Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mendorong adanya sistem deteksi dini di sekolah usai insiden ledakan SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara. KPAI menilai literasi digital anak sangat diperlukan.
"Tanpa literasi digital yang kuat, anak dapat dengan mudah terpapar konten yang mengandung kekerasan, kebencian, dan ideologi ekstrim yang dibalut dengan moralitas palsu," kata Aris kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).
"Fenomena digital grooming ideologis semakin marak, di mana anak dijadikan sasaran untuk mengadopsi pandangan ekstrem melalui interaksi daring yang tampak ramah dan edukatif," sambungnya.
Dia mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pihak sekolah dan kepolisian, untuk memastikan proses penanganan dilakukan dengan pendekatan perlindungan anak. Selain itu, juga diperlukan pemulihan psikososial, baik untuk korban maupun pelaku.
"KPAI mendorong langkah-langkah strategis, pertama, Penguatan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) di lingkungan sekolah untuk mendeteksi dini perubahan perilaku siswa, termasuk isolasi sosial, ujaran kebencian, atau ketertarikan terhadap konten kekerasan," ujarnya.
Selain itu, dia menilai perlu adanya pengembangan support system sekolah oleh guru, psikolog, hingga orang tua. Hal itu, agar membangun komunikasi terbuka dan empatik terhadap siswa.
Kemudian, juga diperlukan pendidikan literasi digital anti-kekerasan agar siswa mampu mengenali dan menolak konten ekstrem di dunia maya. Dia mengatakan perlu juga adanya penguatan regulasi dan SOP.
"KPAI menegaskan bahwa setiap anak, baik pelaku maupun korban, berhak mendapatkan perlindungan, bimbingan, dan kesempatan untuk pulih," tuturnya.
"Kekerasan dan faham ekstremisme, bukan hanya masalah individu, tetapi cermin dari ekosistem pendidikan yang perlu diperkuat secara menyeluruh, dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga ruang digital," imbuh dia.
(amw/eva)