Empat siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 21 Surabaya berkesempatan mengikuti program sister school di Khon Kaen University, Thailand, membuka pengalaman pertama mereka belajar dan tampil di luar negeri. Bagi salah satu peserta, Muhammad Saifullah (17), program ini menjadi momen yang mengubah hidup dan membentuk kembali kepercayaan dirinya.
Saiful mengaku tak bisa menyembunyikan rasa bahagia sekaligus bangga saat pertama kali tiba di Thailand. Ia menuturkan, pengalaman perdana naik pesawat dan kesempatan mengikuti program student exchange ke luar negeri menjadi momen berharga yang membuatnya semakin antusias.
"Senang banget, karena baru pertama kali naik pesawat, bangga juga ke luar negeri untuk mengikuti student exchange," katanya dengan antusias dalam keterangan tertulis, Minggu (23/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Program ini lahir dari kerja sama SRMA 21 Surabaya dengan Labschool Unesa, melibatkan 13 siswa dari kedua sekolah. Dari 97 siswa Sekolah Rakyat, hanya empat terbaik dari tiap Rombongan Belajar (Rombel) yang dipilih berdasarkan kemampuan Bahasa Inggris dan bakat untuk mengikuti kegiatan di Thailand.
"Dipilih melalui Bahasa Inggris, juga karena bakatnya, ada yang bakatnya menari dan juga rias untuk memperlihatkan budaya Indonesia ke Thailand. Terus yang lainnya, ke kemampuan Bahasa Inggrisnya, komunikasi Bahasa Inggrisnya," jelas Saiful.
Sejak SMP, Saiful mengaku senang dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. Di Sekolah Rakyat, Ia menuturkan telah belajar simple past tense, simple present tense, serta deskriptif text.
"Aku paling suka Bahasa Inggris. Soalnya Bahasa Inggris itu sangat seru. Bahasanya juga cukup gaul-gaul," ujarnya.
Belajar Bahasa dan Menampilkan Tari Remo
Di Thailand, kegiatan meliputi sit in class di Khon Kaen Demonstration School untuk siswa SMP serta Pre-University Class di Fakultas Ilmu Pendidikan Khon Kaen University bagi siswa SMA.
"Belajar tentang Bahasa Inggris, bahasa lebih mendalam, sama aja sih belajarnya. Seperti simple present tense, simple past tense itu, dan juga grammar, serta belajar kimia tapi menggunakan Bahasa Inggris," ucap Saiful.
Para siswa Sekolah Rakyat belajar banyak hal selama di Thailand, termasuk memperkenalkan budaya Indonesia melalui tari tradisional dari Jawa Timur yaitu Tari Remo yang dibawakan dengan narasi Bahasa Inggris.
"Itu pas awal-awal masuk ke universitasnya, langsung kita seremoni apel pagi itu, bersama rektor yang ada di sana. Kita menampilkan dua tarian, yaitu Tari Remo dari Sekolah Rakyat, dan juga Tari Jaipong dari Labschool," ujarnya.
Selain belajar di kelas, siswa Sekolah Rakyat juga diajak mengenal budaya lokal lewat social study di Bangkok dan Laos. Saiful menceritakan, kunjungan ke Laos berupa city tour sehari penuh, meliputi pusat souvenir, patung Buddha, dan museum.
Pengalaman berkunjung ke Thailand adalah momentum yang tidak terlupakan bagi keempat siswa Sekolah Rakyat, khususnya Saiful.
"Harapanku untuk tahun depan semoga bisa ada lagi dan bisa terpilih lagi untuk menjadi salah satu peserta student exchange ke luar negeri," ungkapnya.
Jadi Lebih Baik di Sekolah Rakyat
Saiful berasal dari keluarga broken home, orang tuanya bercerai saat ia berusia 5 tahun. Sejak itu, ia sama sekali tidak mengetahui kabar ibunya dan bahkan tidak pernah berkomunikasi melalui gawai.
Tidak mudah bagi anak tunggal seperti Saiful untuk hidup tanpa kasih sayang seorang ibu. Ia tumbuh menjadi anak yang tertutup dan lebih senang menyendiri.
"Pas saya di SD dan SMP, saya itu orangnya sangat introvert, jarang bergaul," kata Saiful.
Namun, di Sekolah Rakyat hidupnya mulai berubah. Berkat sistem berasrama serta kebersamaan dari lingkungan sekitar, Ia lebih mudah bergaul dan berkomunikasi.
"Biasanya kalau saya pulang sekolah itu jalan kaki sendirian, namun di sini ditemani sama banyak teman-teman, terus di sini juga saya mulai bisa menjadi extrovert. Di sini saya lebih mudah ngobrol sama seseorang," ungkapnya.
Selama tiga bulan di Sekolah Rakyat, Saiful merasakan suasana hangat dengan guru-guru berpengalaman yang menggunakan metode mengajar menarik dan mudah dipahami.
Sebanyak 18 guru mengajar di kelas, didukung 11 wali asuh dan 3 wali asrama yang mendampingi siswa sepanjang kegiatan. Selain tenaga pendidik yang memadai, sekolah juga memiliki fasilitas unggul yang menunjang proses belajar.
"Fasilitasnya di sini sangat nyaman, karena sudah ber-AC, memiliki wastafel, dan kasurnya yang sangat empuk," ujar Saiful.
Sekolah Rakyat bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga membentuk karakter. Saiful merasakan perubahan nyata, di mana ia menjadi lebih rajin beribadah sekaligus tekun belajar selama berada di sekolah tersebut.
"Pas saya masih di rumah itu, belum di sini itu, saya sangat jarang banget beribadah sama belajar. Setelah di sini, saya sangat rajin untuk beribadah dan belajar. Soalnya di sini teman-temannya asyik, gurunya juga. Akhirnya membuat saya menjadi termotivasi dan melakukan rajin itu secara istiqomah," tuturnya.
Sekolah Rakyat menjadi harapan baru bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu seperti Saiful, memberi kesempatan untuk mengubah nasib. Di sana, mereka tidak hanya dibentuk karakternya, tetapi juga didorong untuk kembali merajut mimpi yang sempat terpendam.
"Melalui cita-cita saya, saya juga ingin mengubah ekonomi keluarga saya yang sedang turun seperti ini. Saya juga ingin membahagiakan orang tua saya, serta meng-umrahkan mereka," pungkasnya.
(anl/ega)










































