Tak cuma merekam sejarah, Kota Tua Jakarta dihidupkan oleh beragam acara dan atraksi baru. Dari Gajah Mada hingga Pelabuhan Sunda Kelapa, kawasan ini punya banyak alasan untuk dikunjungi.
Berbeda dari situs cagar budaya atau prasasti yang bersifat statis, Kota Tua selalu dihidupkan oleh beragam kegiatan seperti study wisata siswa ke museum, memperkenalkan bangunan tua bersejarah, banyak kuliner tradisional legendaris, sampai menjadi tempat acara budaya dan seni.
Seperti tahun ini, Kota Tua menjadi salah satu tempat memeriahkan HUT ke-498 Jakarta, programnya meliputi video mapping, instalasi cahaya, serta pertunjukan musik.
"Acara ini menggambarkan Jakarta sebagai kota yang menampung berbagai dunia dalam satu ruang seperti dunia musik, seni, budaya, dan ekspresi masyarakat urban yang beragam, namun tetap bersatu," ujar Kepala Dinas Parekraf DKI Jakarta, Andhika Permata dalam keterangan tertulis, Jumat (25/7/2025).
Malam perayaan bertajuk 'One City, Many Worlds' yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta pada 21 dan 22 Juni 2025 tersebut, menggambarkan Jakarta sebagai kota seni dan budaya.
Bayangkan Jakarta sebagai manusia, maka masa kecilnya adalah Kota Tua. Di sinilah riwayat panjangnya bermula: dari pelabuhan sibuk yang melayani kerajaan-kerajaan maritim, lalu melebar dan merekah menjadi pusat bisnis dan politik modern di Indonesia.
Masa kecilnya itu masih bisa ditengok. Kota Tua masih setia berdiri, masih tekun melestarikan ratusan situs dari periode-periode yang berbeda. Tempat ini ibarat album foto yang berisi lembaran-lembaran kenangan. Setiap bongkahan batu dan lapisan tanahnya mengandung cerita.
Itulah sebabnya banyak kota di dunia melestarikan distrik tuanya demi memahami siapa kita dan dari mana kita bermula. Dari sini, harapannya, akan tumbuh rasa cinta pada kota yang kita tinggali. Bahwa kota modern yang kita nikmati sekarang lahir dari proses yang panjang.
Dengan alasan serupa, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senantiasa berupaya melestarikan dan merevitalisasi Kota Tua. Kawasan ini tidaklah dipandang sebagai objek wisata semata, tapi juga cagar budaya yang menyimpan memori kolektif kota sebagai sebuah ruang hidup bersama.
Apalagi, secara arsitektural, Kota Tua memiliki nilai sejarah tinggi. Di sinilah tersimpan konsep tata kota warisan abad ke-17, juga konsentrasi bangunan kolonial Belanda terbanyak di luar Belanda.
Dengan alasan ini, Kota Tua diajukan ke UNESCO sebagai kandidat Situs Warisan Dunia. Manila memiliki Intramuros. Penang punya George Town. Kini, Jakarta ingin 'masa kecilnya' juga menjadi aset dunia.
Bersama Pemerintah Pusat dan para pemangku kepentingan, Pemprov DKI Jakarta terus membenahi Kota Tua, termasuk menciptakan jalur pejalan kaki yang nyaman, menambah fasilitas publik, mendorong pengurangan emisi, serta merenovasi bangunan-bangunan jompo.
Kelak, kawasan ini juga akan terkoneksi oleh MRT-infrastruktur yang akan mengurangi secara signifikan arus kendaraan pribadi sekaligus mengubah cara kita berwisata ke Kota Tua.
Museum Terbanyak di Jakarta
Berkunjung ke Kota Tua tak ubahnya laku ziarah. Kita senantiasa diajak menengok ke belakang, membayangkan abad-abad yang sudah lewat, ketika Jakarta berevolusi dari Sunda Kelapa, menjadi Jayakarta, kemudian Batavia.
Tempat terbaik untuk berziarah di sini tentu saja museum. Kota Tua mengoleksi enam museum-menjadikannya kawasan dengan jumlah museum terbanyak di Jakarta. Museum tersebut adalah Museum Bahari, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Museum Sejarah Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik, serta Museum Wayang. Di luar museum yang mengisahkan sejarah, ada Magic Art 3D Museum yang berisi mural-mural tiga dimensi.
Sejumlah museum mencoba menghadirkan pengalaman yang lebih atraktif dan interaktif melalui ruang immersive. Fasilitas canggih ini telah dipasang di tiga museum di Kota Tua, yakni Museum Bank Indonesia, Museum Wayang, dan Museum Sejarah Jakarta.
Melalui suguhan virtual reality 360 derajat, masa lalu Jakarta dan Indonesia dipresentasikan lebih hidup. Di sini, sejarah tak lagi sekadar berupa deretan nama dan tahun.
Bangunan Tua Bersejarah
Kota Tua mengajak kita memaknai banyak peristiwa tentang perebutan kekuasaan, aktivitas dagang, serta kedatangan orang dari beragam kawasan yang kemudian membentuk Jakarta yang urban dan kosmopolitan. Di luar museum, sejarah panjang itu diabadikan oleh bangunan-bangunan bersejarah yang bertaburan dari daerah Gajah Mada hingga pesisir utara.
Untuk napak tilas dengan cara khas Jakarta, kita bisa menaiki Bus Transjakarta dan berpindah dari satu halte ke halte lain. Atau mengikuti tur-tur edukatif yang digelar oleh komunitas atau operator pencinta sejarah, contohnya Sahabat Museum, Jakarta Good Guide, serta Komunitas Historia.
Pemberhentian pertama di selatan ialah Gedung Arsip Nasional, struktur bergaya Indies yang pernah dihuni Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Bergerak sedikit ke utara, Gedung Candra Naya menyimpan kisah kehidupan kepala bangsa Tionghoa di Batavia terakhir dalam bangunan karismatik berarsitektur Tionghoa.
Hanya 10 menit berjalan kaki dari Candra Naya, ada Vihara Dharma Bhakti yang dibangun pada 1650 dan merupakan kuil Tionghoa tertua di Jakarta. Bangunannya didominasi warna merah dan kuning, serta dihiasi ornamen dengan detail yang luar biasa. Kemeriahan arsitekturnya terasa kian hidup saat perayaan Tahun Baru Imlek.
Di gerbang Kota Tua, ada Stasiun Jakarta Kota yang menempati bangunan art deco rancangan arsitek Belanda. Stasiun ini dulu dikenal dengan nama Stasiun Beos, singkatan dalam bahasa Belanda yang artinya 'Batavia dan sekitarnya' karena fungsinya ialah menghubungkan Batavia dengan kota-kota lain seperti Bekasi dan Bogor.
Memasuki kawasan Kota Tua, beragam struktur bersejarah bisa disaksikan, termasuk Jembatan Kota Intan, Kali Besar, dan Taman Fatahillah. Bergerak lebih jauh ke utara, ada Menara Syahbandar, Masjid Luar Batang, serta Pelabuhan Sunda Kelapa yang masih dipenuhi kapal barang pinisi. Di sini, kita bisa memahami peran Jakarta sebagai kota bandar yang penting, tak hanya di masa silam.
Banyak Kuliner Legendaris
Berwisata ke Kota Tua, bukan cuma mata yang terhibur, tapi juga lidah. Di antara lorong sejarah dan bangunan lawas tersimpan beragam kuliner legendaris dan kontemporer dengan tradisi dapur yang beragam, dari Betawi, Jawa, Tionghoa, hingga Barat.
Gado Gado Direksi, Kedai Soto Tangkar H. Diding, dan Kopi Es Tak Kie adalah beberapa ikon kawasan Kota Tua. Sudah beroperasi puluhan tahun, warung-warung ini telah menjadi bagian integral dalam wisata kuliner di kawasan Kota Tua, bersama dengan tawaran klasik dari pedagang kaki lima seperti kerak telor dan es selendang mayang.
Daya tarik lain Kota Tua ialah restoran-restoran beraliran modern yang menempati bangunan sepuh, contohnya Kedai Seni Djakarte, Historia Food & Bar, serta Cafe Batavia. Pendatang baru di kategori ini ialah Acaraki yang dibuka pada 2019 dengan konsep unik: kafe spesialis jamu dengan pendekatan bergaya bar kopi trendi. Di sini, aneka minuman herbal diracik oleh staf yang penampilannya lebih mirip barista ketimbang 'mbok jamu', lalu dihidangkan dalam French press atau carafe.
Tren 'food compound' yang menjamur di Jakarta juga telah mendarat di Kota Tua. Tafsir segar atas pujasera, tempat semacam ini menawarkan beragam lapak makan dalam ruangan yang didesain nyaman. Petak Enam, Pasar Djadoel Kota Tua, dan Batavia Kantine adalah beberapa contohnya.
Dengan pariwisata yang berdenyut kencang dan proyek revitalisasi yang berkelanjutan, Kota Tua memikat investor untuk menghadirkan tempat-tempat baru. Akhir 2023, kafe Rode Winkel dibuka di Toko Merah, menempati bangunan bata merah atraktif buatan 1730. Terpisah sekitar 100 meter dari sini, House of Tugu mulai menerima tamu pada akhir 2024 untuk menawarkan penginapan, restoran, juga Museum Peranakan yang menambah koleksi museum di Kota Tua.
Pameran Seni Budaya
Di sisi lain, pameran seni juga sudah berulang kali digelar di Kota Tua. Puluhan seniman papan atas pernah memajang karyanya di Gedung Tjipta Niaga dan Kantor Pos Kota Tua. Pameran temporer juga pernah berlangsung di sini dalam rangkaian Kota Tua Creative Festival dan Fiesta Fatahillah, juga pameran foto dalam Jakarta International Photo Festival.
Pernah pula, Kota Tua dipilih sebagai lokasi Festival Warisan Budaya Tak Benda, Konser Kemerdekaan memperingati HUT RI, juga Jazz Goes to Kota Tua. Khusus tahun baru, Jakarta Light Festival dan pentas kembang api membuat gedung-gedung bersejarah di sini seolah kembali muda bermandikan cahaya aneka warna. Kehadiran acara yang variatif ini membuat publik selalu punya alasan baru untuk kembali berziarah ke Kota Tua.
Tonton juga video: Nyobain Walking Tour, Aktivitas Seru dan Gratis di Kota Tua Jakarta
(anl/ega)