Pemprov DKI Ungkap Penyebab Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Naik

Pemprov DKI Ungkap Penyebab Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Naik

Brigitta Belia Permata Sari - detikNews
Senin, 24 Nov 2025 12:33 WIB
Suasana terkini Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (1/12). Kantor Gubernur DKI Jakarta terpaksa harus tutup pasca Anies Baswedan positif dinyatakan COVID-19 berdasarkan hasil tes usap yang dilakukan Senin (30/11).  Sementara itu gedung utama Balai Kota yang terpisah dari kantor Gubernur Anies Baswedan tetap buka dengan menerapkan protokol kesehatan
Gedung Balai Kota Jakarta (Pradita Utama/detikcom)
Jakarta -

Pemprov DKI Jakarta membeberkan beberapa faktor yang memicu meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Ibu Kota. Beberapa faktor itu mulai tekanan ekonomi, pola asuh, hingga dampak negatif penggunaan gadget.

Staf Khusus Gubernur DKI Bidang Komunikasi Publik, Chico Hakim, menjelaskan, dinamika kota besar seperti kemacetan, biaya hidup tinggi, dan perubahan pola keluarga turut memperkuat risiko kekerasan.

"Tekanan ekonomi keluarga masih menjadi pemicu terbesar. Pengangguran, biaya hidup, dan relasi keluarga yang tidak stabil sering berujung konflik rumah tangga, dan perempuan serta anak menjadi korban utamanya," ujar Chico dalam keterangan, Senin (24/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain faktor ekonomi, pola asuh keluarga menjadi perhatian. Banyak orang tua yang kewalahan membagi waktu antara pekerjaan dan mengasuh anak, sementara pengetahuan tentang parenting positif masih minim.

Kondisi ini, lanjut Chico, meningkatkan risiko kekerasan emosional ataupun fisik, terutama ketika anak mencari pelarian di luar rumah.

ADVERTISEMENT

Faktor berikutnya adalah dampak negatif gadget dan media digital. Paparan konten kekerasan, cyber bullying, hingga interaksi tidak sehat di media sosial dinilai memengaruhi perilaku pelaku, terutama remaja.

"Urbanisasi membuat anak semakin bergantung pada gadget. Sayangnya, ini juga membuka ruang kekerasan baru, termasuk yang bermula di dunia maya dan berlanjut secara fisik," ungkapnya.

Selain itu, lingkungan sosial yang tak acuh juga menjadi pemicu. Minimnya dukungan tetangga, relasi kuasa di sekolah atau komunitas, hingga isolasi sosial di kawasan padat membuat korban semakin sulit mencari bantuan. Sementara pada perempuan muda, norma patriarki, ketimpangan gender, hingga pernikahan dini menjadi faktor struktural yang memicu kekerasan.

Chico menambahkan, berdasarkan survei nasional 2025, sebanyak 70% korban memilih tidak melapor karena takut stigma dan pembalasan.

"Pencegahan harus dimulai dari keluarga, edukasi itu kunci," tegasnya.

Kasus Kekerasan Ibu dan Anak Naik

Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta, Iin Mutmainah, mengungkapkan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta pada 2025 telah mencapai 1.917 kasus. Angka ini hampir menyamai total laporan sepanjang 2024, meski baru memasuki akhir November.

"Kalau trennya naik memang setiap tahun. Bulan ini saja sudah hampir menyamai akhir tahun lalu, jadi memang trennya naik," kata Iin di Balai Kota Jakarta, Sabtu (22/11).

Iin menjelaskan, korban kekerasan tahun ini didominasi kelompok anak di bawah umur. "53% itu komposisi jumlah kasus anak, baik anak perempuan maupun laki-laki di bawah umur 18 tahun," ujarnya.

Menurut Iin, kenaikan jumlah laporan juga menunjukkan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk melapor. Pemprov DKI memiliki berbagai kanal pengaduan, baik secara offline maupun online.

"Kita punya UPT PPA, Puspa, layanan mobile konseling, dan 44 titik pos pengaduan di kecamatan atau RPTRA, masing-masing dengan konselor dan paralegal," jelasnya.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Suami di Tasik Aniaya Istri gegara Cemburu Korban Kerap Main TikTok"
[Gambas:Video 20detik]
(bel/jbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads