Pakar Hukum Dorong Aparat Terus Tindak Tegas Mafia Tanah

Pakar Hukum Dorong Aparat Terus Tindak Tegas Mafia Tanah

Antara - detikNews
Kamis, 09 Okt 2025 19:02 WIB
Sertifikat tanah palsu yang disita polisi dari dua mafia tanah di Sumsel.
Ilustrasi kasus sertifikat tanah palsu (Foto: Istimewa)
Jakarta -

Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, mendorong aparat penegak hukum terus menindak tegas praktik mafia tanah di Indonesia. Pemberantasan mafia tanah perlu terus dilakukan karena meresahkan dan merugikan masyarakat.

"Mafia tanah harus diamankan karena meresahkan. Biasanya orang seperti ini banyak membeli tanah penduduk, tetapi tidak melunasi pembayarannya," kata Abdul Fickar dilansir Antara, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, kepolisian dan kejaksaan tidak perlu ragu menindak mafia tanah jika memang sudah berkecukupan alat bukti. Apalagi, jika kasusnya merugikan banyak pihak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika sudah cukup bukti, maka kewajiban penegak hukum menetapkan dan mengumumkannya, apalagi ini bukan delik aduan, penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen itu delik umum. Artinya, meskipun hanya dokumen seseorang yang diserobot dan dipalsukan, tetap pada dasarnya kepentingan umumlah yang dilanggar," ucapnya.

Dia menyoroti praktik mafia tanah yang banyak merugikan masyarakat. Menurutnya laporan masyarakat yang menjadi korban, bukti-bukti keterangan saksi sudah cukup untuk memproses perkara itu sampai ke pengadilan.

ADVERTISEMENT

Dia mengakui pemberantasan mafia tanah sudah dilakukan meski tidak mudah. Menurutnya, oknum yang terlibat praktik mafia tanah juga mesti ditindak.

"Itulah sulitnya, karena memang yang disebut mafia-mafia itu semua pihak termasuk di dalamnya aparatur. Mestinya, Presiden tegas memberhentikan pejabat yang 'main-main' seperti ini," kata dia.

Terdapat sejumlah kasus tanah yang muncul belakangan ini, di antaranya kasus dugaan penggelapan aset Pemerintah Kabupaten Kutai Timur di Cilandak, Jakarta Selatan seluas 2.300 meter persegi yang kasus sudah dilaporkan ke kejaksaan.

Selanjutnya, kasus sengketa rumah dan tanah seluas 639 meter persegi milik mantan perwira Kopassus di Menteng, Jakarta Pusat. Selain itu, sengketa tanah sekitar 6 hektare di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Bali yang beralih menjadi milik perusahaan dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).

Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sendiri juga berkomitmen untuk memberantas mafia tanah, salah satunya bersinergi dengan Polri.

"Karena jajaran kepolisian ini pasukannya lengkap, punya dimensi hukum, punya dimensi pengamanan. Kami butuh dua-duanya, yaitu butuh hukum dan butuh pengamanannya," kata Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid beberapa waktu lalu.

Dengan adanya bantuan keamanan dari Polri, Nusron mengharapkan masyarakat bisa mendapatkan kepastian tentang hak-hak perdata pertanahan.

Nusron juga mengungkapkan bahwa para mafia tanah dalam praktiknya kerap melibatkan tiga komponen atau elemen, yaitu kemungkinan melibatkan oknum orang dalam, pemborong tanah yang ikut ambil kepentingan di dalamnya, dan adanya pihak ketiga yang menjadi pendukung dari praktik mafia tanah.

(jbr/jbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads