×
Ad

Komisi Reformasi Minta Polri Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Ricuh Agustus

Devi Puspitasari - detikNews
Kamis, 04 Des 2025 16:07 WIB
Komisi Percepatan Reformasi Polri usai rapat bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Jakarta Selatan. (Devi P/detikcom)
Jakarta -

Komisi Percepatan Reformasi Polri menggelar rapat bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Jakarta Selatan. Komisi Reformasi Polri meminta 1.038 pelaku dalam kericuhan Agustus lalu dikaji ulang.

"Satu di antaranya adalah respons kepolisian terhadap aktivis-aktivis peserta demonstrasi Agustus Kelabu yang lalu," ujar Ketua Komisi Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie saat konferensi pers di Jaksel, Kamis (4/12/2025).

Komisi Percepatan Reformasi Polri meminta Kapolri mengkaji ulang status hukum para pelaku. Jimly merasa perlu ada pengurangan jumlah dari pihak yang diproses hukum.

"Nah dari sekian ini tadi disepakati di komisi, kita minta, kita rekomendasikan kepada Kapolri untuk mengkaji ulang. Tujuannya supaya ada pengurangan jumlah jangan 1.038 itu. Itu termasuk terlalu besar, meskipun demonstrasi yang kemarin sangat masif," jelasnya.

Jimly menyarankan pentingnya memberi perlakuan khusus dan perlindungan lebih melalui tiga kategori, yaitu pelaku perempuan, pelaku difabel, dan pelaku anak-anak.

"Itu kita minta supaya diberi pertimbangan sehingga kalaupun tidak bisa dikeluarkan dari statusnya ya itu paling tidak ada penangguhan, ditangguhkan. Jadi saya ulangi kelompok perempuan, difabel, dan yang ketiga anak-anak," ucapnya.

Dia mengatakan pelaku yang masuk kategori anak berhadapan hukum harus mendapatkan perlakuan khusus untuk menjamin hak mereka.

"Meskipun banyak sekali anak-anak sekarang ini ya terlibat gitu ya harus dikategorikan sebagai tindak pidana. Tapi karena pertimbangan masih anak-anak diberi perlakuan khusus dan perlindungan yang lebih. Nah jumlahnya berapa ini akan dikaji oleh Kapolri dengan intern, nanti akan diumumkan pada waktunya," ucapnya.

Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Mahfud Md, mengatakan pihaknya juga menyoroti penangkapan dua aktivis dan satu pegawai saat ricuh Agustus untuk dikaji ulang. Ketiganya yaitu Adetya Pramandira, Fathul Munif, dan Laras Faizati.

"Saudara dari 1.038 yang ditangkap karena atau ditahan karena kerusuhan Agustus itu, kami tadi memberi perhatian kepada tiga orang yang mungkin perlu diperhatikan untuk segera dilepas," ujar Mahfud.

"Pertama orang bernama Laras Faizati dia bekerja di kantor majelis antarparlemen ASEAN. Jadi di jam kerusuhan dia itu ditangkap dan di HP-nya konon tertulis ikut belasungkawa atas meninggalnya Affan," tambahnya.

Laras ditahan karena diduga menyebarkan provokasi saat demo ricuh akhir Agustus. Laras juga diberhentikan dari pekerjaannya sebagai Pegawai AIPA.

"Oleh sebab itu kami tadi bersepakat ya dengan Pak Kapolri ini agar dilihat lebih dulu apa benar dia ini bersalah. Kalau nggak, insyaallah akan sekurang-kurangnya ditangguhkan kalau tidak dilepaskan," jelasnya.

Kemudian kedua aktivis lingkungan Adetya Pramandira dan Fathul Munif yang ditangkap oleh Polda Jawa Tengah. Saat ditangkap, Adetya baru diinformasikan sebagai tersangka dalam kasus ricuh Agustus.

"Orang ini adalah aktivis lingkungan sehingga kita minta ketentuan tentang anti-slap ya perlindungan hukum terhadap pegiat lingkungan hidup saksi, pelapor, terlapor dan ahli yang memperjuangkan kestabilan lingkungan hidup itu dibeli perlindungan khusus oleh kepolisian," kata Mahfud.

"Oleh sebab itu, kami juga menyarankan dan kami tadi semua ini dengan tim dari Polri setuju untuk memprioritaskan melihat ini," tutupnya.

Tonton juga video "Komisi Reformasi Polri Ajak Masyarakat Beri Masukan, Via WA atau Email"




(jbr/jbr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork