Pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto menuai beragam tanggapan dari sejumlah tokoh. Sejarawan Anhar Gonggong mengatakan pemberian anugerah gelar nasional untuk Presiden ke-2 RI itu tergantung keputusan Presiden Prabowo Subianto.
"Menurut saya apakah dia bisa diberikan gelar pahlawan nasional atau tidak, seperti yang saya katakan tadi, sebenarnya Pak Harto sudah mendapatkan gelar yang sangat tinggi nilainya dan yang memberikan itu lembaga tertinggi MPR yaitu bapak pembangunan," kata Anhar dalam pernyataannya dikutip, Senin (10/11/2025). Pernyataan Anhar disampaikan pada pekan lalu sebelum Prabowo resmi memberikan gelar pahlawan nasional untuk Prabowo hari ini.
Anhar mengatakan ada keberhasilan yang ditunjukkan selama pemerintahan Presiden Soeharto. Namun dia juga menyoroti kelemahan yang muncul terutama terkait korupsi dan sistem otoriter.
"Dia berhasil membangun ekonomi Indonesia kembali, kelemahannya apa? Dalam proses pembangunannya itu terjadi korupsi dan sistem otoriter, itu yang menjadi persoalan," kata Anhar.
"Jadi apakah setelah itu pantas atau tidak? Ya itu saya kembalikan kepada presiden," sambung dia.
Pandangan lain disampaikan Guru Besar Universitas Ciputra Surabaya, Murpin Josua Sembiring. Dia mengajak semua pihak utuk mereflesikan pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional ini sebagai ruang perenungan nasional yang rasional, bukan emosional.
Dia berbicara peran Soeharto sebagai figur sentral dalam stabilisasi negara setelah Indonesia berada dalam krisis ekonomi dan polarisasi politik yang hampir memecah integrasi nasional. Soeharto dalam masa itu, kata Murpin, membangun ulang struktur administrasi, mengembalikan kepercayaan dunia internasional, dan meletakkan dasar pembangunan jangka panjang.
"Dari sinilah lahir program swasembada beras, pembangunan irigasi dan waduk, puskesmas dan posyandu, elektrifikasi desa, serta sejumlah proyek infrastruktur dasar yang membuka akses pelayanan kesehatan dan pendidikan di seluruh pelosok negeri," ujar Murpin seperti pandangannya yang dimuat di kolom detikcom.
Menurut Murpin, dampak yang dilakukan Soeharto itu nyata dan terasa bagi banyak keluarga Indonesia. Murpin menyebut sejumlah kajian ekonomi dan sejarah pembangunan juga memotret periode ini sebagai fase modernisasi institusi negara yang penting bagi masa depan Indonesia sebagai negara berkembang dengan kapasitas industrial.
"Narasi ini bukan glorifikasi, melainkan fakta pembangunan yang disepakati banyak sejarawan dan ilmuwan kebijakan," imbuh Murpin.
Selain itu, lanjut Murpin, sejumlah indeks ekonomi menunjukkan perubahan signifikan pada tiga dekade tersebut: pertumbuhan ekonomi rata-rata tinggi, fondasi industri strategis terbentuk, dan Indonesia mulai diakui dalam percaturan kawasan melalui pendirian ASEAN. Dia menjelaskan poin-poin kontribusi tersebut tercatat sebagai 'jasa strategis' dalam banyak kajian akademik dan juga tercermin dalam narasi yang tersusun pada dokumen argumentatif yang menjadi bahan diskursus akademik mengenai Soeharto.
Tokoh Muhammadiyah, Din Syamsuddin, juga memberikan pandangan mengenai gelar pahlawan nasional untuk Soeharto.
"Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional adalah sesuatu yang sangat patut, meskipun terlambat. Selama 30 tahun memimpin Indonesia, beliau menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun bangsa dan negara," kata Din Syamsuddin.
Ia menjelaskan kontribusi Soeharto dalam pembangunan nasional, yang sering disebut sebagai Bapak Pembangunan, tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia juga menyoroti aspek hubungan Soeharto dengan umat Muslim Indonesia.
"Soeharto menunjukkan diri sebagai seorang yang punya komitmen kepada Islam, bukan secara subjektif, tapi secara objektif. Mayoritas penduduk bangsa Indonesia adalah Muslim, dan membangun rakyat Indonesia juga membangun Muslim, dan memang banyak yang tidak suka dengan dekatnya Soeharto kepada Islam di akhir masa kepemimpinannya. Namun, sejarah telah mencatat," jelas Din Syamsuddin.
(knv/fjp)