Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo menyampaikan tarif MRT Jakarta dan LRT Jabodebek tidak naik meski ada pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat kepada Pemprov Jakarta hampir Rp 15 triliun. Dia mengatakan analisis subsidi tarif MRT dan LRT masih masuk dalam perhitungan.
"Jadi untuk subsidi transportasi saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik. Karena berdasarkan kajian, untuk perhitungan analisis ability to pay nya pengguna, ini masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini. Jadi kalau kita lihat hitungan tahun lalu, angka keekonomian tarif MRT itu Rp 13 ribu sekian, tarifnya Rp 7 ribu. Sehingga subsidi 2024 rata-rata per pelanggan itu sekitar Rp 6 ribu rupiah dan ini masih masuk dari perhitungan kita. Jadi tidak ada kenaikan tarif MRT dan LRT," kata Syafrin saat kelas Fellowship MRT Jakarta, di Jakarta Pusat, Jumat (9/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara tarif Transjakarta, kata Syafrin, butuh penyesuaian. Sebab tarif Rp 3.500 diterapkan sejak 2005 saat bus belum berganti nama Transjakarta.
"Untuk Transjakarta, ini jika kita melakukan study, tarif itu terakhir ditetapkan tahun 2005. 2005 itu dua puluh tahun yang lalu Rp 3.500, kemudian jika kita melihat angka upah minimum provinsi pada saat itu, dengan saat ini, itu 6 kali lipatnya. Jadi jika sekarang (UMP Jakarta) Rp 5,3 juta, Rp 5,3 juta dibagi 6 itu lah tarif UMP 2005," ujarnya.
Syafrin juga menyinggung angka inflasi yang terus mengalami kenaikan. Dia menyebut, jika harga barang pada 2005 disamakan dengan saat ini, sudah terjadi kenaikan sebesar 2,87 kali lipat.
"Dan jika kita mlihat angka inflasi, rata-rata inflasi kita itu 20 tahun terakhir itu 5,4. Jika kita hitung 20 tahun 5,4 artinya sudah ada kenaikan inflasi 186,7% inflasi. Atau jika kita samakan dengan harga barang, artinya harga-harga barang sudah ada kenaikan 2,87 kali lipat," ucapnya.
Syafrin mengatakan penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan. Namun sampai saat ini kenaikan tarif masih belum dilakukan.
"Dan oleh sebab itu, tentu penyesuaian tarif itu dibutuhkan. Kenapa, karena kita harus menjaga keberlanjutan layanan. Karena layanan itu harus ada yang namanya cost recovery minimum untuk kemudian selebihnya bisa ditutup dengan subsidi," kata Syafrin.
"Jadi hitung-hitungan analisis kita, sehingga penyesuaian tarif untuk Transjakarta memang seharusnya sudah dibutuhkan walaupun belum," imbuhnya.
APBD DKI Jakarta 2026 Turun
Sebelumnya, Gubernur Jakarta Pramono Anung meminta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) putar otak cari skema pendanaan usai Dana Bagi Hasil (DBH) Jakarta dipotong Rp 15 triliun. Pramono mengatakan akan mengawal ketat penggunaan anggaran BUMD.
"Ya harus (BUMD putar otak). Jadi era menggunakan dana besar yang tanpa pengawalan ketat sudah lewat. Sekarang pasti akan kami kawal secara khusus," kata Pramono Anung kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Pramono mengakui potongan DBH Jakarta sangat besar. Namun menurutnya ini tak boleh menjadi sandungan untuk menjalankan program.
"Tetapi sekali lagi ya, ini kan tidak hanya dialami di Jakarta, ini dialami oleh seluruh daerah. Memang pemotongan Jakarta paling besar. Dan ini menjadi tantangan bagi saya dan Pak Wagub untuk bisa menyelesaikan tetap target kami dengan baik," ungkapnya.
Untuk itu Pramono juga mendorong BUMD untuk lebih kreatif dalam menjalankan programnya. Dia meminta BUMD mencari mitra dalam mewujudkan programnya.
"Tetapi dengan kondisi seperti ini kami mendorong agar BUMD ataupun siapapun yang akan bangun, contohnya misalnya interconnection di Dukuh Atas, Hub Dukuh Atas, yang sudah mendapatkan persetujuan dari kami, dari saya, maupun dari Kementerian Perhubungan tetap akan dibangun, tetapi mekanismenya tidak menggunakan dana APBD. Maka dilakukan dengan partnership dan sebagainya-sebagainya," kata dia.
Pramono menjelaskan, selama ini Pemprov sudah banyak mengeluarkan banyak subsidi misalnya transportasi umum. Dia menuturkan, tarif Transjakarta Rp 3.500, subsidinya hampir Rp. 15.000 per orang.
"Ya yang jelas tentunya harus ada hal yang bisa menutupi," tegas dia.
"Sedangkan dengan berbagai hal kami akan kaji kembali termasuk hal-hal lain, tetapi yang jelas program prioritas bagi warga tidak mampu atau kurang beruntung tidak kami ganggu sama sekali," sambungnya.
APBD DKI 2026 diketahui turun Rp 15 triliun jadi Rp 79 triliun. Pemotongan dari pemerintah pusat ini menurut Pramono jadi tantangan untuk Jakarta. Sehingga Pemprov perlu melakukan realokasi dan efisiensi.
Simak juga Video 'Battle MRT JKT Vs Berlin, Kayak Apa Ya?':
(dek/eva)