Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN RI) Komjen Suyudi Ario Seto menghadiri sidang ke-68 The Commission on Narcotic Drugs (CND) yang berlangsung pada 4-5 Desember 2025 di United Nations Headquarters, Wina. Dalam forum ini, Komjen Suyudi menyoroti ancaman narkotika sintetis.
Forum ini membahas perkembangan implementasi tiga Konvensi Internasional Pengendalian Narkotika, tren global narkotika sintetis, rekomendasi teknis WHO, serta dinamika geopolitik yang memengaruhi arah kebijakan narkotika internasional.
Dalam agenda pembahasan implementasi konvensi, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) memaparkan lonjakan signifikan jumlah New Psychoactive Substances (NPS) atau zat baru yang menyerupai narkotika secara global. Dari 254 jenis menjadi lebih dari 1.400 jenis dalam satu dekade terakhir, termasuk 168 opioid sintetis yang telah terdeteksi.
Tren ini selaras dengan meningkatnya peredaran designer precursors dan kelompok zat sintetis baru seperti nitazenes, yang kini menjadi perhatian utama negara-negara anggota.
WHO melalui Expert Committee on Drug Dependence (ECDD) merekomendasikan dua jenis nitazenes untuk dimasukkan ke Schedule I Konvensi 1961, serta MDMB-Fubinaca ke Schedule II Konvensi 1971. Sementara itu, perdebatan juga mengemuka terkait status daun koka, dengan rekomendasi WHO agar tetap berada di Schedule I, posisi yang didukung Indonesia.
Komjen Suyudi menegaskan pentingnya kesiapan nasional dalam menghadapi ancaman narkotika sintetis. Ia bicara perlunya bagi Indonesia memperkuat kapasitas laboratorium untuk sistem deteksi dini.
"Indonesia memerlukan penguatan kapasitas laboratorium, sistem deteksi dini, dan standar toksikologi yang memadai guna mengantisipasi masuknya narkotika jenis baru, serta mendukung model class-based scheduling bagi zat sintetis berisiko tinggi," ujarnya.
Dalam sidang juga dibahas perkembangan implementasi Resolusi 68/6 mengenai pembentukan Panel Ahli Independen beranggotakan 19 pakar internasional. Hingga sesi ini, 15 kandidat ahli telah mendapatkan persetujuan, sementara beberapa kelompok regional masih berproses untuk mencapai konsensus.
Panel ini akan berperan penting dalam menyusun analisis ilmiah yang menentukan arah kebijakan global terkait narkotika dan prekursor. Dinamika geopolitik turut mempengaruhi jalannya persidangan, mulai perdebatan mengenai operasi antinarkotika, keberatan negara terhadap kandidat panel dari kawasan tertentu, hingga sorotan negara-negara Asia dan Afrika terkait penanganan opioid sintetis.
Simak Video "Video Kepala BNN: Pelabuhan Tikus Incaran Para Bandar Narkoba"
(eva/dhn)