Tantangan Brigadir Renita saat Bertugas di Misi PBB Afrika Tengah

Hoegeng Corner 2025

Tantangan Brigadir Renita saat Bertugas di Misi PBB Afrika Tengah

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Kamis, 23 Okt 2025 12:41 WIB
Perempuan Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa, belum lama ini Perserikatan Bangsa-Bangsa mengumumkan bahwa Brigadir Polisi Satu, Renita Rismayanti, asal Indonesia, akan menerima penghargaan sebagai Polisi Wanita Terbaik 2023.
Brigadir Renita (Foto: Dok. PBB Indonesia)
Jakarta -

Brigadir Renita Rismayanti mengungkap sejumlah tantangan yang dia hadapi saat ditugaskan dalam misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Afrika Tengah (MINUSCA). Salah satu tantangan itu adalah bekerja sama dengan kepolisian lokal.

Brigadir Renita tergabung dalam misi PBB MINUSCA pada periode 2022-2024. Brigadir Renita membuat inovasi digitalisasi database kasus kriminal untuk MINUSCA dan data kepolisian lokal.

"Challenge terbesar itu komunikasi ke pihak lokalnya, bukan dari sisi language, tapi kepercayaan mereka. Mereka banyak kekhawatiran saat kita berusaha mengembangkan inovasi ini, mereka berpikir 'aduh ini UN tujuannya apa sih, mau bikin gini-gini sama kita, apakah UN ini sebenarnya mau melakukan apa' padahal tidak, kita membangun database ini untuk mereka," kata Renita dalam program Hoegeng Corner detikPagi, Kamis (23/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Renita mengungkap awal mula dirinya dan tim melakukan digitalisasi data kepolisian dalam misi PBB di Afrika Tengah itu. Pada awal bertugas di MINUSCA, Renita dihadapi dengan pengisian data yang masih manual menggunakan Microsoft Excel.

ADVERTISEMENT

"Kita melakukan register database masih manual, dengan menggunakan excel, karena kriminalitas di sana banyak sekali, itu makan waktu sangat lama kalau kita mau generate statistics, atau generate tren crime spesifik soal apa, itu butuh waktu sangat lama, sedangkan pekerjaan kita yang butuh real time, karena Police Commissioner bisa tiba-tiba minta tren kejahatan tentang ini, tanggal ini, tahun ini, awalnya dari situ, jadi kita butuh yang sangat lama," tutur dia.

Renita menyebut kesulitan itulah yang memotivasi untuk dilakukan digitalisasi database. Renita bertindak sebagai konseptor. Dia juga menggandeng tim IT dari PBB untuk melakukan pemindahan data ke sistem digital.

"Idenya asalnya dari chief saya, kemudian karena di situ sebagai chief dari database saya bisa memegang tanggung jawab sebagai conception maker ini," tutur dia.

Kini database kriminal dalam misi MINUSCA sudah bisa diakses secara real time oleh markas PBB di New York. Data itu juga terintegrasi di negara yang memiliki misi perdamaian PBB.

"Sudah, sudah digunakan di misi MINUSCA, ini terintegrasi di negara-negara yang ada misi UN-nya," tutur dia.

Renita juga mengembangkan digitalisasi database ini untuk kepolisian lokal Afrika Tengah. Kini kepolisian lokal, sebut dia, telah memiliki pendataan yang rapi dan bisa diakses secara online oleh instansi terkait.

Renita menyebut tidak mudah melakukan kerja sama dengan kepolisian lokal. Selain kepercayaan dari polisi lokal terhadap misi PBB, masalah penguasaan teknologi juga menjadi tantangan.

"Kedua mereka dari sisi penguasaan teknologi masih sangat minim sekali. Kayak operate komputer dasar aja masih harus diajarkan step by step, itu kita bisa ngasih pelatihan ke mereka sudah sangat luar biasa sih waktu itu," kata dia.

Renita terus berupaya melakukan pendekatan dengan pihak kepolisian lokal. Menurutnya, tim MINUSCA bekerja maksimal hingga inovasi database itu bisa terlaksana dengan baik.

"Kayak perasaan, kayak takut nggak dipercaya dari segi fisik kayak gini, badan kecil bisa apa kayak gini. Kita waktu itu sebuah tim besar, jadi tidak saya sendiri saja yang berkomunikasi dengan mereka, tapi juga dari MINUSCA sendiri menugaskan chief pillar development, yang sama-sama dari negara Afrika dan komunikasinya lebih gampang dan lancar," tutur dia.

Simak juga Video: Kick-Off Hoegeng Corner 2025

(lir/knv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads