Waka MPR Dorong Penguatan Tata Kelola Penanggulangan Kanker di Tanah Air

Hana Nushratu Uzma - detikNews
Rabu, 01 Okt 2025 21:46 WIB
Foto: dok. MPR RI
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) mendorong penguatan tata kelola penanggulangan kanker di Tanah Air sebagai bagian perbaikan sistem kesehatan nasional.

"Penguatan tata kelola penanggulangan kanker di Tanah Air harus konsisten dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat dalam proses pencegahan dan pengobatan kanker," kata Rerie, dalam keterangannya, Rabu (1/10/2025).

Hal tersebut disampaikan Rerie saat membuka diskusi dan Aspirasi Masyarakat MPR RI bertema 'Akses Pasien Kanker Atas Diagnosis dan Pengobatan Tepat Waktu' yang digelar MPR RI, Cancer Information & Support Center (CISC), dan Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12) secara hybrid di Kompleks MPR RI/DPR RI/DPD RI, Senayan.

Menurut Rerie, penanggulangan kanker bukan semata urusan menambah anggaran, memiliki aturan, dan tata kelola yang benar. Lebih dari itu, tegas Rerie, upaya penanggulangan kanker merupakan pemulihan hakikat dasar dari kemanusiaan yaitu hak memiliki waktu lebih lama untuk hidup, meski kita meyakini umur ada di tangan Yang Maha Kuasa.

Menurut Rerie, setiap detik yang terbuang dalam proses birokrasi dan setiap hari yang tertunda dalam penanggulangan kanker adalah momen hidup yang dirampas dari seseorang untuk memiliki kesempatan hidup lebih lama. Rerie mengakui sistem kesehatan yang kita miliki masih menghadapi banyak tantangan.

"Tetapi kendala itu jangan dijadikan labirin yang membingungkan. Mari kita bangun sistem kesehatan nasional agar mampu menjadi 'jembatan' yang kokoh menuju kesembuhan," tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem tersebut.

Ketua Umum CISC Aryanthi Baramuli Putri mengungkapkan saat ini masih banyak pasien kanker yang datang berobat ketika sudah pada stadium tinggi.

"Sejumlah faktor, seperti tingkat skrining rendah, akses pengobatan yang masih sulit, dan pengobatan, serta paliatif yang tidak dijamin, menjadi pemicu keterlambatan penanganan pasien kanker," kata Aryanthi.

Aryanthi berharap pasien kanker dan keluarganya harus menjadi bagian dalam proses pembuatan kebijakan penanganan kanker di Tanah Air.

Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany berpendapat kanker merupakan penyakit yang tidak pilih-pilih. Sebab, semua orang berpotensi terkena. Sayangnya, ujar Hasbullah, banyak pasien yang datang terlambat, bahkan banyak yang memanfaatkan pengobatan alternatif.

Selain itu, tambah dia, literasi masyarakat masih rendah dan sistem JKN juga sarat dengan keterlambatan dalam penerapannya. Menurut Hasbullah, faktor sistem JKN yang kurang tepat merupakan faktor utama yang menyebabkan keterlambatan itu.

Hasbullah menegaskan, padahal UUD 1945 mengamanatkan untuk setiap warga negara berhak atas layanan kesehatan yang baik, termasuk penderita kanker. Namun, program JKN belum bisa menjamin semua tahapan pengobatan kanker.

Selain itu, Hasbullah menegakan dalam rencana aksi nasional penanggulangan kanker perlu keterlibatan dan masukan dari publik lebih banyak lagi.

"Perlu dialog dengan para stakeholder untuk membuat kebijakan yang lebih baik," ujar Hasbullah.

Dalam kesempatan itu, Hasbullah menyarankan pendapatan dari cukai rokok harus dikembalikan untuk membiayai pengobatan kanker.

"Jangan sampai jadi pembiayaan untuk bangun jalan," kata Hasbullah.

Hasbullah berpendapat terkait kebijakan ketersediaan rumah singgah dalam rangkaian pengobatan kanker itu seperti tari poco-poco. Seyogyanya, tegas dia, ketersediaan rumah singgah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Pada kesempatan itu, juga berkembang usulan agar profesi pendamping pasien juga diakui keberadaannya sebagai bagian upaya mewujudkan proses penyembuhan kanker yang lebih efektif. Selain itu, berkembang pula permintaan agar obat kanker ovarium ditanggung BPJS Kesehatan dan bahan titanium yang memungkinkan pasien kanker tulang bisa berjalan dibebaskan dari pajak barang mewah.

Menanggapi, Hasbullah menyebut seharusnya dukungan agar menjadi sehat harus diperkuat. Hasbullah menambahkan dengan kondisi sehat, orang bisa produktif dan menjadi sumber pendapatan negara.

"Jadi seharusnya negara mempermudah orang sakit untuk menjadi sehat. Jangan malah mengenakan pajak alat pendukung pengobatan orang yang sakit," kata Hasbullah.

Sementara, Watimulyo dari CISC mengungkapkan obat kanker Trastuzumab yang masuk dalam Formulasi Nasional daftar obat yang ditanggung BPJS dan berlaku sejak 1 Maret 2024, ternyata hingga saat ini tidak bisa tersedia bagi pasien kanker. Padahal, tegas Watimulyo, penatalaksanaan pengobatan kanker membutuhkan pengaplikasian yang tepat waktu.

Ketua Bidang Ilmiah Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Elisna Syahrudin berpendapat ketidakberhasilan pengobatan kanker karena 80% kasusnya ditangani terlambat. Mengupayakan kesehatan dari penyakit kanker, tegas Elisna, sangat berkaitan dengan sarana pendukung lainnya dalam proses pengobatannya.

"Dari 100 orang penderita kanker paru misalnya, hanya beberapa orang yang pengobatannya dibiayai negara," kata Elisna.

Diakui Elisna, harapan hidup penderita kanker saat ini jauh lebih lama, meski obat yang tersedia masih terbatas.

Di samping itu, Tantri Moerdopo dari komunitas Sahabat Lestari mengungkapkan pentingnya fungsi rumah singgah dalam proses pengobatan kanker, namun hingga saat ini ketersediaan rumah singgah ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi berpendapat banyaknya aspirasi yang diserap dalam diskusi ini sangat penting bagi lahirnya kebijakan penanggulangan kanker di Tanah Air. Angka kasus kanker yang cukup tinggi, tambah Nurhadi, harus segera diatasi dengan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi pasien kanker. Nurhadi berjanji akan segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada.

"Negara harus hadir dalam upaya penanggulangan kanker dan Fraksi Partai NasDem menolak usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan," kata Nurhadi.

Sebagai informasi, diskusi ini dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Nur Amalia dan menghadirkan Ketum CISC Aryanthi Baramuli Putri, serta Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany sebagai narasumber.

Hadir pula antara lain Ketua LovePink Gracia Citra Werdhini; Ketua Bidang Ilmiah YKI Prof Dr Elisna Syahrudin, SpP(K),PhD; Ketua Klinik Pratama YKI Sam Ratulangi Hetty Andika Perkasa; Ketua Meta Menggala dr Yasavati Kurnia; Ketua Pink Schimmer Inc Dinda Nawangwulan; Ketua Think Survive Makassar Nasiva Zoubair; dan Srikandi Woro Murdiastuti sebagai peserta diskusi.

Selain itu, hadir Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi sebagai penanggap dalam diskusi tersebut.




(akn/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork