Oknum anggota TNI Angkatan Darat (AD), Praka S mengamuk dan melepaskan tembakan menggunakan senjata laras panjang di sebuah bank di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel). Imparsial mengkritik keras tindakan ini dan mendorong evaluasi terhadap penggunaan senjata api.
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra awalnya menjelaskan bahwa maraknya kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI ini dipicu oleh dua masalah laten. Salah satunya yakni pengawasan yang buruk.
"Pertama, sistem pengawasan yang buruk. Keluarnya senjata api beserta pelurunya bukan untuk tujuan tugas TNI menunjukkan tidak adanya pengawasan ketat terhadap penggunaan senjata api milik TNI," kata Ardi kepada wartawan, Jumat (26/9/2025).
Pengawasan yang buruk ini membuat maraknya penyalahgunaan senjata api. Sebelum kasus oknum TNI di Gowa, sudah ada beberapa kasus lain.
"Akibatnya, seringkali senjata api milik negara ini disalahgunakan untuk tujuan kriminal misalnya dalam Kasus Pembunuhan Bos Rental Mobil di Tangerang beberapa saat lalu hingga yang paling parah diperjual belikan ke Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua," lanjutnya.
Selain itu, dia menyoroti lemahnya akuntabilitas di tubuh TNI. Dia juga mendorong UU Peradilan Militer direvisi. Ia pun mendorong agar oknum TNI yang melakukan tidak pidana diadili di peradilan umum.
"Kedua, lemahnya akuntabilitas dan kuatnya budaya impunitas di tubuh TNI. Berulangnya kasus kekerasan TNI di ranah sipil juga tidak lepas dari belum direvisinya UU No. 31 Tahun 2000 tentang Peradilan Militer menyebabkan TNI tidak tunduk pada sistem peradilan sipil yang lebih terbuka.
Imparsial mendorong agar ada evaluasi ketat penggunaan senpi oleh prajurit TNI. Semata-mata agar kasus serupa tidak terulang.
"Pemerintah dan Panglima TNI untuk melakukan evaluasi ketat dan menyeluruh terhadap penggunaan senjata api oleh prajurit TNI, agar tidak lagi terjadi penyalahgunaan yang membahayakan keselamatan rakyat," katanya.
(rdp/dhn)