Muzani Tegaskan MPR Terus Mendengar dan Merefleksi Diri tentang Konstitusi

Muzani Tegaskan MPR Terus Mendengar dan Merefleksi Diri tentang Konstitusi

Alfi Kholisdinuka - detikNews
Kamis, 21 Agu 2025 15:46 WIB
Ketua MPR RI Ahmad Muzani ketika membuka Seminar Konstitusi dengan tema Dialektika Konstitusi: Refleksi UUD NRI Tahun 1945 Menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Ketua MPR RI Ahmad Muzani (Foto: Dok. MPR RI)
Jakarta -

Ketua MPR RI Ahmad Muzani menegaskan MPR merupakan lembaga negara yang diberikan kewenangan penuh oleh UUD NRI Tahun 1945 untuk melakukan perubahan atau amandemen UUD. Oleh karena itu, MPR perlu terus menerus mendengar dan merefleksi diri tentang makna konstitusi.

Hal ini dia ungkapkan ketika membuka Seminar Konstitusi dengan tema 'Dialektika Konstitusi: Refleksi UUD NRI Tahun 1945 Menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi' di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

"Banyak akademisi, tokoh-tokoh, dan kalangan lain yang menyuarakan perubahan UUD. Pemikiran-pemikiran itu kita harus dengarkan. Seminar konstitusi ini adalah upaya kami untuk terus mendengar dan mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat," ujar Muzani dalam keterangannya, Kamis (21/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muzani menambahkan seminar ini merupakan rangkaian peringatan Hari Konstitusi yang jatuh pada tanggal 18 Agustus, ketika para pendiri bangsa (founding fathers) menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

ADVERTISEMENT

"Keberanian para pendiri bangsa menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang sampai sekarang dipakai adalah keberanian yang luar biasa. Karena itu sebagai generasi penerus setelah 80 tahun kita merdeka, kita juga harus mempunyai keberanian untuk merefleksi dan merenung tentang konstitusi kita," tuturnya.

Menurut Muzani, MPR sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan atau amandemen UUD, tidak menutup diri atau menutup rapat-rapat untuk amandemen UUD, tetapi di sisi lain MPR juga tidak membuka selebar-lebarnya atas keinginan untuk melakukan amandemen UUD karena UUD tidak boleh terlalu sering dilakukan perubahan.

"Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan UUD, kami tidak menutup diri dan menutup rapat-rapat atas perubahan itu. Meskipun di sisi lain, kami juga tidak membuka lebar-lebar atas keinginan terhadap perubahan UUD. UUD tidak boleh terlalu sering dilakukan perubahan, tapi UUD juga tidak boleh ditutup rapat untuk perubahan agar bisa mengikuti perubahan dan perkembangan zaman," jelasnya.

Muzani juga menyebut tiga lembaga negara, yaitu MPR, DPR, dan MK harus melakukan komunikasi untuk merefleksikan dan mengakualisasikan UUD NRI Tahun 1945 agar sejalan dengan perkembangan zaman. MPR adalah lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945, sedangkan DPR adalah lembaga yang memiliki kewenangan membuat UU sebagai penterjemahan dari UUD, dan MK adalah lembaga yang diberi kewenangan menafsir semua produk UU apakah memiliki kesesuaian atau tidak dengan UUD.

"Ketiga lembaga negara ini memiliki kewenangan yang sangat jelas dalam UUD NRI Tahun 1945. Karena itu, hubungan dan komunikasi ketiga lembaga negara ini harus terus dipikirkan untuk merefleksikan dan mengaktualisasi UUD sepanjang zaman," pungkasnya.

Lihat Video 'Ketua MPR: Amandemen Bukan Solusi Instan Atasi Masalah':

(akd/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads