Mantan jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, mengajukan permohonan kasasi setelah hukumannya diperberat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 9 tahun penjara. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan siap menghadapi kasasi tersebut.
"Yang bersangkutan mengajukan, kita akan mengajukan kasasi juga," kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anang tak ingin banyak berkomentar terkait hal itu. Menurutnya, upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung merupakan hak para terdakwa.
"Karena itu kan kepentingan, kalau dia kita kan banding, kasasi ya pasti kita akan ajukan kasasi," tuturnya.
Diberitakan, Azam Akhmad Akhsya mengajukan permohonan kasasi setelah hukumannya diperberat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hukuman Azam telah diperberat dari 7 tahun menjadi 9 tahun penjara.
Dilihat dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025), surat pengiriman berkas kasasi Azam teregister dengan nomor 1312/PAN.PN/W10.U1/TPK.05.X.2025.03.
"Tanggal pengiriman berkas kasasi Rabu, 22 Oktober 2025," demikian tertulis dalam laman SIPP PN Jakarta Pusat yang dilihat detikcom.
Sebelumnya, Azam juga mengajukan banding atas vonis hakim tingkat pertama. Namun PT DKI memperberat vonis Azam dari 7 tahun menjadi 9 tahun penjara atas kasus penilapan barang bukti korban robot trading.
Perkara itu diadili oleh ketua majelis banding hakim Teguh Harianto dengan anggota Budi Susilo dan Hotma Maya Marbun. Denda yang harus dibayar Azam juga diperberat menjadi Rp 500 juta.
Hakim juga menghukum Azam membayar uang pengganti Rp 11,7 miliar. Jika harta benda Azam tak mencukupi untuk membayar uang pengganti, diganti dengan pidana kurungan selama 5 tahun.
"Membebankan kepada Terdakwa Azam Akhmad Akhsya, S.H., M.H. untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 11.700.000.000 dengan tetap memperhitungkan barang bukti yang telah dikembalikan dan disita," ujar hakim.
Hakim menyatakan perbuatan Azam telah mencoreng nama baik dan integritas jaksa sebagai penegak hukum yang seharusnya melindungi hak korban investasi bodong robot trading Fahrenheit. Hakim menyatakan uang pengganti yang harus dibayar Azam merupakan nilai 'uang pengertian' yang diminta Azam kepada pengacara para korban.
"Mengingat bahwa dalam fakta persidangan ditemukan bahwa Terdakwa telah memperoleh uang dari hasil gratifikasi dengan cara meminta 'uang pengertian' kepada para kuasa hukum korban sejumlah Rp 11.700.000.000 di mana uang tersebut bukanlah hak Terdakwa karena diperoleh dengan cara melawan hukum," ucap hakim.
Hakim mengatakan Azam terbukti memanipulasi dokumen daftar korban robot trading itu untuk mendapat keuntungan. Azam disebut membeli asuransi, deposito, tanah, dan bangunan dari uang itu.
"Terdakwa Azam Akhmad Akhsya, S.H., M.H., berinisiatif dalam mencari keuntungan finansial dengan cara-cara serta memasukkan 137 korban fiktif yang tidak ada dalam putusan dengan memanipulasi dokumen," ujar hakim.
Penjelasan Solidaritas Investor Fahrenheit
Perkumpulan Solidaritas Investor Fahrenheit (SIF) yang merupakan paguyuban korban investasi Robot Trading Fahrenheit memberi penjelasan terkait skema 137 korban fiktif yang dibuat oleh jaksa Azam bersama Oktavianus Setiawan, yang juga terdakwa dan telah divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus ini. SIF, yang merupakan pelapor dalam perkara ini, juga menjelaskan saksi bernama Brian Erick First Anggitya berperan dalam pengungkapan kasus ini.
Hal tersebut disampaikan SIF untuk meluruskan salah satu penggalan pertimbangan hakim yang dikutip sebelumnya. SIF menyatakan skema 137 korban fiktif atau disebut Kelompok Bali adalah murni inisiatif terdakwa Azam Akhmad Akhsya bersama dengan Saksi Oktavianus Setiawan yang juga telah divonis.
Keterangan saksi Brian Erick First Anggitya di persidangan sama sekali tidak memiliki kaitan dengan fakta korban fiktif ini. SIF menyebut keterangan Brian Erick First Anggitya adalah fakta terpisah. Dalam kesaksiannya, saudara Brian Erick memang menerangkan bahwa terdakwa Azam menanyakan kepadanya 'apakah ada sesuatu yang bisa diberikan di depan' pada awal masa persidangan tahun 2022. Hal ini merupakan kesaksian tunggal yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan skema Kelompok Bali yang diciptakan terdakwa Azam dan Saksi Oktavianus Setiawan.
(Sebagian isi berita telah diupdate pada Rabu, 5 November 2025)
Simak juga Video 'Kejagung soal Transparansi Pemulihan Aset Korupsi':











































