×
Ad

Cerita Tuti Bolak Balik Ambon-DKI Sejak Tahun 90-an Pakai Kapal Milik Pelni

Rumondang Naibaho - detikNews
Rabu, 05 Nov 2025 21:06 WIB
Foto: Tuti Salawane (53) dan keluarga di kapal laut milik PT Pelni (Ondang/detikcom)
Jakarta -

Kapal laut masih menjadi salah satu transportasi yang paling diminati di negara kepulauan seperti Indonesia. Biaya yang lebih terjangkau menjadi alasan kapal laut masih diandalkan masyarakat hingga kini.

Seperti Tuti Salawane (53) yang memilih menumpangi KM Labobar untuk pulang ke Ambon, Maluku, setelah satu bulan berkunjung di Jakarta. Tuti mengaku bahkan saat perjalanan dari Ambon ke Jakarta sebelumnya, dia juga menumpangi kapal yang sama.

"Kemarin waktu ke sini (Jakarta juga saya naik (KM) Labobar juga," katanya kepada detikcom saat ditemui dalam pelayaran KM Labobar, Selasa (4/11/2025).

Tuti mengaku kerap menggunakan kapal laut untuk bepergian ke Pulau Jawa. Dia bercerita pertama kali menggunakan kapal laut milik Pelni saat tahun 90-an.

Kala itu, Tuti masih berusia 20 tahun-an. Dia memang bertekad berlayar untuk sampai ke ibu kota.

"Saya masih ingat pertama kali saya ke Jakarta tiket masih Rp 90.500. Niat saya dulu tujuan ke Jakarta, saya pikir orang dari negara lain bisa masuk sampai ke ibu kota negara, saya yang punya ibu kota sendiri masa nggak bisa sampai. Itu tujuan pertama saya, tahun '91, '92 lah, umur 20 tahun saya berangkat ke Jakarta," ucap Tuti.

Tuti menyebut kala itu pelayanan di kapal yang dikelola Pelni masih jauh dari kata nyaman. Mulai dari pembelian tiket hingga tata kelola penumpang di atas kapal.

"Dulu pertama naik dia kan dulu kita belum senyaman, dulu berantakan lah. Kita harus desak-desakan, harus rebut-rebutan tempat tidur. Kalau nggak dapat tempat tidur, paling kita di bawah gitu ya," cerita Tutu.

"Terus makan juga, kita airnya ulu masih di gelas ya. Terus makanan juga bukan nggak enak sih, tapi tidak steril seperti sekarang gitulah. Kayak sayur asal-asal kayak kita banyak nggak makan terus," lanjutnya.

Namun saat ini, Tuti mengakui pelayanan di atas kapal Pelni sudah jauh lebih meningkat. Dia mengatakan penataan yang baik itu tak hanya tentang fasilitas di atas kapal, namun juga petugas-petugasnya.

"Kemarin kan buruh angkat (porter) angkat barang, saya bilang, 'Pak, sekarang udah rapi ya, bajunya udah bagus ya' saya bilang gini. Kemarin itu dia bilang 'Iya, sekarang kita udah tertib, Bu'," kata Tuti menceritakan kembali.

Dia juga mengapresiasi transformasi makanan yang disediakan untuk penumpang. Tuti menyebut rasa dan pengemasan makanan di kapal saat ini sudah sangat baik.

"Makan enak, habis mulu dari kemarin. Ada snack, ada ayak susu tadi itu. Sampai dari tadi (cucu saya) protes katanya 'loh, nggak ada stroberi'. Saya bilang, 'Orangnya belum beli di toko'," tutur Tuti sambil tertawa.

Tuti menyebut membayar sekitar Rp 700 ribu untuk berlayar selama empat hari ke Ambon. Harga itu jauh lebih murah dibanding menggunakan pesawat.

Bagi Tuti kapal laut menjadi transportasi penting dan ekonomis, terlebih saat harus menjangkau saudara-saudaranya yang berada di pulau pulau kecil di mana hanya kapal laut yang dapat menjangkau kawasan itu.

"Saya juga pernah ke Pulau TNS (Teon Nila Serua), memang kita naik eh kaya kapal sabuk (kapal perintis) untuk ke sana buat misalnya ambil cengkeh," imbuh Tuti.

"Nggak ada darat, nggak bisa lewat darat. Satunya, satunya laut, sangat bergantung," lanjut dia.

Tuti berharap Pelni sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan penugasan untuk pelayaran kapal penumpang yang multi port dapat terus meningkatkan pelayanannya.

"Sebenarnya Pelni tingkatkan saja kualitasnya, kualitas pelayaran. Kebanyakan penumpang kita kan mungkin masyarakat ekonomi ke bawah. Itu aja, itu aja sih harapan saya," pungkasnya.

Tonton juga Video: Tri Andayani Terima Penghargaan Sebagai Pelopor Transformasi Bisnis Pelayaran




(ond/ygs)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork