Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan penulisan ulang sejarah adalah respon atas kebutuhan strategis dalam memperbarui historiografi Indonesia dengan pendekatan akademis dan perspektif keindonesiaan.
Hal ini disampaikan Fadli Zon dalam Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia di Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan, Senin (4/8/2025. Diskusi ini menjadi bagian dari upaya kolektif menghadirkan narasi sejarah kebangsaan yang lebih inklusif, reflektif, dan relevan dengan kebutuhan zaman.
"Dalam era keterbukaan dan demokrasi, Kementerian Kebudayaan berupaya menghadirkan narasi sejarah yang memuat kebaruan metodologis dan mampu menjawab tantangan disintegrasi sosial serta polarisasi politik yang melemahkan semangat kebangsaan, khususnya di kalangan generasi muda," ujarnya seperti dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8/2025)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadli Zon menegaskan buku sejarah ini ditulis oleh para sejarawan profesional yang ahli di bidangnya masing-masing. Dia meyakini pemutakhiran sejarah bukan sekadar pilihan, melainkan keniscayaan.
"Buku ini menjadi instrumen reflektif dalam menyongsong 80 tahun Indonesia Merdeka, sebagai upaya membangkitkan kesadaran kolektif, memperkuat solidaritas antar generasi, dan menegaskan kembali cita-cita perjuangan bangsa," imbuhnya.
Direktur Sejarah dan Permuseuman, Agus Mulyana, dalam laporannya turut menekankan bahwa diskusi publik ini menjadi bentuk kepedulian publik terhadap narasi sejarah nasional.
"Kami membuka ruang partisipasi seluas-luasnya untuk masyarakat. Melalui forum ini, kami berharap dapat menjaring berbagai saran konstruktif untuk menghasilkan penulisan sejarah yang objektif, jujur, dan partisipatif," ujar Agus.
Rektor UNM, Prof. Karta Jayadi juga menyatakan apresiasi atas dipilihnya UNM sebagai tuan rumah. Menurutnya, sejarah adalah rentang peristiwa yang memang dapat didiskusikan dan diperdebatkan, termasuk melalui diskusi publik ini.
"Kehadiran Kementerian Kebudayaan di UNM merupakan kehormatan bagi kami, dan mudah-mudahan kegiatan ini memberi tanda penting dalam proses perjalanan penulisan sejarah Indonesia," ungkapnya.
Visi Penulisan Ulang Sejarah
Diketahui, diskusi yang dipandu oleh Muslimin A.R. Effendi, dosen Universitas Hasanuddin, menghadirkan para Editor Umum dan Editor Jilid yang memaparkan substansi draf buku secara menyeluruh. Para editor umum, di antaranya Prof. Dr. Susanto Zuhdi M. Hum, Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M.Hum, dan Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A. membuka diskusi dengan menjelaskan arah, pendekatan metodologis, serta visi besar dari proyek penulisan ini.
Prof. Susanto Zuhdi menyampaikan bahwa sejarah yang ditulis kali ini bertujuan untuk membangun kerangka konseptual dalam memahami masa lalu secara kontekstual dan relevan dengan persoalan bangsa hari ini.
"Sejarah kebangsaan adalah suatu keniscayaan yang harus kita tulis," ujarnya.
Sementara itu, Prof. Singgih menjelaskan bahwa buku ini menawarkan aspek pembaruan, antara lain: pengayaan fakta, metodologi, perspektif, dan paradigma.
"Melalui pendekatan yang kritis dan reflektif, kami berharap buku ini mampu menjadi lentera yang menerangi jalan bangsa menuju keadilan, persatuan, dan kemajuan," ucapnya.
Para editor jilid yang memaparkan isi sepuluh jilid utama buku sejarah ini antara lain Prof. Dr. Akin Duli, M.A., Dr. Wanny Rahardjo, M. Hum., Prof. Usep Abdul Matin, M.A., M.A., Ph.D, Zacky Khairul Umam, Ph.D, Prof. Dr. Sarkawi, M.Hum., Prof. Dr. Purnawan Basundoro, M.Hum., Prof. Dr. Endang Susilowati, M.A., Nur Aini Setiawati, Ph.D, Prof. Dr. Erniwati, M. Hum., dan Dr. Linda Sunarti, M.Hum.
Harapan Buku Sejarah
Diketahui, diskusi publik ini diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, diantaranya akademisi, mahasiswa, budayawan, asosiasi profesi, hingga masyarakat umum. Turut hadir dalam diskusi, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Ibnu Hamad; Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, Sinatriyo Danuhadiningrat; Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan; serta jajaran pimpinan UNM.
Sesi tanya jawab menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi. Muhammad Idris, guru asal Sulawesi Barat, menyampaikan harapannya agar buku sejarah ini dapat menjadi sumber pembelajaran yang kaya bagi siswa, serta perlunya sinergi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hal senada disampaikan oleh Arif Sigit, budayawan Sulawesi Selatan, yang berharap adanya kanal aspirasi publik di luar forum diskusi ini. Dari ruang Zoom, Andi Emil Fitrah turut mempertanyakan rencana implementasi buku ini ke dalam kurikulum serta kemungkinan pelibatan tokoh-tokoh lokal.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Susanto Zuhdi menjelaskan bahwa keterbatasan jumlah jilid menyebabkan tidak semua sejarah lokal dapat dimuat. Namun demikian, ia menyebut bahwa penulisan sejarah lokal secara terpisah tetap menjadi agenda tersendiri. Ia juga kembali menegaskan bahwa seluruh proses penulisan berlangsung secara independen, bebas dari intervensi pihak mana pun.
Menutup kegiatan, Direktur Agus Mulyana menyampaikan bahwa Kementerian Kebudayaan akan terus melanjutkan proses penulisan sejarah, termasuk merancang integrasi buku ini ke dalam sistem pendidikan nasional.
"Kami berharap penulisan sejarah ini dapat terus berlanjut dan dalam lima tahun ke depan semakin banyak jilid buku sejarah yang terbit dalam memperkaya narasi sejarah bangsa," tuturnya.
Sebagai informasi, diskusi publik ini merupakan forum diskusi keempat setelah sebelumnya diselenggarakan di Universitas Indonesia (25 Juli), Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (28 Juli), dan Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat (31 Juli).
Forum ini menjadi wujud keterbukaan Kementerian Kebudayaan dalam menghimpun beragam masukan dari masyarakat akademik, profesional, komunitas budaya, hingga tokoh publik terhadap draf Buku Sejarah Indonesia yang tengah disusun.
Kota Makassar menjadi salah satu bagian dari rangkaian Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa sejarah adalah pilar utama kebangsaan.
Kementerian Kebudayaan berkomitmen untuk terus membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam membentuk narasi sejarah yang jujur, adil, inklusif, inspiratif, dan mampu merekatkan Indonesia dalam seluruh keberagamannya.
(akd/ega)