Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menjelaskan sejumlah alasan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh harus direvisi. Bima mengatakan ada perkembangan yang terjadi sehingga UU itu juga harus diubah.
"Perubahan dalam hal tata kelola pemerintahan dan hubungan antara pemerintah pusat dan Aceh adalah keniscayaan karena ada dinamika politik, ada dinamika fiskal, dan kebutuhan-kebutuhan pembangunan. Karena itu, menurut hemat kami, memang sangat urgen untuk kita bersama-sama meninjau kembali norma-norma dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006," ujar Bima dalam rapat Baleg DPR membahas RUU Pemerintah Aceh di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Bima menguraikan sejumlah catatan terkait kendala mengimplementasikan norma-norma dalam UU Pemerintahan Aceh saat ini. Pertama, katanya, ada disharmonisasi peraturan perundang-undangan antara pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh dengan berbagai macam peraturan perundang-undangan nasional, seperti kewenangan bidang pertanahan di Aceh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Bima mengatakan pelaksanaan kewenangan khusus belum optimal di lapangan. Bima mengatakan faktor keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan anggaran dan tantangan regulasi membuat pelaksanaan UU tersebut belum optimal.
Berikutnya, Bima menyebut perlunya perbaikan pengawasan dan tata kelola dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh. Bima mengatakan ada sisa anggaran yang cukup tinggi setiap tahun di Aceh.
"Data-data dari kami menunjukkan bahwa isu utama adalah silpa atau sisa lebih perhitungan anggaran setiap tahun itu tinggi, terutama ketika alokasi Dana Otsus ini angkanya 2 persen dari total DAU nasional. Artinya, perlu diberikan penguatan-penguatan dalam mekanisme pengaturan pengawasan dan akuntabilitas tata kelola Dana Otsus," ujarnya.
Bima mengatakan ada pula lembaga-lembaga di Aceh yang berjalan tanpa panduan baku. Bima mengatakan lembaga pendukung harusnya bisa bersinergi dalam penggunaan Dana Otsus.
"Karena itu, atas dasar evaluasi-evaluasi tadi disiapkan kami memetakan beberapa isu strategis yang kiranya bisa dipertimbangkan untuk masuk dalam rencana perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 ini," ujarnya.
Menurut Bima, harus ada harmonisasi aturan terkait pemerintahan Aceh. Bima mengatakan revisi UU Pemerintahan Aceh harus lebih menegaskan kewenangan khusus di Aceh.
"Kita mengamati sering kali masih ada kecenderungan ego sektoral dari kementerian atau lembaga, sehingga implementasi dari kewenangan khusus Aceh ini kemudian berjalan tidak efektif," ujarnya.
Bima mengatakan UU yang ada juga belum mengatur detail soal tata cara konsultasi dan pertimbangan perubahan UU dengan DPR Aceh. Perubahan, katanya, juga harus dilakukan dalam pengelolaan Dana Otsus.
"Isu yang betul-betul memerlukan atensi kita, besaran alokasi yang belum tepat sasaran, kemudian mekanisme distribusi ke kabupaten/kota yang juga cenderung selalu berubah, dan akuntabilitas atau pengawasan yang perlu diperkuat,"ujarnya.
"Karena itu, sepertinya betul-betul dibutuhkan pengaturan yang lebih detail terkait tata kelola Dana Otsus yang betul-betul jelas dalam rencana perubahan ini agar lebih tepat sasaran dalam mengawal Dana Otsus ini bagi kesejahteraan rakyat Aceh," sambungnya.
Revisi UU ini, kata Bima, juga perlu untuk menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Bima mengatakan ada beberapa putusan MK yang harus diperhatikan dalam revisi UU Pemerintahan Aceh.
"Yang terakhir adalah di atas segalanya, undang-undang yang akan kita sama-sama lakukan pembahasan ini ini hendaknya betul-betul selaras dengan semangat atau spirit dari MoU Helsinki dan prinsip dari NKRI," ujarnya.











































