Kasus dugaan eksploitasi terapis wanita berinisial RTA di Pejaten, Jakarta Selatan, mencuat setelah usia korban diketahui masih 14 tahun. Penyelidikan polisi melebar tak hanya mencari tahu penyebab kematian korban, tetapi juga dugaan eksploitasi anak.
Jasad korban ditemukan tergeletak tidak bernyawa di sebuah lahan kosong di belakang korban bekerja di sebuah spa di Pejaten, pada Kamis, 2 Oktober 2025. Laporan keluarga menyebutkan bahwa korban hanya digaji Rp 1 juta per bulan hingga membuat korban tidak betah bekerja.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah menerima laporan tersebut. Saat ini polisi masih terus menggali dugaan eksploitasi tersebut dari berbagai pihak, termasuk pihak spa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, jasad korban ditemukan setelah beberapa saksi mendengar teriakan di lahan kosong di pagi buta. Jasad korban ditemukan dalam kondisi telungkup.
Polisi telah mengecek rekaman CCTV di tempat spa. Dari rekaman CCTV itu, terlihat korban seolah-olah menghindari pantauan kamera pengawas.
Selain itu, polisi menemukan jejak kaki korban di atap gedung tempat spa. Adapun penyebab korban tewas terjatuh dari atas gedung spa belum terungkap.
Dugaan Eksploitasi Diselidiki
Polres Metro Jakarta Selatan menyelidiki dugaan eksploitasi sebagaimana laporan kakak korban. Pihak spa akan dimintai keterangan terkait hal ini.
"Manajer sudah dipanggil. Kita panggil yang rekrutmennya dulu," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ardian Satrio Utomo kepada wartawan, Jumat (10/10).
Ardian mengatakan pemeriksaan seharusnya digelar pada Kamis (9/10). Namun pihak spa tidak hadir dan meminta pemeriksaan dijadwalkan ulang pekan depan.
"Harusnya kemarin Kamis (diperiksa). Minta mundur minggu depan. (Yang akan diperiksa) yang rekrutmen, bagaimana proses rekrutmen para terapis ini," ujarnya.
Polisi Dalami soal Rekrutmen
Pihak kepolisian mengundang klarifikasi dari pihak spa tempat korban RTA bekerja. Salah satu hal yang akan digali polisi yakni proses rekrutmen korban menjadi terapis.
"Kita harus memastikan korban ini bagaimana pada saat perekrutan, kita harus tahu semua dulu, kan ada langkah-langkah yang harus kita lakukan," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipali kepada wartawan, Senin (13/10).
Nicolas mengatakan sejauh ini 15 orang saksi sudah diperiksa terkait tewasnya korban anak baru gede (ABG) itu. Para saksi di antaranya manajer hingga teman sesama terapis di spa tersebut.
"Jadi sementara ini sudah 15 orang, dari teman sesama terapisnya, dari manajemen perusahaan itu sendiri, ataupun dari orang-orang seperti sekuriti dan sebagainya," ujarnya.
Laporan Keluarga Korban
Pihak keluarga pun sudah melaporkan dugaan eksploitasi pekerja terkait kasus tewasnya korban RTA. Polisi masih menyelidiki laporan dugaan eksploitasi korban.
"Jadi kita masih tetap melakukan penyelidikan. Kita menggunakan pasal eksploitasi anak, TPPO, Pasal 2 UU TPPO, dan juga UU Perlindungan Anak. Jadi kita pastikan dulu, pada saat dia mendaftar itu bagaimana, dia menggunakan identitasnya dia yang sesungguhnya atau tidak. Jadi ini semua yang sedang kita lakukan penyelidikan untuk mengungkap ini semua," jelasnya.
Jasad korban ditemukan pada Kamis (2/10), pukul 05.00 WIB. Polisi mengatakan ada saksi yang mendengar teriakan wanita sebelum korban ditemukan.
Kesaksian Kakak Korban
Kakak korban, berinisial F, mengungkapkan adiknya itu sempat curhat ingin keluar dari spa tempatnya bekerja di Jaksel. Curhatan itu diterima kakaknya sekitar 5 hari sebelum adiknya ditemukan tewas.
"Intinya kalau mau keluar dari kerjaan spa harus bayar denda Rp 50 juta," kata F saat dihubungi wartawan, Rabu (8/10).
Selain itu, F menyampaikan bahwa adiknya hanya digaji Rp 1 juta per bulan. Hal ini salah satunya membuat adiknya tidak betah dan ingin keluar dari pekerjaannya itu.
"Pengakuan korban (adik) kayak gitu (digaji Rp 1 juta)," ucapnya.
Dia menambahkan, adiknya yang baru berusia 14 tahun itu belum setahun bekerja di spa. F mengatakan adiknya memutuskan bekerja karena ingin hidup mandiri. Namun dia tak menyangka adiknya bisa bekerja jauh dari kampung halaman di Jawa Barat, bahkan pernah ke Bali.