Menteri Koordinator (Menko) Pemberdayaan Masyarakat (PM) Abdul Muhaimin Iskandar bersama Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan pentingnya reformasi sistem akreditasi panti asuhan. Hal itu agar layanan pengasuhan mampu meningkatkan kualitasnya.
Saifullah mengatakan untuk mengukur kualitas layanan pengasuhan, pihaknya bakal menjalankan mekanisme reward dan punishment. Hal itu agar proses akreditasi tidak hanya sekedar formalitas.
Dia mengungkapkan masih banyak Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) tidak terakreditasi, bahkan lebih dari 2.000 lembaga fiktif hanya bermodal papan nama. Lebih dari 85% anak di panti pun bukan yatim piatu, melainkan masih memiliki salah satu orang tua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau akreditasi tidak memberi insentif atau sanksi, orang enggan memperbaiki layanan. Ini yang akan kita ubah," kata Saifullah dalam keterangan tertulis, Rabu (20/8/2025).
Kementerian Sosial kini tengah merevisi Permensos agar akreditasi menjadi instrumen penjamin kualitas pengasuhan. LKS yang melanggar akan dikenai sanksi tegas. Sementara yang memenuhi standar akan mendapat penghargaan.
"Biaya pengurusan anak di panti yang 5-10 kali lebih besar dari pengasuhan berbasis keluarga juga menjadi alasan kuat agar regulasi ini diarahkan pada peningkatan kualitas, bukan sekadar legalitas," tuturnya.
Sementara itu, filantropi dan dana sosial masyarakat harus diatur lebih transparan dan akuntabel. Seluruh penyaluran bantuan sosial wajib berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) agar tidak salah sasaran.
Persoalan data memang menjadi warisan besar. Selama ini, data kemiskinan tersebar di berbagai K/L dengan kriteria berbeda-beda. Akibatnya, tingkat ketidaktepatan sasaran bansos tinggi: 45% untuk bansos Kemensos, dan subsidi BBM bahkan 82% tidak tepat sasaran.
Presiden pun mengeluarkan Perpres No. 4/2025 yang menugaskan BPS sebagai lembaga kredibel untuk verifikasi dan validasi data kemiskinan. Saifullah mengatakan seluruh kementerian dan lembaga harus tunduk pada data BPS.
"Kalau masing-masing pakai data sendiri, masalah tidak akan selesai. Kritik boleh, masukan boleh, tapi semua harus berbasis BPS," ujarnya.
Dari sisi program, bansos reguler tetap meliputi PKH, bantuan sembako, bantuan yatim piatu, dan permakanan lansia. Namun data DTKS 2024 menunjukkan 40% penerima masih salah sasaran.
Untuk lansia, program permakanan sempat menjangkau 136 ribu orang berusia di atas 75 tahun tetapi terhambat keterbatasan anggaran.
"Pemerintah juga tengah menyiapkan digitalisasi penyaluran bansos lewat aplikasi yang dikembangkan Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Uji coba dilakukan di Banyuwangi, dengan sistem conditional cash transfer berbasis Payment ID Bank Indonesia, sehingga bantuan hanya bisa digunakan untuk kebutuhan dasar seperti sembako," ungkapnya.
Sementara itu, Sekolah Rakyat yang kini berkembang menjadi 165 titik disebut sebagai miniatur penanggulangan kemiskinan. Program ini menggabungkan pendidikan anak, pemberdayaan orang tua melalui koperasi Desa Merah Putih, perbaikan rumah, bantuan kesehatan, hingga bansos lengkap bagi keluarga miskin ekstrem. Targetnya, setiap tahun ada 350 ribu keluarga graduasi dari bansos menuju kemandirian.
"Akreditasi panti, digitalisasi bansos, dan Sekolah Rakyat adalah bagian dari strategi besar menuju nol persen kemiskinan ekstrem pada 2026. Semua butuh regulasi yang kuat, pengawasan yang konsisten, serta partisipasi masyarakat," tutupnya.
Simak juga Video: Sanksi Hukum dan Penutupan bagi Panti Asuhan Melanggar Aturan