Operasi tangkap tangan (OTT) KPK kali ini berhasil menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid. Kerja KPK ini membongkar praktik pemerasan yang dilakukan Abdul Wahid di lingkup Pemprov Riau.
Abdul Wahid dan dua orang lainnya, yaitu Kadis PUPR Riau, M Arief, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M Nursalam, saat ini telah ditetapkan tersangka oleh KPK. Mereka melakukan kongkalikong terkait pemerasan Rp 7 miliar kepada jajaran di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau.
Sejumlah kode dan modus pemerasan ini telah dibongkar KPK. Dalam menjalankan praktik culasnya itu, ada istilah 'jatah preman' atau fee yang harus disetorkan kepada Abdul Wahid.
Setoran 'Jatah Preman'
KPK mengamankan sejumlah barang bukti saat OTT Abdul Wahid, salah satunya uang tunai dengan total Rp 1,6 miliar. Uang dalam bentuk rupiah diamankan di Riau. Sedangkan dalam pecahan dolar dan pound sterling diamankan di Jakarta.
"Tim juga mengamankan barang bukti di antaranya sejumlah uang dalam bentuk rupiah, dolar Amerika, dan pound sterling, yang total kalau dirupiahkan sekitar Rp 1,6 miliar," ujar jubir KPK Budi Prasetyo di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Budi juga mengungkap modus dalam kasus ini. Kata Budi, ada istilah 'jatah preman'.
"Kemudian ada semacam japrem/jatah preman sekian persen begitu untuk kepala daerah. Itu modus-modusnya," kata Budi.
Ancam Copot Anak Buah Jika Tak Setor Jatah Preman
KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan. Abdul Wahid disebut mengancam bawahannya jika tak memberikan uang yang disebut 'jatah preman'.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).
Tanak mengatakan kasus ini berawal dari pertemuan antara Sekdis PUPR Riau Ferry Yunanda dan enam kepala UPT wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP pada Mei 2025. Ferry melaporkan hasil pertemuan ke Kadis PUPR Riau Arief. Namun, menurut Tanak, Arief yang merepresentasikan Abdul Wahid meminta fee 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.
"Selanjutnya, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali dan menyepakati besaran fee untuk saudara AW (Abdul Wahid) sebesar 5 persen (Rp 7 miliar)," ujarnya.
KPK menduga sudah ada Rp 4 miliar yang diserahkan dari total permintaan Rp 7 miliar. KPK menyebutkan uang itu diberikan secara bertahap.
(ygs/ygs)