Aiptu Maliana Sri Wahyuni, berhasil mengungkap kasus anak disodomi oleh tukang urut di Kapuas, Kalimantan Tengah. Aiptu Maliana juga menyelamatkan anak yang dibawa kabur ke Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh pacarnya.
Aiptu Maliani saat ini menjabat sebagai PS Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Kapuas. Atas aksi dalam memberikan perlindungan perempuan dan anak itu, Aiptu Maliani diusulkan oleh SDM Polda Kapuas untuk program Hoegeng Corner 2025.
Berbagai kasus ditangani Aiptu Maliana sejak menjadi PS Kanit PPA pada 2019. Ada kasus yang membekas di ingatan Aiptu Maliana, yakni kasus anak perempuan yang dibawa kabur oleh pacarnya untuk dinikahi di NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan di tahun 2021, orang tua korban di perusahaan kerjanya, ada melaporkan ke kami kalau anaknya itu dibawa pacarnya. Pacarnya orang NTB yang bekerja di perusahaan tersebut," kata Aiptu Maliani saat berbincang dengan detikcom, Senin (29/9/2025).
Aiptu Maliana dan jajaran segera bergerak mengusut kasus. Dia berhasil melacak keberadaan pelaku setelah korban menelepon kepada keluarganya. Aiptu Maliana langsung menggandeng bagian Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polda Kapuas.
"Dari nomor telepon yang menghubungi terdeteksi di NTB, sudah dibawa dalam jangka waktu berapa hari. Dari dia pergi dari rumah sampai ke NTB itu sekitar semingguan. Jadi Jatanras koordinasi sama Polda NTB," jelasnya.
Usia korban pada saat itu 16 tahun, sementara pacar korban atau pelaku berusia 21 tahun. Pelaku diduga membawa kabur korban untuk melangsungkan pernikahan.
"Bahwa mereka akan melangsungkan pernikahan, ada infonya anak ini pindah agama. Keluarga keberatan karena korban agamanya nasrani. Kami langsung ke sana, nikahnya rencana Minggu, kami datang Sabtu dan koordinasi dengan kepala desa, dengan polres setempat, kami ambil. Sebelum nikah itu, hari Sabtu, kami amankan pelakunya, kami bawa ke Kapuas sini," tutur dia.
Aiptu Maliana saat meninjau TKP kasus kekerasan terhadap anak di Kapuas. (Foto: dok. Istimewa) |
Maliana mengatakan korban dan pelaku sudah lama pacaran. Karena tidak mendapatkan restu, pelaku membawa kabur korban ke NTB.
"Pacaran, dibawa kabur sama pacar ini, ternyata dibawa kembali ke kampung halaman pelaku. Dari awal mereka tidak direstui karena perbedaan agama dan korban masih sekolah," jelasnya.
Proses pengungkapan kasus ini tidak sampai satu bulan. Maliana juga mendapatkan penghargaan dari Komnas Anak dalam pengungkapan kasus ini.
"Prosesnya nggak sampai sebulan. Nggak lama setelah lapor, karena nomor HP bisa dilidik, nggak sampai sebulan kami ambil korbannya itu. Kebetulan itu juga mendapat dari Komnas Perlindungan anak perkara itu memang, karena dinilai penanganannya cepat," jelasnya.
Ungkap Kasus Bocah Disodomi Tukang Urut
Pada 2020, Aiptu Maliana mengungkap kasus bocah 10 tahun disodomi oleh tukang urut. Pelaku mengiming-imingi korban dengan uang jajan.
"Pelaku ini kebetulan tukang urut, dan anak sering main di daerah situ. Anak ini sering dipanggil, dibawa masuk ke rumahnya. Karena dikasih duit, diimingi-imingi, dikasih duit buat jajan, dibawa nginap. Karena dia merasa sudah sakit, akhirnya dia cerita ke kakeknya, karena sakit di duburnya," ucap dia.
Maliana mengatakan korban tinggal bersama kakek dan neneknya. Korban pada saat itu sempat mengalami trauma hingga tak mau sekolah.
"Itu belum ada UPTD (PPA), dengan Dinas Sosial kami koordinasi, karena faktor ekonomi anak ini nggak mau sekolah lagi, jadi kita perlu Dinas Sosial kita gandeng anak ini harus kita pikirkan masa depannya, untuk sekolahnya," kata Maliana.
Aiptu Maliana saat ke TPK kasus anak di Kapuas (Foto: dok. Istimewa) |
Dalam penanganan kasus ini, Maliana menggandeng sejumlah pihak. Dia berkoordinasi dengan Polda Kalteng untuk tes kesehatan mental pelaku hingga mencari dengan yayasan untuk pendidikan korban.
"Kemarin sempat kami masukkan yayasan, terus ada keluarga yang ambil. Sekarang anak itu sudah tidak ada kendala lagi, sudah ambil kembali sama bapaknya," katanya.
Kasus ini sudah diputus oleh pengadilan. Pelaku dihukum 9 tahun penjara.
Maliana mengatakan kasus pencabulan terhadap anak menjadi salah satu kasus yang sering terjadi di Kapuas. Dia melakukan upaya pencegahan dengan cara sosialisasi hingga menerapkan hukuman maksimal kepada pelaku untuk menimbulkan efek jera.
"Banyak di sini, yang kekeknya, terus cucunya korban, itu juga divonis 10 tahun. Bapak kandung ada juga itu, ibunya di penjara, bapaknya memperkosa anaknya. Kami tantangannya begitu... kadang apa ya, kadang kita jiwa keibuan kita sudah seperti itu kasihan lihat korban," jelasnya.
Turunkan Angka Pencabulan dengan Sosialisasi
Guna menurunkan angka pencabulan bagi anak, Maliana menggandeng sejumlah pihak untuk melakukan sosialisasi. Dia mengajak anak-anak untuk berani melapor jika mengalami pelecehan.
"Biasanya kami sosialisasi ke sekolah, di kecamatan kami koordinasi ke Kapolsek terdekat untuk sosialisasi ke sekolah dengan menyampaikan ke sekolah kalau ini... bullying, persetubuhan, pasalnya ini untuk pelaku atau korban anak, kami sosialisasi ke sekolah untuk pencegahan dan koordinasi dengan Dinas UPTD Kabupaten Kapuas," jelasnya.
Maliana mengatakan sosialisasi cukup memberikan dampak. Dia memaparkan angka pencabulan anak pada tahun 2025.
"Penurunan dari tahun kemarin dan tahun ini Alhamdulillah turun kasusnya, tahun kemarin 25 untuk unit PPA, untuk tahun ini kami 11 aja, sudah turun," katanya.
Berikan Perlindungan ke Korban
Maliana melakukan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan mengutamakan hak-hak korban. Dia ingin korban merasa aman. Maliana akan berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak agar korban mendapatkan pendampingan.
"Kalau mereka merasa tidak aman di rumah, kami koordinasi dengan UPTD, mereka yang menyiapkan rumah amannya, kita koordinasi ada yang menunggui, nanti kita sampaikan, kalau ada ancaman baik dari keluarga pelaku ataupun dari masyarakat sekitar atau siapapun itu langsung hubungi ke kami, supaya mereka merasa aman," jelasnya.
Korban juga akan diberikan pendampingan psikologis. Hal ini diharapkan agar korban bisa pulih secara total.
"Psikolog mendampingi, nanti pas pemeriksaan juga ikut psikolog pendamping dan psikolog klinis. Kalau untuk BAP untuk psikolog pendamping, kalau psikolog klinis untuk kelengkapan di berkas kami, atau misalkan kondisi korban trauma terlalu dalam, nanti kita koordinasi sama mereka ada nanti lanjutan sebagai saksi ahli, permintaan ada ke provinsi," tutur dia.
Aiptu Maliana sosialisasi pencegahan kasus perempuan dan anak di Kapuas (Foto: dok. Istimewa) |
(lir/aud)














































