DPR RI telah memangkas sejumlah tunjangan anggota untuk merespons krisis kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Kendati begitu, transformasi seperti ini seharusnya tidak hanya berhenti pada DPR.
Menurut Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas, DPR sudah mendengarkan kritikan publik. Kebijakan DPR tersebut diperkirakan mampu menghemat anggaran negara sedikitnya Rp 260 miliar per tahun dalam struktur APBN.
"Ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa legitimasi wakil rakyat hanya bisa dipertahankan bila mereka mampu merespons kegelisahan masyarakat," kata Hairunnas dalam keterangannya, Selasa (9/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai keputusan DPR yang memangkas sejumlah tunjangan, Hairunnas menilai langkah DPR menjadi sinyal bagi para pejabat lain di kementerian dan BUMN untuk ikut melakukan penghematan.
"Saya juga percaya bahwa langkah ini bukan hanya diapresiasi oleh masyarakat luas. Para pejabat di DPR sendiri, kementerian, bahkan BUMN strategis, pada dasarnya juga bisa melihatnya sebagai sebuah momentum perbaikan institusi ke depannya," jelas Hairunnas.
Dalam konteks yang sama, Hairunnas menyoroti ketimpangan yang masih terjadi di tingkat daerah. Menurutnya, praktik pemberian tunjangan rumah dengan angka fantastis masih terjadi di banyak DPRD, seperti di Bekasi, Jakarta, dan Jawa Tengah.
"Karena kalau kita harus jujur, isu gaji dan tunjangan yang terlalu besar tidak hanya menjadi persoalan DPR semata, melainkan juga menyentuh pejabat negara lain di berbagai level," tambahnya.
Lebih rinci, dia menilai tunjangan rumah dinas anggota DPRD DKI Jakarta yang mencapai Rp 78 juta serta berbagai daerah lain juga harus dikoreksi.
"Tunjangan rumah bagi anggota DPRD di berbagai provinsi dan kabupaten/kota masih berada di angka yang fantastis, di Bekasi Rp46-53 juta, di Jakarta Rp70-78 juta, di Jawa Tengah hampir Rp80 juta untuk level pejabat daerah ini nominal yang fantastis," papar Hairunnas.
Untuk itu, Hairunnas menilai transformasi ini tidak boleh berhenti hanya sampai di DPR RI saja. Menurutnya, pemangkasan sejumlah tunjangan, termasuk tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan yang berdampak pada penurunan take home pay menjadi sekitar Rp65 juta per bulan tidak semestinya hanya berhenti pada DPR.
"Kalau kondisi ini dibiarkan, publik akan menilai bahwa reformasi hanya berhenti di Senayan, dan tidak menyentuh akar masalah di seluruh struktur politik hingga di tingkat daerah," ungkap Hairunnas.
"Langkah yang sama harus menjangkau DPRD di seluruh daerah, kementerian, lembaga negara, hingga BUMN yang selama ini juga menikmati fasilitas berlebih. Tanpa keberanian melakukan reformasi menyeluruh, pemangkasan di Senayan hanya akan dilihat publik sebagai langkah simbolik," lanjut Hairunnas.
Hairunnas menegaskan pentingnya transformasi tunjangan dan remunerasi yang harus dilakukan secara menyeluruh. Menurut Hairunnas, Reformasi Birokrasi bisa menjadi contoh bila langkah DPR diikuti oleh pembenahan di kementerian, lembaga negara, DPRD, dan BUMN.
"Saya melihat keputusan DPR memangkas tunjangan ini adalah langkah awal yang baik, bahkan bisa menjadi titik balik. Tapi jelas, pekerjaan rumah masih panjang. Reformasi tunjangan pejabat publik harus dilakukan secara komprehensif. Tidak cukup hanya di DPR pusat," tegasnya.
Hairunnas menilai jika DPR mampu menjawab tantangan ini, maka seluruh pejabat negara di berbagai level akan menyadari pentingnya menata ulang sistem yang selama ini dianggap timpang.
"Itulah langkah yang tidak hanya menenangkan, tetapi juga akan dikenang," jelas Hairunnas.
Sebagai informasi, sebelumnya DPR RI mengeluarkan sejumlah enam putusan meliput pemangkasan fasilitas, moratorium perjalanan dinas, serta peningkatan transparansi di parlemen. Putusan ini sekaligus merespons 17+8 tuntutan rakyat, termasuk terkait gaji dan tunjangan DPR yang memicu kegelisahan publik.
Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan seluruh fraksi sepakat untuk mencabut tunjangan perumahan bagi anggota DPR. Fraksi-fraksi di DPR juga menyepakati untuk moratorium dinas ke luar negeri, kecuali menghadiri undangan kenegaraan.
"Prinsipnya kami DPR akan terus berbenah dan memperbaiki diri. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat pasti akan kami jadikan masukan yang membangun," ungkap Puan saat pimpin rapat konsultasi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9).
Puan melanjutkan langkah ini dilakukan sekaligus untuk menjalankan reformasi DPR yang akan dia pimpin. Adapun transformasi DPR ini diambil sebagai langkah konkret dari dewan dalam menjawab aspirasi rakyat.
"Saya sendiri yang akan memimpin Reformasi DPR," tegas Puan.
Selain itu, dalam 6 poin keputusan yang telah dikeluarkan, selain meniadakan tunjangan perumahan, anggota DPR juga tidak akan menerima beberapa komponen tunjangan lainnya seperti tunjangan biaya langganan listrik, jasa telepon, biaya komunikasi intensif, dan transportasi.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan DPR telah menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR terhitung sejak 31 Agustus 2025.
"Selain itu, moratorium kunjungan kerja luar negeri DPR juga diberlakukan sejak 1 September 2025, kecuali untuk menghadiri undangan kenegaraan," kata Dasco.
Dasco menambahkan DPR juga menyepakati pemangkasan sejumlah tunjangan dan fasilitas anggota dewan, mulai dari biaya langganan listrik, jasa telepon, komunikasi intensif, hingga tunjangan transportasi.
"Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan DPR mendengar aspirasi publik dan melakukan langkah nyata," ucapnya.
Lihat juga Video: DPR Pangkas Tunjangan Listrik, Telepon, Hingga Transportasi