Wakil Ketua Komisi V DPR Syaiful Huda menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 dan harus diubah. Syaiful menilai putusan itu bisa diperdebatkan secara substansi.
"Kami tentu menghormati putusan MK terkait UU Tapera yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi karena memang putusan MK bersifat final dan mengikat. Kalau secara substansi putusan itu, kami kira debatable ya karena UU Tapera ini lahir juga didasarkan pada upaya agar para pekerja bisa lebih mudah mendapatkan rumah," kata Syaiful kepada wartawan, Selasa (30/9/2025).
"Jikalau hal itu dinilai mengandung unsur pemaksaan dan bertentangan dengan konstitusi, ya, memang begitu cara pandang Mahkamah. Dan kami sangat menghormati itu," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syaiful mengatakan putusan MK itu tentu menjadi tugas tambahan bagi Kementerian Permukiman dan Perumahan (PKP) untuk mencari sumber pendanaan lain dalam percepatan realisasi program 3 juta rumah.
"Saat ini Kementerian PKP memang tengah gencar melakukan berbagai simulasi sumber pendanaan agar program 3 juta rumah sebagai program prioritas Presiden terealisasi," katanya.
Kemudian, Syaiful menyebutkan pihaknya terus mendorong agar program 3 juta rumah bisa segera terealisasi agar backlog rumah yang lebih mencapai jutaan unit itu bisa dikurangi. Selain itu, Syaiful menilai program tiga juta rumah ini berpotensi menggerakkan ekonomi karena bisa menciptakan multiplier effect, mulai penyerapan tenaga kerja, bergeraknya sektor UMKM, hingga bergulirnya sektor logistik bangunan.
"Jadi kami menilai program tiga juta tidak boleh hanya dimaknai sebagai sekadar memenuhi backlog rumah di Indonesia tapi ikhtiar untuk menggulirkan perekonomian masyarakat," katanya.
Anggota Komisi V DPR, Danang Wicaksana Sulistya, menyebutkan pihaknya siap membahas ulang dengan pemerintah soal putusan MK itu. Ia mengatakan perlunya sinergitas terkait backlog perumahan.
"Tapi yang jelas artinya ke depan memang kita perlu saling sinergi, saling dukung, terutama pemerintah bagaimana untuk mengurangi backlog perumahan. Ini perlu banyak inovasi, perlu banyak cara agar ke depan pemenuhan backlog perumahan ini agar menjadi nol atau mempersempit lagi bisa diwujudkan, apalagi memang ini menjadi salah satu program dari asta cita Bapak Prabowo untuk 3 juta rumah," kata Danang.
![]() |
"Kami pasti di DPR akan mendukung dan mungkin kita bisa menjadi saling dalam raker ke depan dengan Kementerian PKP kita juga akan membahas ini, nanti kita akan diskusi dengan pimpinan fraksi dan juga lintas fraksi," sambungnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). MK menyatakan UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 dan harus diubah.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI Tahun 2016 No 56, tambahan lembaran NRI nomor 5863) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Tiga, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI tahun 2016 No 55 tambahan lembaran negara NRI No 5863) dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan," ujar ketua hakim MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan nomor 96/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Gugatan itu diajukan oleh Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto. Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai Tapera bukan pungutan yang bersifat memaksa. Hakim MK mengatakan konsep tabungan Tapera akan menggeser konsep tabungan yang bersifat sukarela.
"Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori 'pungutan resmi lainnya'. Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon," ujar hakim MK Saldi Isra.
Tonton juga video "Komisi V DPR: Korban Tewas KMP Tunu Pratama 9 Orang, 27 Hilang" di sini:
(azh/eva)