IPACS 2025 Dorong Kolaborasi untuk Keberlanjutan Lewat Kekuatan Budaya

IPACS 2025 Dorong Kolaborasi untuk Keberlanjutan Lewat Kekuatan Budaya

Diffa Rezy - detikNews
Kamis, 13 Nov 2025 15:43 WIB
IPACS 2025 Dorong Kolaborasi untuk Keberlanjutan Lewat Kekuatan Budaya
Foto: Kemenbud
Jakarta -

Kementerian Kebudayaan menekankan pentingnya budaya sebagai kekuatan untuk membangun masa depan yang berkelanjutan, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan. Melalui forum Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS), para pemimpin dan praktisi lintas negara mendorong kolaborasi kreatif berbasis kearifan lokal.

Acara yang digelar di Kupang pada (12/11) ini mengangkat tema 'Reinventing the Future: Harnessing the Power of Culture For Environmental and Economic Sustainability'. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, menegaskan pentingnya memperkuat solidaritas dan kerja sama budaya di kawasan Pasifik melalui kolaborasi kreatif yang berkelanjutan.

Ia menilai bahwa budaya dan kreativitas telah menjadi kekuatan ekonomi dunia. Berdasarkan UNESCO Cultural and Creative Industry Outlook 2023, sektor budaya dan industri kreatif berkontribusi 3,1% terhadap PDB global dan menyediakan 6,2% lapangan kerja di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, ekonomi kreatif berkontribusi sekitar 94 juta dolar AS dan mendukung 26 juta tenaga kerja di berbagai bidang seperti seni, fesyen, dan kuliner.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai langkah konkret memperkuat jembatan kebudayaan di Pasifik, Pratikno pun mengenalkan empat elemen strategis kolaborasi yang terdiri dari co-create (mencipta bersama melalui seni), co-train (memperkuat kapasitas kreator), co-market (mengembangkan jejaring ekonomi budaya), dan co-protect (melindungi warisan budaya serta memastikan manfaatnya kembali ke komunitas asal).

"IPACS 2025 lebih dari sekadar festival, mari menjadikannya sebuah gerakan yang mengubah seni menjadi kehidupan, warisan menjadi harapan, dan budaya menjadi kekuatan bersama," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (13/11/2025).

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Samoa, dan Tonga, Tantowi Yahya, dalam paparannya yang berjudul 'Tradition as a Blueprint for Sustainability', menuturkan bahwa tradisi budaya yang telah menopang kehidupan masyarakat selama berabad-abad memegang kunci keberlanjutan masa kini. Ia mencontohkan praktik kearifan lokal seperti Sasi di Maluku dan Papua, Raui di Kepulauan Cook, Fa'a Samoa di Samoa, serta sistem adat penggunaan lahan di Nusa Tenggara.

"Sistem tersebut bukanlah tradisi semata, namun menjadi sebuah "teknologi hidup" yang telah teruji selama berabad-abad dan kemudian didesain untuk menjaga keseimbangan antara alam dan masyarakat. Ketika kita berbicara tentang ketahanan iklim, sistem peringatan dini, konservasi laut, atau penggunaan sumber daya berkelanjutan, seringkali kita lupa bahwa leluhur kita sudah lebih dulu menguasai prinsip-prinsip itu jauh sebelum adanya kerangka global," jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa tantangan utama di era modern bukanlah transisi dari tradisi menuju modernitas, melainkan bagaimana transisi tersebut berangkat dari tradisi menuju keberlanjutan. Ia menyebut sejumlah langkah yang bisa dilakukan di antaranya menjadikan pengetahuan lokal sebagai inti kurikulum pendidikan, mengajarkan metode pertanian tradisional, serta memperkuat tata kelola kebudayaan agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman.

"Tradisi dan Transisi bukanlah pilihan, namun menjadi ajakan untuk merangkainya bersama. Budaya juga harus kita tempatkan di pusat dan bukan di pinggiran. Mari kita tetapkan komitmen bersama untuk saling belajar, menghormati kebijaksanaan leluhur, serta bersama-sama menciptakan jalan bagi generasi masa depan," sambungnya.

Kemudian, Menteri Kebudayaan, Warisan Budaya, dan Seni Republik Fiji Ifereimi Vasu menambahkan bahwa budaya adalah inti yang membentuk nilai-nilai dalam memahami dunia. Ia menekankan perlunya kolaborasi pemerintah, swasta, dan lembaga internasional untuk memperkuat infrastruktur kebudayaan.

"Untuk itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga internasional untuk mendorong penguatan infrastruktur kebudayaan. Keterlibatan seluruh lapisan masyarakat mulai dari komunitas, perempuan, hingga anak-anak menjadi penting untuk memastikan keberlanjutan perjalanan kebudayaan yang inklusif. Sehingga permintaan perubahan pada era ini dapat terjawab dengan inovasi berbasis industri kreatif dan kebudayaan (CCIs)," jelasnya.

Ia menyoroti tiga komitmen utama yang perlu dijalankan, yakni memperkuat kebijakan untuk melindungi hak budaya dan memberdayakan masyarakat, memperluas ekonomi baru bagi pemuda serta komunitas marginal melalui pendekatan kreatif, dan membangun kemitraan yang berperan menjaga sekaligus melestarikan kebudayaan.

"Budaya adalah kompas dan jangkar yang mengisahkan asal dan tujuan kita. Dengan menenun inovasi, tradisi, kreatifitas, dan kewirausahaan, kita bisa mentransformasi warisan budaya menjadi satu sektor yang hidup dan berkembang, yang dapat memberdayakan komunitas, menghasilkan penghidupan yang berkelanjutan, dan menunjukkan negara-negara kita kepada seluruh dunia," katanya.

Senada, Wakil Gubernur NTT Johanis Asadoma menyebut kebudayaan sebagai panduan moral dan spiritual untuk masa depan. Ia menegaskan pentingnya keseimbangan antara manusia, alam, dan budaya sebagai kunci keberlanjutan sejati.

"Bagi kami, kebudayaan bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi pedoman untuk masa depan yang mengingatkan kita untuk merawat bumi, melindungi lingkungan, menghormati sesama, dan memuliakan Sang Pencipta," tuturnya.

Johanis menegaskan bahwa seluruh kebijakan daerah difokuskan untuk menumbuhkan keseimbangan itu melalui tiga pilar utama, yakni ekonomi berkelanjutan, pemberdayaan masyarakat, serta pembangunan infrastruktur yang berkeadilan sosial.

"Kami ingin pembangunan tidak hanya membangun secara fisik, tetapi juga memulihkan hubungan antara manusia dan alam," jelas Asadoma. "Pembangunan sejati bukan hanya tentang jalan dan gedung, tetapi tentang membangun manusia dan menumbuhkan relasi sosial." sambungnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti berbagai inisiatif provinsi dalam mengembangkan ekonomi hijau dan kreatif yang berlandaskan kearifan lokal. Menurutnya, program 'One Village, One Product' menjadi contoh nyata bagaimana desa-desa di NTT mengembangkan produk unggulan berbasis tradisi, mulai dari tenun ikat, madu, kopi, garam, hingga rumput laut.

Johanis juga menekankan pentingnya peran pendidikan dalam meneruskan nilai-nilai budaya kepada generasi muda. Melalui kurikulum muatan lokal, anak-anak NTT tidak hanya mempelajari budaya di kelas, tetapi juga melakukan praktek secara langsung, seperti menenun dari pengrajin, memainkan sasando bersama maestro lokal, hingga mendengar kisah dari para tetua adat.

Lebih lanjut, Secretary General Asia Pacific Crafts Alliance Joseph Lo menegaskan bahwa industri budaya dan kreatif (Cultural and Creative Industries/CCI) memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan sekaligus menjaga identitas budaya. Menurutnya, keberlanjutan sektor ini bergantung pada empat elemen utama, yakni modal budaya, pendorong budaya, industri kreatif sebagai produsen, dan rekapitalisasi. Keempatnya membentuk ekosistem yang saling menguatkan, di mana hasil industri kembali memperkaya modal budaya masyarakat.

Ia juga menyoroti pentingnya data dan pemetaan ekosistem CCI. Modal budaya yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan warisan lokal menjadi fondasi utama bagi pengembangan industri kreatif. Para pengrajin, seniman, dan ahli tradisional disebutnya sebagai penjaga sekaligus pengembang nilai-nilai tersebut. Untuk menjaga keberlanjutan, dibutuhkan transfer pengetahuan melalui pendidikan vokasi dan pelatihan kejuruan agar generasi muda dapat menjadi penerus yang inovatif. Menurut Joseph, dengan data, kebijakan, dan program yang terarah, akan terbangun ekosistem CCI yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan.

"Dengan memetakan keterkaitan antara pelaku, sektor, dan potensi daerah, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat mengidentifikasi area yang membutuhkan perhatian lebih dan memperkuat rantai nilai industri kreatif," katanya.

Adapun Praktisi dan Perintis Bhumi Bhuvana Jogja Bukhi Prima Putri dalam gagasannya yang berjudul 'Boja: The Magic Table', menggambarkan bagaimana komunitasnya di Yogyakarta menerapkan gaya hidup yang berpihak pada budaya, lingkungan, dan alam.

"Kami memperhatikan unsur-unsur yang terlibat dalam setiap kegiatan. Misalnya, ketika menggunakan air, kami berpikir bagaimana memastikan air yang digunakan tidak kembali ke lingkungan dalam keadaan tercemar. Karena itu, kami hanya menggunakan sabun yang ramah lingkungan, atau bahkan sabun alami seperti soap nut," tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa Bhumi Bhuvana juga menginisiasi kegiatan 'Boja - The Magic Table' yang berfokus pada tradisi makan melalui berbagai aktivitas, mulai dari pengarsipan resep makanan hingga menstimulasi pancaindra pengunjung yang hadir.

"Dalam hal pengarsipan resep makanan, kami sudah mengumpulkan 10.000 resep dari berbagai manuskrip," tambahnya.

Bukhi menegaskan, setiap program yang dilakukan di Bhumi Bhuvana merupakan upaya untuk membangun masyarakat yang peduli terhadap kedaulatan pangan serta menjadikan keunikan lokal sebagai kekuatan dalam kehidupan modern.

"Dari Boja-The Magic Table, kami harap dapat lahir arsiparis muda yang bersemangat memetakan dan menelusuri sumber pangan dari hulu hingga hilir di daerah masing-masing. Kami juga berharap dapat melahirkan generasi muda yang kembali gemar ke pasar tradisional sekaligus mampu menghidupkan ekonomi lokal. Jika metode ini diterapkan di seluruh negeri, atau bahkan rumah sendiri, kami yakin dunia akan menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni," pungkasnya.

Melalui sesi pleno Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS), para pemimpin, budayawan, dan praktisi Pasifik sepakat bahwa budaya merupakan fondasi utama bagi masa depan yang berkelanjutan. Budaya bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga kekuatan untuk menata masa depan ekonomi, lingkungan, dan kemanusiaan Pasifik secara kolektif.

Lihat juga Video: rabowo Hadiri KTT APEC 2025, Disambut Hangat Presiden Korsel

(ega/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads