Hong Kong menjadi salah satu negara yang banyak menarik para Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk bekerja di sana. Daya tarik itu tidak terlepas dari standar upah yang jauh lebih tinggi dibandingkan kerja di dalam negeri.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong menyebutkan setidaknya ada 180 ribu warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Hong Kong, sebanyak 160 ribunya yakni PMI.
"Dari data terakhir bulan lalu, kita ada 180 ribu WNI yang di bawah kita. PMI 160 ribu, jadi sekitar 90 persen dari WNI itu adalah PMI kita. Dan 98 persen dari PMI itu wanita," kata Konsul Jenderal KJRI Hong Kong Yul Edison kepada detikcom beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan PMI bisa terjerat masalah hukum di Hong Kong, salah satunya terkait jenjang pendidikan.
Secara jenjang pendidikan, mereka yang berangkat ke Hong Kong mayoritas merupakan lulusan SD dan sekolah menengah pertama (SMP). Menurutnya, jenjang pendidik yang tergolong rendah ini lah yang bisa menyebabkan PMI terjerumus masalah hukum saat di Hong Kong.
"Tantangan terbesar tentunya kita harus melihat dulu struktur dari PMI kita. Mereka 60 persen itu adalah lulusan SD. 30 persen itu lulusan sekolah menengah pertama. Dan mereka dengan tingkat pendidikan seperti itu, itu kan sangat polos ya. Dan sangat rentan terhadap adanya berbagai upaya-upaya pemanfaatan oleh pihak lain, penipuan oleh pihak lain. Itu tantangan terbesar yang kita hadapi," tuturnya.
Sementara itu, Konsul Kejaksaan KJRI Hong Kong, Henry Yoseph Kindangen mengatakan permasalahan hukum yang kerap dilanda PMI tidak hanya faktor pendidikan saja. Namun ada juga faktor lain, salah satunya prosedur masuk Hong Kong yang dilakukan oleh sejumlah oknum secara ilegal.
"Permasalahannya juga kompleks. Tadi tingkat pendidikan, ternyata juga kalau melihat perkara, mereka juga masuk secara legal," kata Yoseph.
Dia menambahkan keinginan para PMI untuk tinggal lebih lama di Hong Kong tanpa mengurus izin tinggal juga menjadi permasalahan tersendiri.
"Tetapi kemudian setelah di Hongkong banyak juga yang kemudian menjadi overstay, ingin tinggal di Hongkong secara tanpa izin. Dan kemudian terlibat di dalam berbagai macam permasalahan hukum yang sebetulnya lebih ke arah mereka tidak mengerti. Mereka tidak memiliki pemahaman yang utuh tentang bagaimana harus bersikap," tuturnya.
Apalagi, saat ini, kondisi PMI cenderung masih buta terhadap hukum. Hal ini memperparah potensi para PMII terjerumus masalah hukum.
"Nah, tapi karena mereka tidak mengalami pengalaman, tidak memiliki pengetahuan, akhirnya terjerumus ke dalam berbagai macam permasalahan hukum. Sementara hukum kan tidak melihat itu secara utuh. Yang penting mereka ada perbuatan, dianggap melanggar hukum, dan kemudian mereka harus berhadapan dengan itu," tutupnya.
detikcom bersama Kejaksaan Agung menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya insan kejaksaan dalam menuntaskan kasus, namun juga mengungkap kisah dari dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif.
Program ini diharapkan membuka cakrawala publik akan arti pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan supremasi hukum di masyarakat. Saksikan selengkapnya di sini.
Saksikan Live DetikSore :