights protection in counter terrorism legal policy: a case study on! Indonesia with focus on post Bal-bombings development'. Menurut dia, MKMK tidak dalam posisi untuk menilai kelayakan studi maupun hasil penelitian tersebut.
Yuliandri mengatakan pihaknya tak menemukan cukup bukti untuk meragukan proses penelitian yang dilakukan Arsul Sani. Terlebih, menurut dia, telah ada upaya dari Arsul Sani untuk melakukan penerjemahan penelitiannya ke Bahasa Indonesia dan diterbitkan sebagai buku dengan judul 'Keamanan Nasional dan Perlindungan HAM: Dialekika Kontraterorisme di Indonesia' (Penerbit Buku Kompas, 2023).
"Hal ini menunjukkan sikap bahwa penelitiannya dilakukan dengan sungguh-sungguh serta ada keinginan untuk menyebarluaskan gagasannya kepada publik yang lebih luas, tidak hanya berupa hasil penelitian disertasi yang dituliskan dalam bahasa asing in casu bahasa Inggris," ujarnya.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan pertimbangan yang telah diuraikan di atas, Majelis Kehormatan tiba pada kesimpulan bahwa, dalam konteks penegakan Sapta Karsa Hutama, Hakim Terduga tidak terbukti melakukan perbuatan yang diduga melanggar etik yang dikaitkan dengan pemalsuan dokumen atau dengan sengaja menggunakan dokumen, in casu ijazah pendidikan doktoral, palsu dalam memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi," imbuh dia.
Saksikan Live DetikSore:
Lihat juga Video 'Demo di MK Tuntut Arsul Sani Dicopot Buntut Tudingan Ijazah Palsu':
(amw/gbr)










































