Bripka Rikha Tri Sartika sejak 2008 telah bertugas menangani dan membongkar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Barat (Kalbar). Belasan tahun ia berkomitmen melindungi perempuan, anak-anak, serta kelompok rentan.
Atas kiprahnya itu, Bripka Rikha diusulkan oleh Ditreskrimum Polda Kalbar dalam Hoegeng Corner 2025. Saat ini, Rikha menjadi Bintara Unit 1 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Kalbar.
Bripka Rikha menyebut telah menangani lebih dari seratus kasus penganiayaan, pencabulan, hingga pemerkosaan terhadap perempuan dan anak. Dari seratusan kasus itu, dia terkesan dengan penanganan dua perkara, yaitu kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus pengantin pesanan dan kasus dukun cabul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, kasus TPPO dengan modus pengantin pesanan yang terjadi di Kalbar pada tahun 2023. Menurut Rikha, kasus ini menyasar para perempuan di Kalbar yang dijadikan korban dan tak sedikit korbannya berusia di bawah umur. Para korban dibawa ke China dengan modus dinikahi warga China, tapi akhirnya di sana dijual.
"Itu kan warga negara Tiongkok. Mereka berpikir begini, kalau menikah dengan sesama warga Tiongkok, maharnya mahal, kalau orang Indonesia murah, menurut mereka," kata Bripka Rikha kepada detikcom, Kamis (31/10/2025).
Dengan tren pemikiran warga China itu, ada pihak di China yang memanfaatkan kesempatan dengan menjadi makcomblang atau perantara jodoh. Makcomblang dari China itu kemudian membentuk jaringan di Kalbar untuk mencari perempuan-perempuan lokal yang mau dinikahi pria China.
Bripka Rikha menyebut makcomblang di Kalbar ini telah memetakan perempuan-perempuan lokal yang bisa menjadi korban. Menurutnya, rata-rata korban adalah perempuan-perempuan muda dari keluarga yang berekonomi kurang dan berasal dari daerah.
"Kebanyakan korbannya itu orang daerah yang mungkin kurang pengetahuan, jadi dikasih mahar Rp 30 juta. Misalnya dia tertarik sama si A, orang tua si A itu kasih Rp 30 juta maharnya. Si makcomblangnya (dari Indonesia) itu (dapat) lebih dari Rp 30 juta, kisarannya itu Rp 50 juta sampai Rp 70 juta," ucapnya.
Setelah orang tua korban setuju diberi Rp 30 juta, makcomblang dari Kalbar dan China mengurus surat-surat pernikahan dari masing-masing negara. Kemudian perempuan korban itu dibawa ke China, yang tujuan akhirnya akan dijadikan pelacur.
"Kebanyakan sih itu hanya modus saja, bukan untuk dinikahi. Mungkin hanya satu bulan, setelah itu dijual sama yang lain lagi di Tiongkok. Modusnya saja dinikahi, tapi pada akhirnya dijual, paling 30 persen yang bener dinikahi, tapi 70 persen itu dijual dijadikan pelacur di Tiongkok," ujar Rikha.
Mendapat laporan itu, Bripka Rikha turun tangan melakukan penyelidikan. Usut punya usut ternyata para pelaku merupakan sindikat TPPO modus pengantin pesanan. Para pelaku menjalankan peran masing-masing.
"Kalau yang kayak gini tuh sindikat, masing-masing perannya beda-beda, ada yang perannya ngurus dokumen, ada yang nyiapin tempat, ada yang perannya merekrut, itu mencari ke pedalaman-pedalaman. Untuk anak-anak, sudah di-mapping anak-anak yang kurang mampu orang tuanya atau orang tua yang anaknya banyak dan tidak mampu membiayai anak-anaknya. Nah, itu yang di-mapping pelaku," jelasnya.
Total, polisi meringkus lima pelaku warga Indonesia yang melakukan kejahatan TPPO modus pengantin pesanan di Kalbar. Sementara itu, korban jumlahnya ada 6 orang. Saat ini, pelaku utamanya, yakni makcomblang, sudah dijerat 10 tahun penjara.
"Kejadian tahun 2023, (sekarang) udah vonis, makcomblangnya itu vonisnya 10 tahun," katanya.
Kasus Dukun Cabul Pengganda Uang
Kedua, kasus dukun cabul yang mengaku-aku bisa menggandakan uang dengan syarat ritual bersama anak gadis. Padahal bukan uangnya yang digandakan, malah anak perempuan yang menjadi korban dicabuli pelaku hingga diperkosa.
Bripka Rikha menyebut pengungkapan kasus dukun cabul pengganda uang itu dilakukan pada 2021. Menurutnya, pelaku merayu para orang tua yang kalang kabut membutuhkan uang banyak dan memiliki anak gadis.
"Dia iming-imingnya itu nih penggandaan uang Rp 1 juta bisa jadi Rp 10 juta. Tapi dengan catatan, 'saya harus ada perantara nih ritual yang harus dilakukan, tapi harus anak gadis'. Dengan orang yang mungkin pengetahuannya kurang ibu-ibu bapak-bapak ini kan, tanpa pikir panjang korbanin anaknya," ucap Rikha.
Awal mula kasus terbongkar, karena ada salah satu korban yang berani bersuara. Bukan kepada orang tua atau kerabatnya, korban langsung melaporkan lewat Facebook kepada Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak (KPPAD) Kalbar.
"Korban ini dijadikan anak angkat diajak sama si kakek pelaku ini ke Pontianak. Korban ini ada menghubungi pihak KPPAD, 'Bu, saya ini, saya diginiin sama dukun, rumah saya di Pontianak Timur, saya minta tolong Bu, saya disetubuhi', ngehubunginya itu pakai Facebook. Terus KPPAD komunikasi ke saya," ujarnya.
Menerima laporan korban, KPPAD Kalbar berkoordinasi langsung dengan Bripka Rikha. Kemudian Bripka Rikha dan jajaran Ditkrimum Polda Kalbar melakukan penyelidikan.
Saat proses penyelidikan, korban diketahui disekolahkan oleh si pelaku di Pontianak. Korban pun dijemput polisi di sekolahnya dan dibawa ke Polda Kalbar untuk penyelidikan. Dari keterangan korban akhirnya ulah bejat dukun cabul terungkap.
"Ternyata dia (korban) itu disetubuhi lebih dari 20 kali. Setelah itu kami lakukan penyelidikan, alat buktinya sudah cukup, yang bersangkutan kami amankan di rumahnya Pontianak Timur," katanya.
Penyelidikan Bripka Rikha tak berhenti di situ. Ia curiga korban dukun cabul pengganda uang itu lebih dari satu. Kecurigaan Rikha benar, pelaku juga melakukan aksi bejatnya di wilayah Sampit, Kalimantan Tengah. Ternyata total korban ada 7 anak perempuan di bawah umur.
"Dari situ kami tahu semua, ternyata korbannya ada tujuh," ucapnya.
Bripka Rikha mengungkap alasan enam korban lainnya tak berani bersuara tentang apa yang terjadi selama proses ritual yang dilakukan pelaku bersama para korbannya. Menurutnya, para korban diancam akan dibunuh oleh pelaku jika menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada orang tuanya. Saat ini, pelaku sudah divonis hukuman penjara 13 tahun.
Atas kiprahnya dalam penanganan kasus itu, Bripka Rikha mendapat penghargaan dari KPPAD Kalbar, Gubernur Kalbar, hingga Kapolda Kalbar pada masa tersebut.
"Alhamdulillah, saya senang sekali atas penghargaan yang diberikan kepada saya terkait pengungkapan kasus-kasus yang saya tangani. Saya merasa bangga dan akan terus memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak. Saya tetap bekerja keras dalam pengungkapan kasus perempuan dan anak, perlindungan PMI, maupun penyelundupan. Penghargaan itu buat saya semakin semangat bekerja," imbuhnya.
(fas/knv)










































