Buntut Insiden SMAN 72, KPAI Minta Sekolah Awasi Perubahan Perilaku Siswa

Buntut Insiden SMAN 72, KPAI Minta Sekolah Awasi Perubahan Perilaku Siswa

Anggi Muliawati - detikNews
Rabu, 12 Nov 2025 05:28 WIB
Anggota Brimob menjaga kawasan SMA Negeri 72 Kelapa Gading setelah terjadi ledakan, Jumat (7/11/2025).  Ledakan diduga bersumber dari speaker di area masjid sekolah.
Foto: Peristiwa ledakan terjadi di SMAN 72 Kelapa Gading, pada Jumat (7/11/2025) (Gilang Faturahman/detikcom)
Jakarta -

Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mendorong adanya sistem deteksi dini di sekolah usai insiden ledakan SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara. KPAI menilai literasi digital anak sangat diperlukan.

"Tanpa literasi digital yang kuat, anak dapat dengan mudah terpapar konten yang mengandung kekerasan, kebencian, dan ideologi ekstrim yang dibalut dengan moralitas palsu," kata Aris kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).

"Fenomena digital grooming ideologis semakin marak, di mana anak dijadikan sasaran untuk mengadopsi pandangan ekstrem melalui interaksi daring yang tampak ramah dan edukatif," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pihak sekolah dan kepolisian, untuk memastikan proses penanganan dilakukan dengan pendekatan perlindungan anak. Selain itu, juga diperlukan pemulihan psikososial, baik untuk korban maupun pelaku.

ADVERTISEMENT

"KPAI mendorong langkah-langkah strategis, pertama, Penguatan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) di lingkungan sekolah untuk mendeteksi dini perubahan perilaku siswa, termasuk isolasi sosial, ujaran kebencian, atau ketertarikan terhadap konten kekerasan," ujarnya.

Selain itu, dia menilai perlu adanya pengembangan support system sekolah oleh guru, psikolog, hingga orang tua. Hal itu, agar membangun komunikasi terbuka dan empatik terhadap siswa.

Kemudian, juga diperlukan pendidikan literasi digital anti-kekerasan agar siswa mampu mengenali dan menolak konten ekstrem di dunia maya. Dia mengatakan perlu juga adanya penguatan regulasi dan SOP.

"KPAI menegaskan bahwa setiap anak, baik pelaku maupun korban, berhak mendapatkan perlindungan, bimbingan, dan kesempatan untuk pulih," tuturnya.

"Kekerasan dan faham ekstremisme, bukan hanya masalah individu, tetapi cermin dari ekosistem pendidikan yang perlu diperkuat secara menyeluruh, dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga ruang digital," imbuh dia.

Diketahui, ledakan SMAN 72 Jakarta terjadi pada Jumat (7/11) mengakibatkan 96 orang menjadii korban. Polisi mengungkap ledakan itu merupakan siswa sekolah tersebut berinisial ABH.

Pelaku melakukan aksinya karena merasa sendiri dan menaruh dendam terhadap perlakuan orang-orang kepada dirinya. Dendam tersebut sudah disimpannya selama berbulan-bulan sejak awal 2025.

"Dari awal tahun yang bersangkutan sudah mulai melakukan pencarian-pencarian, perasaan merasa tertindas, kesepian, tidak tahu harus menyampaikan kepada siapa. Lalu yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam terhadap beberapa perlakuan terhadap yang bersangkutan," kata juru bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Setelah itu, pelaku disebut mencari tahu terkait bagaimana cara orang meninggal dunia dan konten kekerasan lainnya. Pelaku juga bergabung ke dalam grup kekerasan.

"Di situ menginspirasi bersangkutan, karena yang bersangkutan mengikuti komunitas di media sosial di mana di situ mereka mengagumi kekerasan. Motivasi yang lain ketika beberapa pelaku melakukan tindakan kekerasan lalu meng-upload ke media tersebut, komunitas itu akan mengapresiasi sesuatu hal yang heroik. Di situ hal yang memprihatinkan," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(amw/eva)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads