Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menggelar rapat dengan Kemendikdasmen dan Kemenag untuk meninjau Undang-Undang Guru dan Dosen. Anggota Baleg DPR Sugiat Santoso mengatakan UU Guru dan Dosen itu harus direvisi.
Sugiat mengatakan guru dan dosen menghadapi berbagai persoalan, mulai kesejahteraan hingga perlindungan. Dia mengatakan revisi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diperlukan untuk memperbaiki kesejahteraan guru.
"Terkait persoalan kesejahteraan guru, baik guru di sekolah swasta maupun sekolah negeri. Guru-guru di sekolah swasta itu tidak memiliki gaji pokok yang mana upah mereka diperoleh atas kebijakan keuangan dari yayasan yang dihitung dari jumlah jam berdiri di kelas," kata Sugiat kepada wartawan, Kamis (27/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara di sekolah negeri persoalan yang sama juga terjadi terhadap guru-guru berstatus honorer, yang terkadang digaji hanya Rp 300 ribu hingga Rp 600 ribu per bulan dengan menyesuaikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)," tambahnya.
Sugiat mengatakan negara dapat menjamin kesejahteraan guru dengan membuat aturan upah minimum dalam UU Guru dan Dosen. Dia mengatakan sistemnya bisa mirip dengan penetapan UMR.
"Penting bagi negara secara teknis menetapkan upah minum bagi guru layaknya pemerintah daerah menetapkan upah minimum regional (UMR) bagi masyarakat yang bekerja di sebuah perusahaan," ujarnya.
Dia mengatakan gaji guru di masa depan bisa didapatkan lewat dana BOS maupun subsidi khusus dari pemerintah pusat. Dia mengatakan UUD 1945 telah mewajibkan minimal 20 persen APBN dialokasikan ke pendidikan.
Dia menyebut revisi UU Guru dan Dosen juga diperlukan untuk memberi perlindungan bagi guru. Dia mengungkit kasus Kepala SMAN 1 Cimarga yang sempat dicopot setelah menampar murid yang merokok di lingkungan sekolah.
"Perlindungan hukum profesi guru harus dipertegas dalam undang-undang layaknya negara melindungi profesi dokter, profesi pengacara, dan profesi wartawan. Pada kerangka teknis diperlukan pasal yang jelas dalam revisi RUU tentang guru dalam memisahkan tindakan yang sifatnya pidana dan pelanggaran profesi," ujarnya.
Dia mengatakan tata kelola guru juga harus diperbaiki lewat revisi UU. Dia mengatakan birokrasi berjenjang kerap menghambat distribusi guru. Dia mengatakan revisi juga diperlukan agar guru yang ASN tak dimanfaatkan secara politis.
"Pengelolaan sistem pendidikan yang terdesentralasi seperti ini pada akhirnya menghadirkan nuansa politik sangat kuat karena institusi sekolah secara tidak langsung harus tunduk kepada kepala daerah. Pasalnya kepala-kepala sekolah dipilih oleh kepala daerah melalui dinas pendidikan di daerah yang membuat mereka kerap diharuskan terlibat dalam politik elektoral pada momen pilkada," ujarnya.
Pada Rabu (19/11), Baleg DPR telah menggelar rapat kerja (Raker) bersama Kemendikdasmen dan Kemenag membahas hasil pemantauan dan peninjauan UU Guru dan Dosen. Dalam rapat itu, muncul sejumlah usulan untuk mengubah tata kelola guru.
Misalnya, Wamendikdasmen Atip Latipulhayat mengusulkan agar guru harus diatur sebagai profesi. Menurutnya, hal itu penting agar guru-guru yang ASN tak disibukkan juga dengan urusan administratif.
Berikutnya, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikdasmen, Nunuk Suryani, mengatakan pengelolaan guru akan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Dia menyebut hal itu diperlukan untuk mempermudah distribusi guru.
Selain itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar juga mengatakan ada banyak persoalan nasib guru di bawa Kemenag. Dia mengungkit ada guru madrasah yang bukan ASN digaji Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan. Menurutnya, hal itu harus segera diatasi.
Simak juga Video 'Berapa Kenaikan UMP DIY 2026?':
(azh/haf)










































