Jawaban TNI Usai Prajurit Jaga DPR Tuai Kritikan

Jawaban TNI Usai Prajurit Jaga DPR Tuai Kritikan

Dwi Rahmawati, Lisye Sri Rahayu, Rumondang Naibaho - detikNews
Sabtu, 20 Sep 2025 21:26 WIB
Massa sempat menembus gerbang DPR RI dengan mencopot besi pagar, Jumat (29/8/2025). Sebagian massa yang berhasil masuk ditenangkan anggota TNI dan secara persuasif  meminta para pendemo untuk kembali ke luar pagar. Polisi mundur dan berjarak sekitar 30 meter dari aparat TNI yang berjaga.
Personel TNI ikut menjaga DPR. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Kompleks gedung parlemen dijaga pasukan TNI usai terjadi sejumlah kericuhan menuai kritikan dari masyarakat sipil. TNI menekankan pasukannya berjaga di dalam kompleks gedung MPR/DPR/DPD ada dasar aturannya.

Berdasarkan catatan detikcom, Sabtu (20/9/2025), pasukan TNI masih menjaga kompleks gedung DPR hingga dua minggu setelah rentetan kericuhan terjadi di Jakarta. Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin, mengatakan pihaknya sudah menyetujui gedung DPR akan dijaga oleh personel TNI.

"TNI akan menjaga simbol kedaulatan negara di DPR, jadi saya sudah menyetujui dan Panglima (TNI) akan menindaklanjuti bersama para Kepala Staf (TNI) bahwa instalasi DPR akan dijaga oleh TNI," kata Sjafrie seusai rapat kerja dengan Komisi I DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/9).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sjafrie kala itu mengatakan penjagaan TNI akan dilakukan sampai suasana lebih kondusif. Mantan Pangdam Jaya itu menilai, jika diperlukan, TNI akan berada di tengah masyarakat.

"Sampai dengan tadi katanya kondusif, lebih kondusif lagi. Ya, terserah penilaian situasi, kalau memang diperlukan kita harus ada di tengah-tengah rakyat," ungkap dia.

ADVERTISEMENT

Sjafrie mengatakan termasuk gedung pemerintah harus mendapat perhatian dari TNI. Sjafrie berharap situasi dalam negeri bisa aman dan nyaman.

"Ya, instalasi-instalasi pemerintah yang perlu mendapat perhatian yang berhubungan dengan kedaulatan kita jaga semuanya," ujar Sjafrie.

"Supaya rakyat bisa aman dan nyaman bekerja. Ya, tidak perlu ada penindakan, yang penting komunikasi ya. Kita punya satu sistem komunikasi sosial, pembinaan teritorial ini akan kita kerjakan," sambungnya.

Kritik dari Koalisi Sipil

Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik pelibatan pasukan TNI dalam menjaga kompleks gedung parlemen. Koalisi sipil menekankan pemerintah harus menyetop keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan ke barak.

"Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Menteri Pertahanan tidak sejalan dengan tuntutan rakyat yang tertuang dalam agenda tuntutan 17+8 yang menginginkan agar pemerintah menghentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan TNI ke barak. Dengan demikian Menteri Pertahanan jelas-jelas melawan arus kehendak rakyat dan hal itu cermin dari pejabat pemerintahan yang tidak mendengarkan suara rakyat," demikian pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil, Selasa (16/9).

Koalisi sipil ini terdiri dari IMPARSIAL, CENTRA INITIATIVE, Raksha Initiatives, HRWG, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), DEJURE, PBHI, Setara Institute, LBH Apik dan WALHI. Mereka menilai pernyataan Menhan itu bertentangan dengan UU TNI.

"Lebih dari itu, pelibatan TNI dalam pengamanan gedung DPR RI sejatinya bukanlah tugas TNI. Konstitusi dan UU TNI telah mengatur bahwa TNI bertugas di bidang pertahanan negara, sedangkan urusan keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan ranah Kepolisian. Pelibatan TNI dalam pengamanan gedung DPR RI adalah bentuk penyimpangan dari fungsi dan tugas pokok TNI," jelasnya.

Kompleks gedung MPR/DPR/DPD masih dijaga sejumlah personel TNI dan kendaraan taktit atau rantis TNI setelah terjadi kericuhan di sejumlah titik pada akhir Agustus lalu, Selasa (16/9/2025).Kompleks gedung MPR/DPR/DPD masih dijaga sejumlah personel TNI dan kendaraan taktis atau rantis TNI setelah terjadi kericuhan di sejumlah titik pada akhir Agustus lalu, Selasa (16/9/2025). (Dwi Rahmawati/detikcom)

Koalisi sipil menilai kompleks gedung DPR bukan simbol kedaulatan negara. Mereka menegaskan bahwa DPR adalah simbol perwakilan rakyat, sehingga mencerminkan masyarakat sipil.

"Selain itu gedung DPR RI juga bukan merupakan simbol kedaulatan negara, melainkan simbol perwakilan rakyat. Karena itu, wajar apabila DPR RI menjadi objek kritik maupun aksi demonstrasi dari masyarakat ketika dianggap melakukan kekeliruan. Menempatkan TNI untuk menjaga DPR RI memberikan kesan mengancam dan mengintimidasi masyarakat yang ingin menyampaikan kritik dan aspirasinya," tutur dia.

"Menteri Pertahanan seharusnya berfokus pada penguatan TNI di bidang pertahanan, bukan menyeret TNI ke dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat yang bukan menjadi kewenangannya. Presiden harus melakukan koreksi terhadap tindakan yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan tersebut yang tidak sejalan dengan konstitusi dan UU TNI. Dengan tidak adanya koreksi dari Presiden, maka dapat dianggap Presiden terlibat dalam kekeliruan yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan," imbuhnya.

Koalisi sipil berpandangan bahwa proses reformasi TNI masih memiliki banyak pekerjaan rumah, termasuk reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial, dan penghapusan budaya kekerasan terhadap masyarakat sipil.

"Alih-alih memperluas tugas TNI ke ranah sipil, perhatian seharusnya diarahkan pada penyelesaian masalah internal reformasi TNI," jelasnya.

Koalisi Sipil memberikan sejumlah tuntutan, berikut isinya:
1. Menolak rencana pelibatan TNI untuk melakukan pengamanan gedung DPR RI.
2. Menghentikan segala bentuk pelibatan TNI dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat.
3. Memprioritaskan agenda reformasi TNI agar benar-benar menjadi tentara profesional di bidang pertahanan.

Respons TNI AD Terhadap Kritik

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menilai pengamanan oleh prajurit sudah sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga, menurutnya, tidak ada keputusan yang keluar dari perundang-undangan.

"Dari kami prinsipnya, kami bekerja sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Wahyu kepada wartwan di Monas, Jakarta Selatan, Sabtu (20/5).

Wahyu menjelaskan dalam UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, terdapat 14 tugas TNI termasuk TNI AD. Menurutnya ada aturan TNI dapat membantu sejumlah hal.

"Di dalam tugas-tugas itu ada kita memberikan perbantuan kepada kepolisian, perbantuan kepada pemerintah daerah, termasuk pengamanan obyek vital," jelas Wahyu.

"Dan manakala kita mendapat permintaan dari pemerintah daerah, dari otoritas sipil, dari kepolisian membantu melaksanakan pengamanan suatu kegiatan, suatu situasi termasuk suatu area tentu kita laksanakan," lanjut dia.

Karena itu, menurut Wahyu, pengerahan pasukan di kantor pemerintah merupakan tugas yang memang tercatat dalam regulasi. Wahyu menyebut semua atas dasar permintaan, membantu pemerintah daerah hingga institusi sipil yang memerlukan perbantuan.

"Kita tidak mengambil alih, tetap sesuai dengan bidang masing-masing, pengamanan internal, bagian-bagian tersebut. Rekan-rekan dari kepolisian tetap pada lokasi tertentu, pada situasi tertentu, pada kondisi tertentu kita diminta membantu, kita bantu. Kita juga memberikan asesmen," tetang Wahyu.

"Jadi tidak ada yang dilanggar berkaitan dengan peran kita mendukung keamanan beberapa obyek untuk meyakinkan situasi kondusif. Tentu TNI AD akan ikut pada kondisi tersebut," imbuhnya.

Halaman 2 dari 3
(rfs/fas)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads