Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno menilai sektor filantropi memiliki peran penting dalam mendorong transisi energi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Menurutnya, dukungan filantropi diperlukan dalam pendanaan, edukasi publik, hingga penguatan kapasitas masyarakat.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Filantropi Indonesia Festival (FiFest) 2025 bertema "Memimpin Filantropi Menuju Net Zero: Dari Kesadaran ke Aksi Kolektif untuk Membangun Komitmen Filantropi Indonesia" di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (8/8).
Eddy menegaskan target pertumbuhan ekonomi 8% memerlukan transformasi besar di sektor energi. Saat ini, 61% energi nasional masih bergantung pada bahan bakar fosil, terutama batu bara, yang dinilai tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi ke depan berbasis energi terbarukan. Prinsip sustainability adalah keniscayaan," ujar Eddy dalam keterangannya, Sabtu (9/8/2025).
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar dari matahari, angin, air, laut, hingga panas bumi. Pemerintah telah menyiapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2034, dengan kebutuhan investasi sekitar USD 171 miliar dalam 10 tahun ke depan.
Eddy mengatakan filantropi bisa berperan aktif membiayai program transisi energi, penanganan sampah, pengurangan polusi, hingga peningkatan kesadaran publik terhadap isu lingkungan.
"Salah satu hambatan utama percepatan transisi energi adalah pembiayaan. Pada titik inilah peran filantropi menjadi sangat strategis," ucapnya.
Ia menjelaskan filantropi dapat berkontribusi pada adaptasi dan mitigasi krisis iklim, pendanaan inovasi dan riset melalui co-financing atau hibah, serta advokasi dan fasilitasi kebijakan melalui dialog publik, kampanye kesadaran, penelitian kebijakan, dan advokasi regulasi yang mendukung aksi iklim.
"Filantropi juga dapat membangun kapasitas masyarakat melalui organisasi masyarakat sipil, mendorong partisipasi publik dalam mitigasi iklim di berbagai tingkatan," lanjutnya.
Eddy menuturkan kolaborasi dapat diwujudkan melalui skema 4P: Public, Private, Philanthropic, Partnership. Publik menyediakan regulasi, insentif kebijakan, kepastian investasi, dan jaminan risiko; swasta membawa inovasi teknologi dan efisiensi operasional; sementara filantropi menyediakan patient capital dengan mendanai riset berisiko tinggi, dan memfasilitasi koordinasi.
Ia menambahkan sejumlah lembaga filantropi internasional telah menunjukkan minat mendukung Indonesia dalam program pensiun dini PLTU batu bara.
"Bahkan, saya pernah menghadiri pertemuan internasional di mana lembaga-lembaga filantropi dari Amerika dan Eropa menyatakan minat besar untuk membantu Indonesia melakukan pensiun dini PLTU batu bara. Ini peluang besar yang harus kita manfaatkan," katanya.
Eddy menegaskan keterlibatan MPR RI dalam isu keberlanjutan merupakan bagian dari amanat konstitusi, khususnya Pasal 28H UUD 1945 yang menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
"Kami tidak hanya berbicara soal konstitusi secara normatif, tapi memastikan hak-hak rakyat dijalankan secara substantif. Karena itu, kolaborasi dengan sektor filantropi adalah keniscayaan yang terus kami dorong demi manfaat lebih besar bagi masyarakat," pungkasnya.
Simak juga Video 'Seputar Kolaborasi Riset Transisi Energi Indonesia-Australia':
(akd/akd)