Mantan Staf Khusus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Fiona Handayani, telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Setelah diperiksa, dia membantah kabar bahwa grup WhatsApp (WA) bernama 'Mas Menteri Core Team' khusus dibuat untuk proyek laptop.
"Ya kalau itu ya di awal dibuat dulu ya namanya orang terpilih misalnya menjadi menteri, ya dia membentuk tim ya wajar-wajar saja. Tapi bukan khusus membahas Chromebook, tidak," kata pengacara Fiona, Indra Haposan Sihombing, di Kejagung seperti dikutip, Rabu (6/8/2025).
Dia mengatakan Nadiem saat itu hanya memilih orang yang bisa diajaknya bekerja di Kemendibud. Dia menepis tudingan bahwa grup itu dibuat khusus membahas proyek pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek yang berujung dugaan korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya ya memilih orang yang bisa dibawa kerja, hanya itu, tidak ada membahas Chromebook secara terperinci, tidak,"ujar Indra.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendibudristek era Nadiem. Para tersangka itu ialah:
1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW)
2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL)
3. Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS)
4. Konsultan perorangan rancangan perbaikan infrastruktur teknologi manajemen sumber daya sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).
Kejagung juga mengungkap proyek itu telah dibahas sebelum Nadiem resmi menjabat. Pembahasan salah satunya dilakukan lewat grup WA 'Mas Menteri Core Team'.
"Pada Agustus 2019, (Jurist Tan) bersama-sama dengan NAM dan Fiona membentuk grup WhatsApp bernama 'Mas Menteri Core Team' yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila nanti NAM diangkat pada tanggal 19 Oktober 2019," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung saat itu, Abdul Qohar, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7).
Proyek pengadaan laptop itu dilakukan dengan total anggaran Rp 9,3 triliun. Kejagung menyatakan kerugian dalam kasus ini Rp 1,9 triliun.
Berikut ini perhitungan kerugian negara yang diuraikan Kejagung:
- Item software (CDM) senilai Rp 480.000.000.000 (Rp 480 miliar)
- Markup atau selisih harga kontrak dengan principal laptop di luar CDM senilai Rp 1.500.000.000.000 (Rp 1,5 triliun).
Simak juga Video: Diperiksa 11 Jam, Eks Stafsus Nadiem Ungkap Hal yang Didalami