Ps Kasium Polsek Kota Jembrana Aiptu I Gusti Ngurah Rai Antanegara sudah 15 tahun membina petani padi dan hortikultura di Jembrana, Bali. Aiptu Ngurah Rai mengajari petani menggunakan cara yang lebih modern untuk meningkatkan hasil panen.
Aiptu Ngurah Rai memulai aksinya itu sejak2009, sejak dirinya masih menjadi penyidik. Atas aksinya ini, Aiptu Ngurah Rai diusulkan untuk Hoegeng Corner oleh Polres Jembrana.
"Tujuan saya ke pertanian awalnya waktu itu sulitnya mencari solar untuk petani. Waktu itu batasi, karena di sini si subak saya mengandalkan tadah hujan, karena di kecamatan saya tidak memiliki sungai, jadi semua menggunakan generator yang diberikan oleh pemerintah sejak 1972," kata Ngurah Rai saat berbincang dengan detikcom, Selasa (21/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ngurah Rai menyebut sistem pertanian di Bali dikelola oleh subak, yakni organisasi kemasyarakatan yang mengatur irigasi dan soal pertanian di Bali. Dia menyebut saat itu, terdapat berbagai permasalahan di Subak yang berdampak ke petani.
"Saya waktu itu masih di penyidik, saya ingin mengawal terkait pupuk bersubsidi pemerintah agar tidak terjadi penyelewengan. Dan menuntun petani agar tidak lagi hasil pertanian dengan sistem ijon, saya tuntun petaninya biar bisa menjual gabah yang sudah dipanen kemudian dijual ke pabrik," kata Ngurah Rai.
Saat ini, Aiptu Ngurah Rai menjabat Wakil Kelihan Subak Pemangket Awen Barat di Desa Tegal Badeng Timur, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Di luar jam dinas, dia akan membina petani, mengurus masalah administrasi hingga pembagian irigasi kelompok tani.
"Kalau di Bali, kelihan subak itu adalah pemimpin subak, karena subak itu kan budaya Bali yang sudah diakui dunia. Kelihan subak itu dijabat oleh anggota subak yang berdomisili di daerah itu, tidak boleh orang lain. Subak adalah pengairan atau irigasi," jelas dia.
Aiptu Ngurah Rai (dua dari kiri) membina petani di Jembrana, Bali (Foto: dok. Istimewa) |
Subak Pemangket Awen Barat ini membawahi 8 kelompok tani, yang terdiri atas petani padi atau petani umum dan petani hortikultura, yakni tanaman jagung, cabai, melon hingga terong. Pada awal Aiptu Ngurah Rai bergabung tahun 2009 dulu, dia menyebut terdapat banyak masalah yang dihadapi kelompok tani ini, sehingga petani kesulitan mendapatkan air hingga pupuk.
"Karena puluhan tahun kepengurusan di subak umum itu ada banyak penyelewengan keuangan, saya diangkat menjadi sekretaris. Sampai sekarang saya benahi semuanya, akhirnya subak umum bisa berjalan. Ada juga beberapa penyelewengan dari hasil pertanian, karena kelompok itu juga mempunyai dana-dana," kata dia.
Aiptu Ngurah Rai membina kelompok tani di luar jam dinasnya di Polsek Kota Jembrana. Dia ingin petani menggunakan cara yang lebih modern sehingga hasil panen semakin baik.
"Karena SDM kami di sini memang rata-rata semua lulusan SD, itu mereka pemahamannya jadi hanya berpikir petani zaman dulu, selalu mengandalkan cuaca, tapi pada kenyataannya sekarang tropis Indonesia bisa berubah, dulu mulai September sudah mulai hujan, tapi kenyataannya Desember baru turun hujan, sekarang sudah mulai berubah," tutur dia.
Untuk meningkatkan hasil pertanian, Aiptu Ngurah Rai biasanya berkolaborasi dengan Dinas Pertanian. Dia juga mengatur pola panen sehingga hasil pertanian lebih maksimal dan terhindar dari hama.
"Saya buat aturan untuk hortikultura, kalau musim tanam sekarang Oktober-Januari dilarang jenis tanaman hortikultura, tetapi diberi kebijakan 20 are dengan tidak diberikan pelayanan untuk didahulukan, itu sebabnya hortikultura itu bisa ditanam setelah bulan Juli," kata Ngurah Rai.
Pengaturan itu dilakukan karena keterbatasan air karena hanya mengandalkan sumur bor. Sehingga, kata dia, tanaman padi akan diselingi dengan tanaman hortikultura.
"Karena memang setahun kami bisa menanam dua kali padi, karena tidak punya sungai dan kita keterbatasan air. Sekarang dari sumur bor sudah 90 pesen tidak menggunakan generator lagi, dengan swadaya kami menggunakan listrik," tutur dia.
Aiptu Ngurah Rai membina petani di Jembrana, Bali (Foto: dok. Istimewa) |
Tingkatkan Perekonomian Petani
Aiptu Ngurah Rai membina 8 kelompok tani dengan total anggota sekitar 200 orang. Total lahan yang dimiliki petani sekitar 150 hektare.
Dulunya, petani menjual hasil pertaniannya dengan sistem ijon, di mana petani menjual ke tengkulak sebelum masa panen tiba. Aiptu Ngurah sistem ijon ini membuat petani hanya mendapatkan sedikit keuntungan.
"Contoh, dulu umpamanya per 1 are (100 m2) pada saat panen raya itu harga 250-300 per are. Kemudian saya kasih penjelasan, 'kenapa kita susah-susah merawat padi sedangkan keuntungan dinimakti orang', akhirnya kita rawat sebaiknya dan hasilnya kita nikmati sendiri," tutur dia.
"Akhirnya sejak itu sudah banyak petani hampir 70 persen yang sudah menjual gabahnya, tidak lagi menjual padi di sawah, di sana keuntungannya. Sehingga kalau dinilai rata-rata, biasanya dijual 300 ribu per are, bisa nilainya sampai 400 kalau dijual gabahnya," imbuhnya.
Hasil panen petani, kata Aiptu Ngurah, akan dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan harga jual di pasaran. Namun, kata dia, kebijakan pemerintah terkait harga gabah kering cukup membantu petani.
"Selain pemerintah menerapkan harga gabah kering ke petani sebesar 6.500 dari semenjak itu saya sampaikan ke petani agar tidak sistem ijon, rata-rata petani mendapatkan keuntungan yang luar biasa," jelasnya.
Biasanya, petani akan panen padi 2 kali dalam setahun. Dia menyebut 1 hektare lahan padi bisa menghasilkan Rp 20 juta setiap kali panen.
"Rata-rata anggaplah, padi panen 100 hari, kalau di 1 hektare itu bisa mendapatkan kalau bagus bersihnya sampai di atas 20 juta per hektare, sudah di luar biayanya. Dampaknya luar biasa, setelah mengikuti program yang saya lakukan luar biasa, artinya perekonomian petani di sini sudah semakin maju dibandingkan dulu," kata dia.
Dalam satu tahun itu, para petani juga menyelingi untuk menanam tanaman hortikultura. Biasanya petani ada yang memilih bertanam jagung, tomat, semangka hingga cabai.
"Kalau untuk horti seperti cabai itu (panennya) lama, seperti kemarin sempat 70 juta sampai akhir, bisa sampai 6 bulan, kalau terong rata-rata 2 bulan, ya rata-rata sampai 20 juta," tutur Ngurah Rai.
Ngurah Rai menguasai ilmu pertanian dari orang tuanya. Sejak kecil Ngurah Rai sudah ikut ke sawah karena orang tuanya seorang petani.
"Saya selain menjadi anggota Polri, setelah anggota kepolisian, sorenya saya bertani, terjun langsung. Selain untuk membantu petani yang lain saya juga memberikan edukasi bagaimana cara petani biar bisa menjadi petani modern, tidak harus seperti zaman dulu," pungkasnya.
Aiptu Ngurah Rai bina petani di Jembrana, Bali (Foto: dok. Istimewa) |
(lir/knv)














































