Gonjang-ganjing Posisi Gus Yahya di Pucuk Pimpinan PBNU

Gonjang-ganjing Posisi Gus Yahya di Pucuk Pimpinan PBNU

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 27 Nov 2025 07:21 WIB
Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya di acara Kongres Keluarga Maslahat NU 2025, di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Gus Yahya di acara Kongres Keluarga Maslahat NU 2025, di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (31/1/2025). (Foto: dok. PBNU)
Jakarta -

Posisi pucuk kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah bergejolak. Hasil rapat Rais Aam terbaru, diputuskan bahwa Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tidak lagi berstatus Ketua Umum.

Keputusan itu tertuang dalam surat bernomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 tentang tindak lanjut keputusan rapat syuriyah PBNU yang tertanda tangani Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir pada 25 November 2025. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari risalah rapat sebelumnya yang meminta Gus Yahya mundur dari posisi Ketua Umum.

Di surat terbaru, diputuskan Gus Yahya tidak lagi berstatus Ketua Umum terhitung sejak 26 November. Gus Yahya disebut tidak lagi berwenang menggunakan hak atas jabatan Ketua Umum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB," bunyi keputusan surat tersebut.

ADVERTISEMENT

"Bahwa berdasarkan butir 3 di atas, maka KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas, dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU maupun bertindak untuk dan atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB," lanjut keterangan keputusan.

Surat ini juga meminta agar PBNU segera menggelar rapat pleno. Rapat itu untuk membahas pemberhentian dan pergantian fungsionaris dalam struktur PBNU.

"Bahwa untuk memenuhi ketentuan dan mekanisme yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat, Pasal 8 huruf a dan b Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, serta Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor: 01/X/2023 tentang Pedoman Pemberhentian Pengurus, Pergantian Pengurus Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan Pada Perkumpulan Nahdlatul Ulama, maka Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan segera menggelar rapat pleno," demikian bunyi keterangan tersebut.

Dalam surat itu juga disebut, selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU, kepemimpinan pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.

Waketum PBNU Sebut Surat Tidak Sah

Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni membantah surat keputusan rapat harian Syuriyah yang memutuskan Gus Yahya tidak lagi berstatus Ketua Umum. Ia menegaskan surat itu bukan merupakan dokumen resmi organisasi setelah dilakukan verifikasi administratif dan digital.

PBNU telah menyampaikan penjelasan resmi melalui surat bernomor 4786/PB.03/A.I.01.08/99/11/2025 tertanggal 26 November 2025 M/05 Jumadal Akhirah 1447 H. Dalam penjelasan tersebut, ditegaskan bahwa dokumen pemberhentian Gus Yahya tidak memenuhi ketentuan administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pedoman Administrasi, khususnya terkait keabsahan surat resmi PBNU.

"Surat resmi PBNU harus ditandatangani oleh empat unsur, yakni Rais Aam, Katib Aam, Ketua Umum, serta Sekretaris Jenderal. Dokumen yang beredar tidak memenuhi ketentuan tersebut," ujar Amin Said, Rabu (26/11/2025).

Ia menjelaskan sistem persuratan PBNU kini telah dilengkapi mekanisme keamanan berlapis, termasuk stempel digital Peruri dengan QR code di bagian kiri bawah surat, serta footer resmi yang menyatakan bahwa dokumen ditandatangani secara elektronik oleh Digdaya Persuratan dan distempel digital oleh Peruri Tera. Sementara itu, dokumen yang beredar itu, menurutnya, tidak memenuhi standar tersebut.

Selain itu, Amin Said menyebut surat yang beredar memuat watermark "DRAFT", yang menandakan bahwa dokumen tersebut bukan surat final dan karenanya tidak memiliki kekuatan administrasi. Pemindaian QR code pada surat tersebut juga menunjukkan status "TTD Belum Sah", sehingga tidak dapat diakui sebagai dokumen resmi PBNU.

Lebih jauh, saat nomor surat itu diverifikasi melalui laman resmi verifikasi.nu.id/surat, sistem memberikan keterangan "Nomor Dokumen tidak terdaftar". Amin Said mempertegas bahwa surat tersebut tidak valid dan tidak terdapat dalam basis data resmi PBNU.

Amin Said mengimbau seluruh jajaran pengurus serta warga Nahdlatul Ulama di semua tingkatan tetap tenang dan selalu memeriksa keaslian dokumen yang mengatasnamakan PBNU melalui saluran resmi.

"PBNU meminta seluruh pihak melakukan verifikasi keaslian surat melalui situs verifikasi-surat.nu.id atau menggunakan Peruri Code Scanner. Keabsahan dokumen PBNU ditentukan oleh prosedur administrasi resmi, bukan oleh beredarnya informasi," tegasnya.

Amin Said menekankan kedisiplinan administrasi sangat penting untuk menjaga ketertiban organisasi dan mencegah kesimpangsiuran informasi. Hanya dokumen yang memenuhi seluruh ketentuan resmi yang dapat dinyatakan sah sebagai keputusan PBNU.

Gus Yahya Buka Suara

Senada, Gus Yahya menyebut surat keputusan rapat harian Syuriyah yang memutuskan dirinya tidak lagi berstatus Ketua Umum tidak sah. Gus Yahya menyebut surat keputusan itu tidak memenuhi aturan standar administrasi PBNU. Dia mengatakan harus ada tanda tangan dari unsur Syuriyah maupun Tanfidziyah.

"Nah kenapa tidak sah? Pertama, karena surat itu tidak memenuhi standar administrasi NU yang sudah diatur dalam satu set aturan di lingkungan NU, yaitu bahwa surat edaran itu tidak ditandatangani oleh empat orang dari unsur Syuriyah dan Tanfidziyah. Maka sebagai surat edaran itu tidak dapat diterima," kata Gus Yahya kepada wartawan, Rabu (26/11/2025).

Gus Yahya menyebut surat keputusan itu tidak bisa dijadikan dasar dokumen resmi. Dia mengatakan nomor surat itu juga tidak dikenal.

"Itulah sebabnya kemudian surat edaran itu juga tidak bisa mendapatkan pengasahan dari sistem digital kita sehingga walaupun draf sudah dibuat tapi tidak bisa mendapatkan stempel digital dan apabila dicek di link bawah surat itu, itu akan diketahui bahwa nomor surat yang dicantumkan di situ juga tidak dikenal," katanya.

"Sehingga surat itu memang tidak memenuhi ketentuan dengan kata lain tidak sah dan tidak mungkin bisa digunakan sebagai dokumen resmi," tambahnya.

Simak Video 'Gus Yahya Duga Ada Pihak Eksternal Ingin NU Pecah':

Halaman 3 dari 3
(eva/whn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads