MK Tolak Gugatan YLBHI-KontraS soal UU TNI

MK Tolak Gugatan YLBHI-KontraS soal UU TNI

Zunita Putri - detikNews
Rabu, 17 Sep 2025 15:46 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)-(Anggi Muliawati/detikcom
Gedung Mahkamah Konstitusi (Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi menolak gugatan yang diajukan YLBHI hingga KontraS terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU Nomor 34/2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). MK mengatakan dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

"Mengadili dalam pokok permohonan: menyatakan permohonan Pemohon V dan VI tidak dapat diterima, menolak permohonan Pemohon I sampai dengan Pemohon IV untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di sidang, Rabu (17/9/2025).

MK membeberkan satu per satu dalil para pemohon. Pertama, MK mengatakan RUU TNI di Prolegnas tidak melanggar hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, dalil para pemohon berkenaan perencanaan revisi UU TNI dalam Prolegnas dilakukan secara melanggar hukum dan seterusnya adalah tidak beralasan menurut hukum," kata hakim Daniel Yusmic.

ADVERTISEMENT

MK juga mengatakan selama ini proses pembahasan RUU TNI juga sudah terbuka. MK mengatakan seluruh informasi mengenai RUU TNI bisa diakses di laman resmi DPR dan YouTube DPR RI.

"Berdasarkan fakta hukum tersebut, berkenaan dengan permasalahan dokumen yang tidak dapat diakses adalah tidak tepat jika dikaitkan dengan pelanggaran asas keterbukaan sebagaimana didalilkan oleh para pemohon. Sebab, apabila para pemohon hendak memperoleh akses terhadap dokumen terkait RUU a quo, ternyata selain telah disampaikan kepada masyarakat baik melalui laman resmi dan kanal YouTube DPR, akses informasi juga dapat diketahui melalui hasil wawancara dengan awak media setelah rapat pembahasan maupun hasil wawancara terkait dengan perkembangan pembentukan RUU perubahan atas UU 34/2024," kata hakim M Guntur Hamzah.

Hakim Guntur menyatakan informasi yang disampaikan DPR sudah terbuka. Masyarakat, katanya, bisa mengakses mudah mengenai RUU.

"Dengan demikian, berdasarkan fakta hukum tersebut, pembentuk UU telah menyediakan akses melalui laman resmi dan kanal YouTube serta adanya hasil wawancara yang dilakukan oleh media massa dalam setiap tahap pembahasan RUU telah membuktikan upaya pembentuk UU dalam membuka informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat," imbuhnya.

MK juga menolak permohonan pemohon tentang adanya penggunaan kekuatan secara berlebihan. Hal ini sebagaimana peristiwa aksi yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil di Hotel Fairmont ketika Panja DPR membahas RUU TNI di sana.

"Bahwa selanjutnya berkenaan dengan dalil para pemohon yang menyatakan adanya penggunaan kekuatan secara berlebihan (Excessive use of force) untuk menutup ruang partisipasi publik, menurut mahkamah jika dimaksud oleh para pemohon dalil tersebut, dikaitkan dengan adanya peristiwa protes oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk sektor keamanan pada rapat panitia kerja yang dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont pada 14 Maret dan 15 Maret 2025, meskipun tidak dapat dipungkiri adanya peristiwa protes, namun sesungguhnya rapat tersebut dilaksanakan secara terbuka," kata hakim Guntur.

"Sehingga dalil para pemohon mengenai adanya penggunaan kekuatan secara berlebihan tidak benar adanya, sehingga tidak dapat diartikan menghalangi penyampaian aspirasi masyarakat sepanjang dilakukan dengan menyampaikan menurut metode-metode dan cara-cara sebagaimana yang dimaksud mahkamah," ucapnya.

Oleh karena itu, MK menilai dalil para pemohon tidak beralasan, Sehingga MK menolak permohonan mereka.

"Dengan demikian berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut dalil para pemohon berkenaan proses pembahasan revisi UU TNI dengan sengaja tidak transparan, tidak akuntabel, adalah tidak beralasan menurut hukum," katanya.

Dissenting Opinion

Putusan ini diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat. Perbedaan ini disampaikan oleh empat hakim yaitu hakim konstitusi Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani. Empat hakim tersebut berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum, seharusnya Mahkamah mengabulkan para pemohon untuk sebagian.

Dalam perkara nomor 81/PUU-XXIII/2025 pemohonnya adalah: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), KontraS, Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty. Pemohon pada intinya meminta UU 3/2025 tidak mempunyai ketentuan hukum mengikat.

Sebelumnya, MK tidak menerima empat gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU Nomor 34/2024 tentang TNI. MK menyatakan para pemohon dari empat perkara itu tidak memiliki kedudukan hukum.

MK mengatakan para pemohon di empat perkara itu tak pernah aktif mengikuti proses pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025. Hal itu membuat MK menilai para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

"Tidak ada bukti dan fakta persidangan yang memperlihatkan bahwa para pemohon pernah secara aktif mengikuti atau mengawal proses pembentukan UU 3 Tahun 2025 sejak awal," ujar hakim MK Enny Nurbaningsih.

"Tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menilai kembali dan menyatakan para pemohon dalam perkara-perkara a quo tidak memiliki kedudukan hukum," sambung Enny.

Atas dasar itu, MK menyatakan tidak menerima empat gugatan terhadap UU TNI, sehingga tersisa satu lagi gugatan UU TNI.

"Tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Suhartoyo.

Ada dissenting opinion dalam putusan tersebut dari Suhartoyo dan Saldi Isra. Keduanya menilai para pemohon memiliki kedudukan hukum sehingga gugatannya harus dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara.

Simak juga Video Prabowo Tegaskan Tak Ada Niat Bangkitkan Dwifungsi Lewat UU TNI: Come On!

Halaman 2 dari 2
(zap/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads