Tito Sebut Kenaikan PBB 250% di Pati Tak Sampai ke Kemendagri

Tito Sebut Kenaikan PBB 250% di Pati Tak Sampai ke Kemendagri

Rumondang Naibaho - detikNews
Kamis, 14 Agu 2025 14:53 WIB
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian,
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian (Ondang/detikcom)
Jakarta -

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, angkat bicara tentang demo besar mendesak Bupati Pati Sudewo mundur yang berlanjut dengan pansus pemakzulan. Tito menyebut peraturan tentang penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% tak pernah sampai ke Kemendagri.

"Saya juga lagi meneliti. Karena memang peraturan dari bupati mengenai tarif NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan PBB itu tidak sampai ke Kemendagri," kata Tito di Kompleks Bulog Kanwil DKI Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Tito menerangkan bahwa berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), kebijakan tentang NJOP dan PBB ditentukan oleh Bupati atau Wali Kota dan ditinjau oleh Gubernur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi Perda-nya memang dibuat oleh DPRD tapi bersifat umum dan penentuan tarifnya oleh kabupaten dan kota dan penentuan angka NJOP dan PBB itu ditentukan oleh bupati dan wali kota dengan konsultasi dan yang me-review adalah gubernur," jelas Tito.

"Makanya nggak sampai ke saya ya, tapi gubernur," lanjut dia.

ADVERTISEMENT

Meski begitu, Tito menuturkan bakal melakukan rapat online dengan para kepala daerah untuk membahas perihal angka NJOP dan PBB. Dia hendak mengidentifikasi daerah mana lagi yang terjadi kenaikan.

"Ini harus betul-betul melihat salah satu klausul dari UU HKPD itu bahwa setiap kebijakan daerah yang bersifat anggaran, misalnya pajak dan retribusi, itu harus ada proses sosialisasi," ucap Tito.

"Kedua, mempertimbangkan betul dampak serta kemampuan ekonomi masyarakat. Nah ini yang kita nilai," sambung dia.

Tito mengingatkan kepada kepala daerah agar kebijakan yang berhubungan dengan pajak dan retribusi dilakukan bertahap dan tidak sampai memberatkan masyarakat.

"Prinsip utamanya itu dan juga lakukanlah sosialisasi, masih ada waktu sosialisasi. Harusnya, aturan tertentu ya, yang pajaknya nih misalnya dibuat tahun ini, tapi berlakunya mulai 1 Januari, tahun berikutnya," imbuh Tito.

Seperti dilansir detikJateng, pada 8 Agustus 2025, Bupati Sudewo telah mengumumkan pembatalan kenaikan PBB 250 persen di tengah meningkatnya tekanan publik. Ia menyampaikan keputusan tersebut diambil untuk menciptakan situasi aman dan kondusif di Kabupaten Pati serta mengakomodasi aspirasi warga. Tarif PBB pun kembali seperti pada 2024.

Setelah pembatalan kenaikan PBB, fokus tuntutan massa bergeser. Mereka kini mendesak Sudewo mundur dari jabatan Bupati. Kekecewaan warga tidak hanya soal PBB, tetapi juga kebijakan lain yang dinilai merugikan.

Salah satu kebijakan yang memicu amarah adalah pemutusan hubungan kerja terhadap 220 karyawan honorer RSUD RAA Soewondo Pati tanpa pesangon dan solusi. Beberapa di antara mereka sudah mengabdi selama 20 tahun. Eks honorer seperti Ruha dan Roni menyatakan tuntutan untuk dikembalikan ke pekerjaan lama atau meminta Sudewo turun dari jabatan.

Kebijakan regrouping sekolah di Pati dilakukan dengan menggabungkan beberapa sekolah berukuran kecil menjadi satu. Langkah ini berdampak pada berkurangnya kebutuhan tenaga pendidik, khususnya guru honorer. Akibatnya, banyak guru honorer kehilangan kesempatan mengajar dan terpaksa mencari pekerjaan lain.

Saksikan Live DetikSore:

Simak Video: Mendagri Ungkap Bupati Pati Tak Lapor Kenaikan PBB ke Pusat

Halaman 2 dari 3
(ond/knv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads