Poin-poin Penjelasan Pemerintah soal Transfer Data RI-AS

Poin-poin Penjelasan Pemerintah soal Transfer Data RI-AS

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 26 Jul 2025 06:32 WIB
Securing cybersecurity, A Businesswoman protecting personal data on laptops and virtual interfaces, Preventing Online Theft, Cybersecurity concepts.
Ilustrasi (Foto: Getty Images/Prae_Studio)
Jakarta -

Pemerintah menjelaskan terkait kesepakatan dalam transfer data dengan Amerika Serikat (AS). Pemerintah menyebut pertukaran data akan sesuai dengan aturan dan kedaulatan hukum nasional.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga mengatakan kesepakatan itu akan tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

"Terkait data pribadi, sudah ada regulasinya di Indonesia. Jadi mereka hanya akan ikut protokol yang disiapkan oleh Indonesia, sama seperti protokol yang diberlakukan di Nongsa Digital Park," kata Airlangga dilansir Antara, Jumat (25/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Airlangga menjelaskan protokol tersebut tengah difinalisasi sebagai bagian dari komitmen Indonesia-AS dalam perjanjian tarif resiprokal. Kesepakatan itu, lanjut dia, untuk menyusun protokol perlindungan data pribadi lintas negara. Finalisasinya akan memberikan kepastian hukum yang sah bagi tata kelola data pribadi lintas negara.

ADVERTISEMENT

"Jadi finalisasinya nanti bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara (cross border)," ujarnya.

Airlangga menegaskan data yang diproses dalam kerja sama bukan data pemerintah, melainkan data masyarakat yang diunggah saat menggunakan layanan digital seperti email, Google, Bing, platform e-commerce, hingga sistem pembayaran internasional.

"Jadi sebetulnya data ini yang diisi masyarakat sendiri pada saat mereka mengakses program, tidak ada pemerintah mempertukarkan data secara government to government, tapi bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut bisa memperoleh data yang memperoleh consent dari masing-masing pribadi. Jadi tidak ada pertukaran data antar-pemerintah," imbuh dia.

Lebih lanjut, Airlangga menyebut selama ini data lintas negara telah digunakan dalam berbagai transaksi digital, seperti penggunaan kartu kredit internasional maupun layanan berbasis komputasi awan (cloud computing). Oleh karena itu, Indonesia menilai pentingnya membangun protokol perlindungan yang kuat.

"Selama ini kita sudah punya praktik pertukaran data saat transaksi pakai Mastercard atau Visa. Tapi semua dilakukan dengan sistem keamanan, seperti verifikasi OTP, KYC (know your customer), dan lainnya," jelasnya.

Sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi nasional, Airlangga menyebut ada 12 perusahaan asal AS yang telah membangun pusat data (data center) di Indonesia. Keberadaan data center ini menjadi bukti bahwa perusahaan asing bersedia memenuhi standar perlindungan data yang ditetapkan Indonesia, termasuk keamanan fisik dan digital.

"Jadi artinya mereka juga sudah comply dengan regulasi yang diminta oleh Indonesia," tuturnya.

Istana Tegaskan Tak Ada Penyerahan Data Pribadi ke AS

Mensesneg Prasetyo Hadi juga buka suara soal transfer data WNI ke AS yang menjadi salah satu persyaratan kesepakatan perdagangan. Prasetyo meluruskan anggapan yang beredar bahwa Indonesia menyerahkan data pribadi ke AS tidak benar.

"Sebagaimana yang juga sudah disampaikan oleh Menko ekonomi berkenaan dengan masalah data itu. Jadi pemaknaannya yang tidak benar, bukan berarti kita itu akan menyerahkan data-data, apalagi data-data pribadi dari masyarakat Indonesia ke pihak sana (AS), tidak," kata Mensesneg Prasetyo Hadi kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/7).

Prasetyo mengungkap adanya kerja sama platform berbasis data antara Indonesia dan AS. Di platform tersebut ada kemungkinan Indonesia memasukkan data-data seperti salah satunya email, namun bukan berarti menyerahkan ke AS.

"Tapi kan kemudian ada beberapa platform yang memang itu dimiliki oleh perusahaan-perusahaan dari Amerika, yang di situ ada ketentuan ketentuan untuk memasukkan data-data atau identitas-identitas. Justru di situlah kerja sama kita itu adalah untuk memastikan bahwa data-data tersebut aman dan tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal tidak semestinya. Jadi pemaknaannya di situ bukan kemudian pemerintah Indonesia menyerahkan data-data tersebut kepada pemerintah negara lain," ujarnya.

"Bukan diserahkan, tidak ada yang diserahkan. Ini kan setiap kita mendaftar di platform, misalnya email itu kan juga ada data-data yang harus dimasukkan kita entry atau kita submit," lanjutnya.

Kerja sama yang dimaksud, kata Prasetyo, juga untuk memastikan keamanan data masing-masing negara. Ia memastikan tidak ada penyerahan data pribadi WNI kepada AS.

"Justru kerja sama kita berdua itu adalah untuk memastikan data-data tersebut yang itu bagian dari persyaratan kita me-submit sesuatu di Platform platform itu ya itu yang kita amankan. Kerja samanya di situ. Jadi pemaknaannya dari kalimat yang disampaikan itu bukan berarti kita menyerahkan data bukan begitu," ujarnya.

Minta Warga Tak Khawatir

Lebih lanjut, Prasetyo meminta warga tidak khawatir terkait keamanan data. Pemerintah berkomitmen untuk menjamin dan melindungi data pribadi WNI.

"Ya. Kita tentu pemerintah pasti berkomitmen, apalagi berkenaan dengan masalah data pribadi. Kita sendiri kan juga punya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Jadi data-data pasti pemerintah berusaha keras menjamin itu. Itu bagian dari yang dibicarakan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Amerika," ujarnya.

Simak juga Video: Soal Transfer Data Pribadi ke AS, Ini Perintah Dasco ke Komisi I

Halaman 4 dari 4
(lir/lir)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads