Koalisi Sipil: @bjorkanesiaaa Harus Diusut, Keaslian 'Bjorka' Bukan Aspek Penting

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Senin, 06 Okt 2025 16:47 WIB
Konferensi pers Polda Metro Jaya soal 'Bjorka' (Wildan/detikcom)
Jakarta -

Langkah Polda Metro Jaya menangkap WFT (22), pemilik akun X @bjorkanesiaaa, sempat menjadi perbincangan. Koalisi Masyarakat Sipil menilai langkah penangkapan WFT sudah tepat karena ada bukti kuat.

Sebagaimana diketahui, keriuhan di media sosial muncul usai ada akun lain yang mengaku sebagai Bjorka setelah penangkapan pemilik akun @bjorkanesiaaa. Akun lain yang muncul adalah @bjorkanism.

Dari postingan yang beredar di media sosial, @bjorkanism diklaim akan membocorkan data dari Badan Gizi Nasional. Hal ini makin memicu reaksi beragam dari sejumlah netizen di media sosial.

Namun bagi Koalisi Masyarakat Sipil, sepanjang ada bukti, penegakan hukum terhadap pemilik akun @bjorkanesiaaa harus dilakukan. Adapun Koalisi Masyarakat Sipil sendiri merupakan gabungan dari beberapa LSM yang diwakili oleh Wahyudi Djafar dari Raksha Initiatives, Al Araf dari Centra Initiative, Ardi Manto Adiputra dari Imparsial, Bhatara Ibnu Reza dari De Jure dan Julius Ibrani PBHI.

"Lepas dari polemik mengenai keaslian dari siapakah Bjorka yang dimaksud? Sepanjang bahwa kepolisian memiliki bukti-bukti kuat terkait dengan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh akun @bjorkanesiaaa, maka sudah seharusnya proses penegakan hukum dilakukan secara konsisten," kata Pendiri Raksha Initiatives Wahyudi Djafar dalam keterangan Koalisi Masyarakat Sipil, Senin (6/10/2025).

Dia menjelaskan rentetan kasus terkait perlindungan data terus terjadi bahkan ketika UU No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi telah diundangkan pada Oktober 2022. Sayangnya kasus tersebut kerap tidak diproses hukum.

"Sayangnya dari berbagai kasus tersebut, kerap kali tidak ada proses hukum yang akuntabel sebagai penyelesaiannya, justru yang terjadi kasus terus berulang, tanpa diketahui pelaku dan motifnya. Hal itu berakibat pada korban (subjek data pribadi) tidak dapat mengakses ganti kerugian (pemulihan)," katanya.

Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa penegakan hukum pidana diterapkan terhadap setiap orang yang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi. Hal ini merujuk pada Pasal 65 (1) dan Pasal 67 (1) UU PDP. Menurutnya, jika sudah ada kaitannya dengan pidana tersebut dan ada bukti yang cukup maka sudah semestinya @bjorkanesiaaa diproses hukum.

"Dengan pengaturan pidana tersebut di atas, kaitannya dengan kasus yang melibatkan akun @bjorkanesiaaa, sepanjang terdapat bukti permulaan yang cukup, yang mengarahkan pada adanya dugaan unsur tindak pidana, maka sudah seyogyanya penegakan hukum pidana dilakukan," katanya.

Dia mencontohkannya dengan tindakan pengumpulan data pribadi secara melawan hukum, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, maka ketentuan Pasal 65 (1) jo. Pasal 67 (1) UU PDP dapat menjadi rujukan dalam proses penegakan hukum pidananya.

Ketentuan Pasal 69 UU PDP juga memungkinkan dikenakannya pidana tambahan berupa perampasan harta kekayaan hasil tindak pidana dan/atau pembayaran ganti kerugian.

"Artinya, dengan mekanisme ini, korban, khususnya subjek data pribadi, yang dirugikan oleh pelaku, juga dapat mengajukan restitusi, untuk mendapatkan akses ganti kerugian (pemulihan), bersamaan dengan proses penegakan hukum pidananya," ungkapnya.

Dia menegaskan bahwa soal apakah @bjorkanesiaaa adalah asli Bjorka atau tidak, bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan. Keaslian Bjorka itu diperdebatkan netizen di media sosial, lantaran ada akun lain @bjorkanism yang juga mengaku sebagai bjorka.

"Kaitannya dengan keaslian pemilik akun @Bjorkanesiaaa, dalam konteks penanganan kejahatan siber (tindak pidana informasi dan transaksi elektronik), sebenarnya bukanlah aspek penting yang perlu diperdebatkan," tuturnya.

Dia menegaskan prinsip di ruang digital yang menghormati anonimitas dan pseudominitas. Siapa pun berhak memakai identitas apapun tanpa perlu dikenal asli atau palsu.

"Dalam ruang digital yang menghormati anonimitas dan pseudonimitas, maka siapa pun berhak untuk menggunakan identitas apa pun, tidak dikenal pembedaan asli (orisinal) dan palsu (salinan). Pembedaan asli (orisinal) dan salinan (palsu) hanya berkaitan dengan dokumen/informasi elektronik yang membutuhkan autentikasi dari pihak berwenang, atau akun yang memang diperuntukkan untuk mengakses layanan tertentu, yang membutuhkan verifikasi dan autentikasi dari penyedia layanan (pemilik platform)," ujar Wahyudi.

"Sedangkan akun @Bjorkanesiaaa menjadi instrumen untuk melakukan suatu tindak kejahatan, jadi apakah penting untuk kemudian memperdebatkan keaslian akun tersebut? Artinya, sepanjang terdapat fakta dan bukti, bahwa akun tersebut diduga melakukan suatu tindak pidana, maka sudah seharusnya penegakan hukum pidana dilakukan," sambung Wahyudi.

Sementara itu, berdasarkan hasil pemeriksaan, polisi mendapatkan fakta bahwa sosok 'Bjorka' WFT ternyata sudah berselancar di dark web sejak 2020.

"Pelaku kita ini bermain di dark web tersebut, di mana di dark web tersebut yang bersangkutan sudah mulai mengeksplor sejak tahun 2020," kata Wakil Direktur Siber Direktorat Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus kepada wartawan, Kamis (2/10).

Fian mengatakan WFT sempat beberapa kali mengubah username miliknya dari Bjorka menjadi SkyWave, ShinyHunter, hingga terakhir Opposite6890 pada Agustus 2025. Hal itu dilakukan untuk mengelabui aparat penegak hukum.

"Jadi tujuan pelaku melakukan perubahan nama ini adalah untuk menyamarkan dirinya, untuk menyamarkan dirinya dengan membuat menggunakan berbagai macam, tentunya e-mail atau nomor telepon atau apa pun itu sehingga yang bersangkutan sangat susah untuk dilacak oleh aparat penegak hukum," jelasnya.

Fian menyebutkan WFT mengklaim mendapatkan data institusi luar negeri ataupun dalam negeri, perusahaan kesehatan hingga perusahaan swasta untuk diperjualbelikan. Fian mengatakan WFT diduga menjual dan bertransaksi dengan mata uang kripto.

"Berapa uang yang didapatkan ini juga kita belum bisa mendapatkan fakta secara jelas. Tapi pengakuannya sekali dia menjual data itu kurang lebih nilainya puluhan juta. Jadi tergantung orang-orang yang membeli data yang dia jual, melalui dark forum. Pada saat diperjualbelikan pelaku menerima pembayaran dengan menggunakan crypto currency," ujarnya.

Simak juga Video: Sosok Hacker 'Bjorka' saat Berbaju Tahanan




(rdp/fjp)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork